Contoh Laporan Praktek Farmakologi Uji Ketoksikan Akut

Apoteker.Net – Lima puluh ribu lebih zat kimia digunakan oleh manusia sehingga kesadaran akan bahayanya (toksisitas) perlu ditingkatkan. Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari sifat-sifat toksik/racun suatu zat kimia terhadap makhluk hidup dan lingkungan (Lu, 2006).

Uji ketoksikan akut (derajat efek toksik sesuatu senyawa yang terjadi dalam waktu singkat setelah pemberiannya dalam dosis tunggal) dilakukan dengan menggunakan hewan uji. Umumnya uji ketoksikan akut suatu obat merupakan salah satu mata rantai uji toksikologi dalam kaitannya dengan penilaian keamanan obat bila digunakan oleh manusia. Secara kualitatif, analisis dan evaluasi hasil yang berupa data gejala-gejala klinis yang tampak pada fungsi vital, dipakai untuk evaluasi mekanisme penyebab kematian dan data jumlah hewan yang mati pada masing-masing kelompok sedangkan secara kuantitatif digunakan untuk menghitung harga LD (percobaan ini menggunakan perhitungan dengan metode kertas grafik probit logaritma Miller dan Tainter).

Penilaian sifat zat (kimia atau atau zat asing yang dapat masuk dalam tubuh) tidak dapat dilakukan pada manusia (karena terlalu berbahaya), sehingga penelitiannya dilakukan pada hewan uji. Karena itu, perlu dilakukan konversi ekstrapolasi data penilaian keamanan dari hewan uji ke manusia (Tjay & Rahardja, 2002).

Toksikologi (pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh) termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika (efek terapeutis obat berhubungan erat dengan efek toksisnya). Pada dasarnya obat dengan dosis yang berlebihan dapat bekerja dan bersifat sebagai toksik yang dekstruktif pada si pengguna. Artinya, bila dosis diturunkan, efek toksis dapat pula dikurangi (Tjay & Rahardja, 2002).

Toksikologi berperan penting dalam product safety evaluation, chemical safety, industrial hygiene, dan occupational health and safety. Product safety evaluation dapat dilakukan dengan melaksanakan uji toksisitas pada produk. Pada area occupational health and safety, toksikologi data dapat digunakan untuk menentukan nilai ambang batas bersamaan dengan data lainnya (Mansyur, 2002).

Sintesis zat kimia yang diperkirakan berjumlah 1000 per tahun, menyebabkan toksikologi tidak hanya meliputi sifat-sifat racun, tetapi lebih penting lagi mempelajari “keamanan” setiap zat kimia yang dapat masuk ke dalam tubuh. Zat-zat kimia itu disebut “xenobiotik” (xeno = asing). Setiap zat kimia baru harus diteliti sifat-sifat toksiknya sebelum diperbolehkan penggunaannya secara luas. Bila zat kimia berupa obat atau makanan, instansi yang harus menilai adalah Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan, zat kimia lain diatur oleh Badan misalnya di A.S. (di Indonesia mungkin akan tumbuh dari Departemen Lingkungan Hidup). Toksikologi berkembang luas ke bidang kimia, kedokteran hewan, kedokteran dasar dan klinik, pertanian, perikanan, industri, entomologi, hukum, lingkungan dan juga ilmu perang. Perkembangan ini dimungkinkan oleh teknologi analitik canggih yang memungkinkan terdeteksinya xenobiotik dalam tubuh dalam jumlah kecil sekali. Karena penilaian sifat xenobiotik tidak dapat dilakukan pada manusia sebagaimana lazimnya dilakukan untuk obat, maka penelitian xenobiotik dilakukan pada hewan coba. Karena itu penilaian keamanan dilakukan melalui ekstrapolasi data dari hewan ke manusia (Tjay & Rahardja, 2002).

Suatu zat dikatakan sebagai racun jika ia dapat menimbulkan kerja yang merusak. Dalam prakteknya, senyawa yang disebut racun hanyalah jika resiko kerusakan yang ditimbulkannya relatif besar. Semua zat adalah racun dan tidak ada zat yang bukan racun. Hanya dosislah yang membuat suatu zat menjadi racun (menurut Paracelsus 1564). Ini berarti, adanya suatu zat racun potensial di dalam suatu organisme belum tentu menimbulkan keracunan. Suatu zat dapat bertindak sebagai racun pada saat mencapai dosis toksik. Sebaliknya jika suatu zat digunakan dalam jumlah amat besar, maka pada umumnya tiap zat beracun, bahkan air sekalipun. Karena itu, pembuktian adanya racun dalam konsentrasi subtoksik mempunyai arti yang penting, karena dengan mengetahui bahaya yang mungkin timbul secara dini, akan dapat dihindari pendedahan selanjutnya dan dicegah terjadinya kerusakan toksik (Mutschler, 1991).

Toksisitas akut merupakan percobaan yang meliputi Single Dose Experiments yang dievaluasi 3-14 hari sesudahnya tergantung dari gejala yang ditimbulkan. Batas dosis harus dipilih sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh suatu kurva dosis respons yang dapat berwujud respons bertahap (misalnya mengukur lamanya waktu tidur) atau suatu respons kuantal (misalnya mati). Biasanya digunakan 4-6 kelompok terdiri dari sedikitnya 4 ekor tikus (Ganiswarna, 1995). Cara pemberian obat pun harus dipilih sesuai dengan yang digunakan di klinik. Jadi untuk obat yang akan dipakai sebagai obat suntik perlu diuji dengan cara parenteral dan obat yang digunakan sebagai salep terutama harus diuji terhadap kulit (Ganiswarna, 1995).

Efeknya dapat berupa kelainan tingkah laku, stimulasi atau depresi SSP, aktivitas motorik dan pernafasan tikus sehingga dapat digunakan untuk mendapat gambaran tentang sebab kematian. Hal ini harus dilengkapi dengan pemeriksaan laboratorium klinik dan pembuatan sediaan histologik dari organ yang dianggap dapat memperlihatkan kelainan. Kematian yang timbul oleh kerusakan pada hati, ginjal atau sistem hemopoetik tidak akan terjadi pada hari pertama. Kematian yang ditimbulkan karena kerusakan alat tersebut, baru timbul paling cepat pada hari ketiga (Ganiswarna, 1995).

Download Laporan Lengkap Praktikum Uji Ketoksikan Akut di sini.

Jimmy Ahyari
Jimmy Ahyari
Seorang apoteker yang juga menyukai dunia internet dan teknologi informasi. Just google my name. 🤣
Continue Reading

Disclaimer: Artikel yang terdapat di situs ini hanya bertujuan sebagai informasi, dan bukan sebagai referensi utama atau pengganti saran/tindakan dari profesional.

error: