29.1 C
Banjarmasin
Selasa, Maret 26, 2024

Pemeriksaan Potensi Antibiotik

Apoteker.Net – Obat-obat antimikroba efektif dalam pengobatan infeksi karena toksisitas selektifnya (fungsi reseptor spesifik yang dibutuhkan untuk melekatnya obat-obatan, atau bisa karena hambatan biokimia yang bisa terjadi bagi oragnisme namun tidak bagi inang) yang memliki kemampuan untuk membunuh mikroorganisme yang menginvasi penjamu tanpa merusak sel. Pada kebanyakan kasus, toksisitas lebih relatif daripada absolut, yang memerlukan kontrol konsentrasi obat secara hati-hati untuk menyerang mikroorganisme sehingga dapat ditolerir oleh tubuh (Jawelz, 1995).

Antibiotika digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi akibat kuman atau juga untuk prevensis infeksi, msalnya pada pembedahan besar. Secara provilaktis juga diberikan pada pasien dengan sendi dan klep jantung buatan, juga sebelum cabut gigi. Jumlah antibiotika yang beredar dipasaran sekarang ini semakin banyak macamnya dan melonjak tinggi baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Antibiotika dalam penggunaannya membutuhkan waktu yang lama baik dalam penyimpanan dan peredarannya. Hal ini dapat menyebabkan potensi dari antibiotika menurun dan bahkan bisa hilang (Jawelz, 1995).

Masalah farmako-epidemi merupakan masalah terbesar dalam dunia medis saat ini adalah resistensi mikroba terhadap antibiotik, yang dipicu oleh potensi antibiotik yang rendah. Potensi antibiotik yang rendah hanya mampu menghambat atau mematikam mikroba dalam jumlah terbatas, bahkan dapat menstimulir mikroba untuk membantuk mekanisme kekebalan terhadap antibiotik. Pada tahun-tahun terakhir ini bakteri resisten telah memberi kenaikan terhadap letusan infeksi yang serius dengan banyak kematian. Hal ini telah membawa para ahli kepada suatu kebutuhan program Survei lance Nasional dan Internasional. Program ini nantinya digunakan untuk memonitor resistensi antibiotika terhadap Enterobacteriaceae dengan cara tes sensitivitas dengan menggunakan suatu metode yang dapat dipercaya yang akan menghasilkan data yang dapat dibandingkan (Dirjen POM, 2000).

Antibiotik merupakan suatu zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh, akan tetapi dalam praktek sehari-hari antibiotik sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamida dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai antibiotik (Ganiswarna, 1995).

Kegiatan antibiotika untuk pertama kalinya ditemukan oleh sarjana Inggris dr. Alexander Flemming pada tahun 1928 (penisilin). Penemuan ini baru dikembangkan dan dipergunakan dalam terapi di tahun 1941 oleh dr.Florey (Oxford) yang kemudian banyak zat lain dengan khasiat antibiotik diisolir oleh penyelidik-penyelidik di seluruh dunia, akan tetapi berhubung dengan sifat toksisnya hanya beberapa saja yang dapat digunakan sebagai obat (Djide, 2003).

Masa perkembangan kemoterapi antimikroba sekarang dimulai pada tahun 1935, dengan penemuan sulfonamida. Pada tahun 1940, diperlihatkan bahwa penisilin, yang ditemukan pada tahun 1929, dapat dibuat menjadi zat kemoterapi yang efektif. Selama 25 tahun berikutnya, penelitian kemoterapi sebagain besar berpusat sekitar zat antimikroba yang berasal dari mikroorganisme, yang dinamakan antibiotika. Kemoterapeutika dapat melakukan aktivitasnya lewat beberapa mekanisme, terutama dengan penghambatan sintesa materi penting dari bakteri, misalnya dari (Tjay, 2003):

  1. Dinding sel: sintesanya terganggu sehingga dinding menjadi kurang sempurna dan tidak tahan terhadap tekanan osmotis dari plasma dengan akibat pecah. Contohnya : kelompok penisilin dan sefalosporin.
  2. Membran sel: molekul lipoprotein dari mambran plasma (di dalam dinding sel) dikacaukan sintesanya, hingga menjadi lebih permeable. Hasilnya, zat-zat penting dari isi sel dapat merembas keluar. Contohnya : polipeptida dan polyen (nistatin, amfoterisin) dan imidazol (mikonazol, ketokonazol, dan lain-lain).
  3. Protein sel: sintesanya terganggu, misalnya kloramfenikol, tetrasiklin, aminoglikosida, dan makrolida.
  4. Asam-asam inti (DNA, RNA): rifampisin (RNA), asam nalidiksat dan kinolon, IDU, dan asiklovir (DNA).
  5. Antagonisme saingan. Obat menyaingi zat-zat yang penting metabolisme kuman hingga pertukaran zatnya terhenti, antara lain sulfonamida, trimetoprim, PAS, dan INH.

Suatu zat antimikroba yang ideal memiliki toksisitas selektif. Istilah ini berarti bahwa suatu obat berbahaya bagi parasit tetapi tidak membahayakan inang. Umumnya toksisitas selektif lebih bersifat relatif dan bukan absolut, ini berarti bahwa suatu obat yang pada konsentrasi tertentu dapat ditoleransi oleh inang namun dapat merusak parasit (Tjay, 2003).

Aktivitas mikroba dapat dikendalikan dengan mengatur faktor-faktor lingkungan yang meliputi faktor biotik (makhluk hidup dan mencakup adanya asosiasi atau kehidupan bersama antara mikroorganisme dapat dalam bentuk simbiose, sinergisme, antibiose, dan sintropisme) dan abiotik (temperatur, kelembaban, pH, radiasi, penghancuran secara mekanik) (Dwidjoseputro, 1994). Antibiotika yang ideal sebagai obat harus memenuhi syarat-syarat berikut (Jawelz, 1995):

  1. Mempunyai kemampuan untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang luas (broad spectrum antibiotic)
  2. Tidak menimbulkan terjadinya resistensi dari mikroorganisme pathogen
  3. Tidak menimbulkan pengaruh samping (side effect) yang buruk pada host, seperti reaksi alergi, kerusakan syaraf, iritasi lambung, dan sebagainya
  4. Tidak mengganggu keseimbangan flora yang normal dari host seperti flora usus atau flora kulit.

Metode dilusi adalah metode yang menggunakan antimikrobia dengan kadar yang menurun secara bertahap, baik dengan media cair atau padat yang kemudian media diinokulasi bakteri uji dan diinkubasi. Tahap akhir dilarutkan antimikrobia dengan kadar yang menghambat atau mematikan. Metode difusi dilakukan dengan cara, cakram kertas saring berisi sejumlah tertentu obat diletakkkan pada permukaan medium padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya. Diameter zona hambatan sekitar cakram yang terbentuk setelah diinkubasi dipergunakan mengukur kekuatan hambatan obat terhadap organisme uji (Jawelz, 2005).

Untuk memeriksa baik tidaknya bahan-bahan yang digunakan untuk desinfeksi dalam industri, rumah sakit maupun dalam laboratorium, maka perlu diadakan tes. Salah satunya yaitu Minimum Inhibitory Concentration atau MIC test. MIC adalah konsentrasi terendah yang masih dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Kadar minimum yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan suatu mikroorganisme juga disebut Kadar Hambatan Minimum (KHM). Anti mikroba dapat meningkatkan aktivitasnya dari bakteriostatik menjadi bakteriosid, apabila kadar anti mikrobanya ditingkatkan lebih besar dari MIC tersebut. Aktivitas anti bakteri ditentukan oleh spektrum kerja, cara kerja, MIC, serta potensi pada MIC. Suatu bakteri dikatakan mempunyai aktivitas yang tinggi bila MIC terjadi pada kadar rendah tetapi mempunyai daya bunuh atau daya hambat yang besar (Wattimena, 1982). Suatu anti mikroba menunjukkan toksisitas yang selektif, dimana obatnya lebih toksis terhadap mikroorganisme atau karena obat pada reaksi–reaksi biokimia penting dalam sel parasit lebih unggul daripada pengaruhnya terhadap sel hospes serta karena struktur sel mikrorganisme berbeda dengan strukur sel manusia atau hospe (inang) (Lakare, 1997).

Sumber:
Dirjen POM, 2000. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Dep.Kes RI, Jakarta.
Djide, M. N. 2003. Mikrobiologi Farmasi. Jurusan Farmasi UNHAS, Makassar.
Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan, Jakarta.
Ganiswarna, S. G. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Bagian Farmakologi-Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta.
ISFI, 2006. Informasi Spesialite Obat Indonesia Volume 41. PT. Anem Kosong Anem, Jakarta
Jawelz, M. A. 1995. Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology) Edisi 20. EGC, Jakarta.
Lakare, C., 1997. Mikrobiologi Kedokteran. FKUH, Ujung Pandang.
Tjay, T. H. 2003. Obat-Obat Penting. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Wattimena, J. R., 1982. Farmakodinamik dan Terapi Antibiotik. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Artikel sebelumnya
Artikel selanjutnya
Jimmy Ahyari
Jimmy Ahyari
Seorang apoteker yang juga menyukai dunia internet dan teknologi informasi. Just google my name. 🤣
Continue Reading

Disclaimer: Artikel yang terdapat di situs ini hanya bertujuan sebagai informasi, dan bukan sebagai referensi utama atau pengganti saran/tindakan dari profesional.

error: