Apa itu Iodimetri

Apoteker.Net – Iodometri adalah jenis titrasi yang menggunakan iodin untuk menentukan konsentrasi suatu zat dalam larutan. Iodometri didasarkan pada reaksi antara iodin dan ion iodida untuk membentuk iodin elemen, yang kemudian dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat atau agen lainnya yang mengurangi.

Prosedur dasar iodometri melibatkan penambahan volume yang diketahui dari larutan iodin ke volume yang diketahui dari zat yang akan dianalisis (yang disebut analit). Reaksi yang dihasilkan menghasilkan iodin, yang kemudian dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat atau agen lain yang mengurangi. Volume natrium tiosulfat yang diperlukan untuk mengurangi semua iodin menjadi ion iodida diukur, dan volume ini digunakan untuk menghitung konsentrasi analit dalam larutan asli.

Iodometri sering digunakan dalam kimia analitis untuk menentukan konsentrasi berbagai zat, termasuk agen oksidasi, agen reduksi, dan halida. Iodometri merupakan alat yang berguna untuk menganalisis beragam senyawa, termasuk logam, mineral, dan senyawa organik.

Dalam menganalisa suatu senyawa dalam hal ini adalah obat dapat digunakan analisis secara kuantitatif (penetapan banyak suatu zat tertentu yang ada dalam sampel) dan analisis secara kualitatif (identifikasi zat-zat dalam suatu sampel). Intinya tujuan analisis secara kualitatif adalah memisahkan serta mengidentifikasi sejumlah unsur (Day & Underwood, 1981).

Di antara sekian banyak contoh teknik atau cara dalam analisis kuantitatif terdapat dua cara melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung dan tidak langsung. Cara langsung disebut iodimetri (digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya). Namun, metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat iodium sendiri merupakan oksidator yang lemah. Sedangkan cara tidak langsung disebut iodometri (oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium thiosilfat standar atau asam arsenit) (Bassett, 1994).

Dengan kontrol pada titik akhir titrasi jika kelebihan 1 tetes titran. perubahan warna yang terjadi pada larutan akan semakin jelas dengan penambahan indikator amilum/kanji (Svehla, 1997).

Iodium merupakan oksidator lemah. Sebaliknya ion iodida merupakan suatu pereaksi reduksi yang cukup kuat. Dalam proses analitik iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodometrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Day & Underwood, 1981).

Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia (Bassett, 1994).

Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama (Day & Underwood, 1981).

Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk natrium thiosulfat dan dianjurkan apabila thiosulfat harus digunakan untuk penentuan tembaga. Potensial standar pasangan Cu(II) ā€“ Cu(I),

Cu2+ + e <—> Cu+ Eo= +0.15 V

(Day & Underwood, 1981).

Karena harga EĀ° iodium berada pada daerah pertengahan maka sistem iodium dapat digunakan untuk oksidator maupun reduktor. I2 adalah oksidator lemah sedangkan iodida secara relatif merupakan reduktor lemah. Jika Eo tidak bergantung pada pH (pH < 8.0) maka persamaan reaksinya

I2 (s) + 2e<—> 2I Eo= 0.535 V

I2 adalah oksidator lemah sedangkan iodida secara relatif merupakan reduktor lemah. Kelarutannya cukup baik dalam air dengan pembentukan triodida [KI3].

I2 (s) + 2e<—> 2I Eo= 6.21 V

Dengan demikian iodium Eo= + 0.535 V merupakan pereaksi yang lebih baik daripada ion Cu(II). Akan tetapi bila ion iodida ditambahkan pada suatu larutan Cu(II), maka suatu endapan CuI terbentuk

2Cu2+ + 4I<—> 2CuI(p) + I2

Reaksi dipaksa berlangsung ke kanan dengan pembentukan endapan dan juga dengan penambahan ion iodida berlebih (Day & Underwood, 1981).

pH larutan harus dipertahankan oleh suatu buffer, lebih baik antara 3 dan 4. Pada harga pH lebih tinggi hidrolisa sebagian dari ion Cu(II) berlangsung dan reaksi dengan ion iodida adalah lambat. Dalam larutan berasam tinggi oksidasi dengan katalis tembaga dari ion iodida terjadi dengan kecepatan cukup tinggi (Day & Underwood, 1981).

Iodium dapat dimurnikan dengan sublimasi. Ia larut dalam larutan KI dan harus disimpan pada tempat yang dingin dan gelap. Berkurangnya iodium dan akibat penguapan dan oksidasi udara menyebabkan banyak kesalahan dalam analisis. Dapat distandarisasi dengan Na2S2O3.5H2O yang lebih dahulu distandarisasi dengan K2Cr2O7. Reaksi :

Cr2O72- + 14H+ + 6I <—> 3I2 +2Cr3+ + 7H2O

Biasanya indikator yang digunakan adalah kanji/amilum. Iodida pada konsentrasi < 10-5 M dapat dengan mudah ditekan oleh amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum mempunyai kelarutan kecil dalam air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi (Khopkar, 2002).

Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga dapat bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberikan warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut seperti karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam dari pada dalam larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Day & Underwood, 1981).

Jika larutan iodium dalam KI pada suasana netral maupun asam dititrasi dengan natrium thiosulfat maka:

I3 + 2S2O32- <—> 3I + S4O62-

Selama reaksi zat antara S2O32- yang tidak berwarna adalah terbentuk sebagai

S2O32- + I3<—> S2O3I + 2I

Yang mana berjalan terus menjadi:

S2O3I + S2O32-<—> S4O62- +I3

Reaksi berlangsung baik dibawah pH = 5,0 (Khopkar, 2002).

Zat-zat pereduksi yang kuat (zat-zat potensial reduksi yang jauh lebih rendah), seperti timah(II)klorida, asam sulfat, hidrogen sulfida, dan natrium thiosulfat, bereaksi lengkap dan cepat dengan iod, bahkan dalam larutan asam. Dengan zat pereduksi yang lemah misalnya arsen trivalen, atau stibium trivale, reaksi yang lengkap hanya akan terjadi bila larutan dijaga tetap netral atau, sangat sedikit asam; pada kondisi ini, potensial reduksi adalah minimum, atau daya mereduksinya adalah maksimum (Bassett, 1994).

Jika suatu zat pengoksid kuat diolah dalam larutan netral atau (lebih biasa) larutan asam, dengan ion iodida yang sangat berlebih, yang terakhir bereaksi sebagai zat prereduksi, dan oksidan akan direduksi secara kuantitatif. Dalam hal-hal yang demikian, sejumlah iod yang ekivalen akan dibebaskan, lalu dititrasi dengan larutan standar suatu zat pereduksi, biasanya natrium thiosulfat (Bassett, 1994).

Potensial reduksi dari zat-zat tertentu naik banyak sekali dengan naiknya konsentrasi ion-hidrogen dari larutan. Inilah halnya dalam sistem-sistem yang mengandung permanganat, dikromat, arsenat, antimonat, borat dan sebagainya yakni, dengan anion-anion yang mengandung oksigen dan karenanya memerlukan hidrogen untuk reduksi lengkap. Banyak anion pengoksid yang lemah direduksi lengkap oleh ion iodida, jika potensial reduksi merekanaik banyak sekali karena adanya jumlah besar asam dalam larutan (Bassett, 1994).

Dua sumber sesatan yang penting dalam titrasi yang melibatkan iod adalah:

  1. Kehilangan iod yang disebabkan oleh sifat mudah menguapnya yang
    cukup berarti, dan
  2. Larutan iodida yang asam dioksidasi oleh oksigen di udara:

4I + O2 + 4H+ <—> 2I2 + 2H2O

Reaksi diatas lambat dalam larutan netral tetapi lebih cepat dalam larutan berasam dan dipercepat oleh cahaya matahari. Setelah penambahan kalium iodida pada larutan berasam dari suatu pereaksi oksidasi, larutan harus tidak dibiarkan untuk waktu yang lama berhubungan dengan udara, karena iodium tambahan akan terbentuk oleh reaksi yang terdahulu. Nitrit harus tidak ada, karena akan direduksi oleh ion iodida menjadi nitrogen (II) oksida yang selanjutnya dioksidasi kembali menjadi nitrit oleh oksigen dari udara:

2HNO2 + 2H+ + 2I<—> 2NO + I2 + 2H2O

4NO + O2 + 2H2O <—> 4HNO2

Kalium iodida harus bebas iodat karena kedua zat ini bereaksi dalam larutan berasam untuk membebaskan iodium:

IO3 + 5I + 6H+ <—> 3I2 + 3H2O

(Day & Underwood, 1981).

Artikel sebelumnya
Artikel selanjutnya
Jimmy Ahyari
Jimmy Ahyari
Seorang apoteker yang juga menyukai dunia internet dan teknologi informasi. Just google my name. šŸ¤£
Continue Reading

Disclaimer: Artikel yang terdapat di situs ini hanya bertujuan sebagai informasi, dan bukan sebagai referensi utama atau pengganti saran/tindakan dari profesional.

error: