Aritmia

2.2.1 Antiaritmia

Apoteker.Net – Obat-obat anti aritmia dapat diklasifikasikan secara klinik menjadi kelompok obat untuk aritmia supraventrikel (misal verapamil), kelompok obat untuk aritmia supraventrikel maupun aritmia ventrikel (misal disopiramid), dan kelompok obat untuk aritmia ventrikel (misal lidokain).

Obat-obat aritmia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan efeknya pada aktivitas listrik sel miokard:

Kelas Ia, b, c: obat-obat yang mensta- bilkan membran (misal berturut-turut kinidin, lidokain, flekainid).
Kelas II : beta-bloker.
Kelas III : amiodaron, dan sotalol (juga kelas II).
Kelas IV : antagonis kalsium (misal verapamil, tapi bukan golongan dihidropiridin).
Klasifikasi terakhir ini (klasifikasi Vaughan Williams) kurang dimanfaatkan dalam praktek klinik.

Peringatan. Efek inotropik negatif obat-obat antiaritmia cenderung saling memperkuat. Oleh karena itu perlu perhatian khusus bila obat yang digunakan dua atau lebih, terutama bila fungsi miokard terganggu. Sebagian besar atau semua obat yang efektif dalam mengatasi aritmia dapat juga membuat aritmia semakin memburuk pada beberapa kondisi tertentu; selain itu, hipokalemia meningkatkan efek aritmogenik beberapa obat.

Aritmia Supraventrikel

Adenosin merupakan obat pilihan untuk mengatasi takikardia supraventrikel paroksismal. Karena masa kerjanya pendek sekali (waktu paruhnya hanya 8-10 detik, tapi lebih lama bila diberikan bersama dipiridamol), kebanyakan efek sampingnya berlangsung singkat. Berbeda dengan verapamil, adenosin dapat digunakan setelah beta-bloker. Pada asma, lebih dipilih verapamil daripada adenosin.

Penggunaan pada anak. Adenosin tidak bersifat inotropik negatif sehingga tidak menyebabkan hipotensi. Karena itu dapat digunakan pada anak dengan fungsi jantung yang terganggu atau aritmia pasca operasi.

Glikosida jantung oral (misal digoksin 2.1.1) memperlambat respons ventrikel pada kasus fibrilasi dan fluter atrium. Digoksin infus intravena jarang efektif untuk mengendalikan kecepatan ventrikel secara cepat. Pemberian glikosida jantung dikontraindikasikan pada aritmia supraventrikular yang berhubungan dengan sindrom Wolff-Parkinson-White.

Verapamil biasanya efektif untuk takikardia supraventrikel. Pemberian intravena awal dapat diikuti dengan dosis oral; hipotensi dapat terjadi pada pemberian dosis yang lebih besar. Obat ini tidak boleh digunakan untuk takiaritmia bila kompleks QRS lebar kecuali bila asal supraventrikelnya sudah diketahui dengan pasti. Obat ini juga dikontraindikasikan pada fibrilasi atrium dengan preeksitasi (misalnya sindrom Wolff-Parkinson-White). Obat ini tidak boleh digunakan pada anak dengan aritmia, tanpa pertimbangan dokter spesialis jantung; beberapa aritmia supra-ventrikel pada anak dapat dipacu oleh verapamil dengan akibat yang membahayakan.

Pemberian beta-bloker secara intravena seperti esmolol atau propanolol dengan cepat dapat mengendalikan kecepatan ventrikular. Obat-obat yang termasuk golongan antiaritmia supraventrikel dan ventrikel adalah amiodaron, beta-bloker, disopiramid, flekainid, prokain-amid, propafenon dan kinidin.

Monografi

ADENOSIN

Indikasi:
mengembalikan dengan cepat takikardia supraventrikel paroksismal ke ritme sinus, termasuk yang berhubungan dengan jalur tambahan (mis. sindrom Wolff-Parkinson-White); membantu diagnosis takikardia supraventrikel kompleks yang luas maupun yang sempit.

Peringatan:
fibrilasi atau fluter atrium dengan jalur tambahan (konduksi melalui jalur tambahan tersebut dapat meningkat); transplantasi jantung;

Interaksi:
lihat lampiran 1 (adenosin).

Kontraindikasi:
blok AV derajat 2 atau 3 dan sindrom gangguan sinus (kecuali bila digunakan pacu jantung); asma.

Efek Samping:
muka merah (transient), nyeri dada, sesak napas, bronkospasme, rasa tercekik, mual, kepala terasa ringan, bradikardia berat; gangguan ritme (transient) pada EKG.

Dosis:
injeksi intravena cepat ke dalam vena sentral atau vena perifer yang besar, 3 mg selama 2 detik dengan pantauan jantung; bila perlu diikuti dengan 6 mg setelah 1-2 menit, dan kemudian 12 mg setelah 1-2 menit lagi; penambahan dosis jangan dilakukan bila terjadi blok AV derajat 2 atau lebih.

Catatan. Dosis 3 mg tidak efektif pada sejumlah pasien, maka dosis awal yang lebih tinggi kadang-kadang digunakan tapi pasien dengan transplantasi jantung sangat sensitif terhadap efek adenosin, dan tidak boleh diberi dosis awal yang lebih tinggi. Juga bila perlu memberikan adenosin bersama dipiridamol, dosis awal adenosin harus dikurangi menjadi 0,5-1 mg.

VERAPAMIL HIDROKLORIDA

Indikasi:
hipertensi.

Peringatan:
diketahui dengan pasti; hati-hati penggunaan pada penderita dengan penurunan transimisi neuromuskuler. Hati-hati penggunaan pada Blok AV, hipotensi, bradikardi, penurunan fungsi hepar berat, penyakit di mana transmisi neuromuskular terkena (miastenia gravis, sindroma Lambert-Eaton, distropi otot Duchene lanjut). Efek verapamil pada konduksi nodus AV dan SA dapat menyebabkan AV blok dan bradikardia sementara.

Interaksi:
Bila verapamil dikombinasikan dengan obat-obat kardiodepresan atau obat yang menghambat nodus AV, misal beta bloker, kuinidin, maka dapat menyebabkan sinergisme; Pemberian bersamaan dengan antihipertensi oral lainnya (seperti vasodilator, penghambat ACE, diuretika, beta bloker) akan memperkuat efek penurunan tekanan darah; Penggunaan verapamil dapat meningkatkan kadar plasma karbamazepin sehingga meningkatkan efek samping karbamazepin seperti diplopia, sakit kepala , ataksia, atau pusing; Penggunaan dengan rifampisin maupun fenobarbital akan meningkatkan eliminasi verapamil sehingga menurunkan ketersediaan hayati verapamil oral.

Kontraindikasi:
Penderita hipersensitivitas, syok kardiogenik, infark miokard akut dengan komplikasi, AV blok tingkat II-III (kecuali pada pasien dengan pacu jantung), sindroma sick sinus (kecuali pada pasien dengan pacu jantung), gagal jantung kongestif, fluter atau fibrilasi atrium dengan jalur by pass (misal sindroma Wolf-Parkinson-White, sindroma Lown-Gonong-Levine).

Efek Samping:
efek samping yang umum terjadi adalah: konstipasi, pusing, mual, hipotensi, sakit kepala, edema, edema paru, fatigue, dispnea, bradikardia, AV blok, rash.

Dosis:
Hipertensi, 240-480 mg sehari dalam 2-3 dosis terbagi. Injeksi intravena lambat selama 2 menit (3 menit pada usia lanjut), 5-10 mg (sebaiknya dengan pemantauan ECG); pada takiaritmia paroksimal jika perlu 5 mg lagi setelah 5-10 menit.

Angina, 80-120 mm 3 kali sehari; Hipertensi, 40 mg 3 kali sehari untuk penderita dengan respon meingkat seperti pada penderita usia lanjut dan penurunan fungsi hati; Aritmia, penderita yang mendapat digitalis: 240-320 mg dalam 3-4 dosis bagi; Penderita yang tidak mendapat digitalis: 240-480 mg dalam 3-4 dosis bagi.

Aritmia Supraventrikel dan Ventrikel

Amiodaron digunakan untuk pengobatan takikardia yang berkaitan dengan sindrom Wolff-Parkinson-White. Obat ini digunakan untuk pengobatan aritmia lain bila obat-obat lain tidak efektif atau dikontraindikasikan dan sebaiknya dimulai hanya di Rumah Sakit atau di bawah supervisi dokter spesialis jantung. Obat ini digunakan untuk takikardi ventrikel paroksismal, takikardi nodus dan ventrikel; fibrilasi dan fluter atrium, dan fibrilasi ventrikel. Obat ini dapat diberikan melalui infus intravena maupun oral, keuntungannya adalah tidak atau hanya sedikit menyebabkan depresi miokard. Amiodaron intravena bekerja relatif cepat dibanding amiodaron oral.

Injeksi intravena amiodaron dapat digunakan dalam resusitasi jantung-paru untuk fibrilasi ventrikel atau pulseless tachycardia yang tidak memberikan respon terhadap intervensi yang lain.

Amiodaron mempunyai waktu paruh yang sangat panjang (sampai berminggu-minggu) dan hanya perlu diberikan sekali sehari (tapi dosis besar dapat menyebabkan mual bila tidak diberikan dalam dosis terbagi). Diperlukan waktu berminggu-minggu atau beberapa bulan untuk mencapai kadar tunak (steady state) obat ini dalam plasma; hal ini terutama penting bila ada interaksi dengan obat lain (lihat Lampiran 1).

Kebanyakan pasien yang diberi amiodaron mengalami mikrodeposit yang reversibel di kornea yang jarang mengganggu penglihatan tetapi bagi pengendara mobil pada malam hari mudah silau oleh lampu besar. Namun, apabila penglihatan terganggu atau apabila terjadi neuritis optik maupun neuropati optik, amiodaron harus dihentikan untuk mencegah kebutaan dan diperlukan nasihat dokter. Karena adanya kemungkinan reaksi fototoksik, pasien disarankan untuk melindungi kulit dari cahaya selama berbulan-bulan setelah menghentikan amiodaron dan disarankan untuk menggunakan pelindung sinar matahari yang berspektrum lebar untuk melindungi kulit terhadap sinar ultraviolet dan sinar yang visible (tabir surya) lihat 13.8.

Amiodaron mengandung iodium dan dapat menyebabkan gangguan fungsi tiroid, baik hipotiroid maupun hipertiroid. Penilaian secara klinis saja tidak cukup untuk dapat menentukannya dan diperlukan uji laboratorium yang dilakukan tiap 6 bulan. Tiroksin (T 4) dapat meningkat tanpa adanya hipertiroid, karena itu tri-iodotironin (T3), T4, dan thyroid-stimulating hormone (thyrotrophin,TSH) sebaiknya semuanya diuji. Peningkatan T3 dan T4 dengan kadar TSH yang sangat rendah atau tidak terdeteksi menunjukkan terjadinya tirotoksikosis. Tirotoksikosis bisa sangat sulit diatasi sehingga amiodaron biasanya harus dihentikan untuk sementara agar mudah dikendalikan; mungkin diperlukan pengobatan dengan karbimazol. Hipotiroid dapat diobati dengan terapi sulih tanpa menghentikan amiodaron bila obat ini sangat diperlukan bagi pasien yang bersangkutan; namun diperlukan pengawasan yang lebih hati-hati.

Bila terjadi sesak napas atau batuk yang baru muncul dan memburuk harus selalu diduga terjadi pneumonitis. Gejala neurologik yang baru muncul menunjukkan kemungkinan terjadinya neuropati perifer.

Amiodaron juga dihubungkan dengan hepatotoksisitas dan obat sebaiknya dihentikan bila terjadi gangguan fungsi hati yang berat atau muncul tanda-tanda klinis penyakit hati.

Beta bloker bekerja sebagai obat antiaritmia terutama dengan mengurangi efek sistem simpatis terhadap automatisitas dan konduktivitas jantung (2.4.3). Sotalol digunakan untuk aritmia ventrikel. Disopiramid intravena digunakan untuk mengendalikan aritmia yang terjadi setelah infark miokard (termasuk aritmia yang tidak responsif terhadap lidokain), tapi obat ini mengganggu kontraktilitas jantung.

Disopiramid oral bermanfaat, tetapi efek antimuskariniknya membatasi penggunaannya pada pasien glaukoma sudut sempit atau hipertrofi prostat.

Flekainid termasuk dalam kelas yang sama dengan lidokain. Obat ini mungkin berguna untuk gejala aritmia ventrikel yang serius, juga diindikasikan untuk takikardia yang melibatkan nodus AV dan untuk fibrilasi atrium paroksismal. Sama dengan kuinidin, flekainid dapat menyebabkan aritmia yang serius pada sebagian kecil pasien (bahkan bisa terjadi pada pasien dengan jantung yang normal).

Prokainamid intravena dapat digunakan untuk mengatasi aritmia ventrikel.

Propafenon digunakan untuk profilaksis dan pengobatan aritmia ventrikel dan juga untuk beberapa aritmia supraventrikel. Mekanisme kerjanya kompleks, termasuk memiliki aktivitas seperti beta bloker lemah (oleh karena itu harus hati-hati bila digunakan pada penyakit paru obstruktif–dikontraindikasikan bila berat).

Kinidin dapat mengurangi aritmia supraventrikel dan ventrikel. Kinidin sendiri dapat menyebabkan gangguan ritme dan harus digunakan di bawah supervisi dokter spesialis jantung. Obat ini sekarang jarang digunakan.

Obat-obat untuk aritmia supraventrikel meliputi adenosin, glikosida jantung, dan verapamil. Obat-obat untuk aritmia ventrikel adalah lidokain, meksiletin, dan fenitoin.

Monografi

AMIODARON HIDROKLORIDA

Indikasi:
lihat di atas (harus dimulai di rumah sakit atau di bawah supervisi dokter ahli jantung)

Peringatan:
uji fungsi hati dan fungsi tiroid diperlukan sebelum terapi dan kemudian tiap 6 bulan; kadar kalium serum, sinar X toraks diperlukan sebelum terapi; gagal jantung, gangguan ginjal; usia lanjut, bradikardia dan gangguan konduksi berat pada dosis berlebih; pemberian intravena dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang moderat dan transien (kolaps sirkulasi terjadi pada pemberian yang cepat atau dosis berlebih) atau toksisitas hepatoselular berat (pantau transaminase dengan teliti); porfiria.

Interaksi:
lihat lampiran 1 (Amiodaron).

Kontraindikasi:
bradikardi sinus, blok SA; kecuali bila digunakan pacu jantung hindarkan pada gangguan konduksi yang berat atau penyakit nodus SA; gangguan fungsi tiroid; kehamilan dan menyusui (lampiran 3); sensitivitas terhadap iodium; hindari pemberian intravena pada gagal pernapasan yang berat, kolaps sirkulasi, hipotensi arterial yang berat.

Efek Samping:
mikrodeposit di kornea yang reversibel (kadang-kadang dengan silau di malam hari), jarang gangguan penglihatan akibat neuritis optik; neuropati perifer dan miopati (biasanya reversibel bila obat dihentikan); bradikardia dan gangguan konduksi; fototoksisitas dan jarang pewarnaan kulit menjadi abu-abu yang persisten; hipotiroidisme, hipertiroidisme; alveolitis paru yang difus, pneumonitis, dan fibrosis; peningkatan transaminase serum (mungkin perlu penurunan dosis atau penghentian obat bila disertai dengan penyakit hati akut); penyakit kuning, hepatitis dan sirosis; jarang mual, muntah, rasa logam, gemetar, mimpi buruk, vertigo, sakit kepala, sukar tidur, rasa lelah, kepala botak, kesemutan, tekanan intrakranial sedikit meningkat, impotensi, epididimoorkitis; rash (termasuk dermatitis eksfoliatif), hipersensitivitas termasuk vaskulitis, gangguan ginjal dan trombositopenia; anemia hemolitik atau aplastik; anafilaksis bila disuntikkan cepat, juga hipotensi, bronkospasme, berkeringat, dan muka merah.

Dosis:
oral, 200 mg 3 kali sehari selama 1 minggu, 200 mg 2 kali sehari selama 1 minggu berikutnya; dosis penunjang, biasanya 200 mg sehari atau dosis minimal yang diperlukan untuk mengendalikan aritmia. Infus intravena via kateter vena sentral, 5 mg/ kg bb selama 20-120 menit dengan pantauan EKG; maksimal 1,2 g dalam 24 jam.

DISOPIRAMID

Indikasi:
aritmia ventrikel, terutama setelah infark miokard; aritmia supraventrikel.

Peringatan:
hentikan bila terjadi hipotensi, hipoglikemia, takikardia atau fibrilasi ventrikel atau torsades de pointes; fluter atau takikardia atrium dengan blok parsial, blok cabang bundel His, gagal jantung (hindari bila berat); pembesaran prostat; glaukoma; gangguan hati atau ginjal; kehamilan dan menyusui.

Interaksi:
lihat lampiran 1 (Disopiramid).

Kontraindikasi:
blok jantung derajat 2 atau 3 dan disfungsi SA (kecuali bila dipakai pacu jantung); syok kardiogenik; gagal jantung berat yang tidak terkompensasi.

Efek Samping:
takikardia ventrikel, fibrilasi ventrikel atau torsades de pointes (biasanya disertai dengan pemanjangan kompleks QRS atau interval QT), depresi miokard, hipotensi, blok AV; efek antimuskarinik (mulut kering, penglihatan kabur, retensi urin); iritasi saluran cerna; psikosis, penyakit kuning kolestatik, hipoglikemi.

Dosis:
oral, 300-800 mg sehari dalam dosis terbagi.

Injeksi intravena lambat, 2 mg/kg bb selama paling sedikit 5 menit sampai maksimal 150 mg, dengan pantauan EKG, segera diikuti dengan 200 mg oral, kemudian 200 mg tiap 8 jam selama 24 jam atau infus intravena 400 mcg/kg bb/jam, maksimal 300 mg dalam jam pertama dan 800 mg sehari.

KINIDIN

Indikasi:
supresi takikardia supraventrikel dan aritmia ventrikel (lihat di atas).

Peringatan:
dosis uji 200 mg untuk mendeteksi reaksi hipersensitivitas, penanganan khusus pada gagal jantung tidak terkompensasi, blok jantung derajat pertama tau kedua, miokarditis, kerusakan miokard berat dan pada miastenia gravis; kehamilan.

Interaksi:
lampiran 1 (Kinidin).

Kontraindikasi:
blok jantung.

Efek Samping:
lihat Prokainamid HCl; juga aritmia ventrikel, trombositopenia, anemia hemolitik; jarang hepatitis granuloma; juga sinkonisme.

Dosis:
oral, kinidin sulfat 200-400 mg 3-4 kali sehari.

Catatan: kinidin sulfat 200 mg = kinidin bisulfat 250 mg.

PROKAINAMID HIDROKLORIDA

Indikasi:
aritmia ventrikel, terutama setelah infark miokard, takikardia atrium.

Peringatan:
usia lanjut, gangguan hati atau ginjal, asma, miastenia gravis; kehamilan.

Interaksi:
lihat lampiran 1 (Prokainamid).

Kontraindikasi:
blok jantung, gagal jantung, hipotensi; SLE; tidak diindikasikan untuk torsades de pointes (dapat memperburuk); menyusui.

Efek Samping:
mual, diare, ruam kulit, demam, depresi miokard, gagal jantung, sindrom seperti SLE (Syndrome resembling systemic lupus erythematosus), agranulositosis setelah pemakaian lama; psikosis dan angioedema.

Dosis:
Injeksi intravena lambat, kecepatan tidak melebihi 50 mg/menit, 100 mg dengan pantauan EKG, diulang dengan interval 5 menit sampai aritmia teratasi; maksimum 1 g.

Infus intravena, 500-600 mg selama 25-30 menit dengan pantauan EKG, diikuti dengan penunjang dengan kecepatan 2-6 mg/menit, kemudian bila perlu secara oral seperti di atas, dimulai 3-4 jam setelah infus.

PROPAFENON HIDROKLORIDA

Indikasi:
aritimia ventrikel, takiaritmia supraventrikel paroksismal, termasuk fluter atau fibrilasi atrium paroksismal dan takikardia berulang paroksismal yang melibatkan AV node atau jalur tambahan, yang tidak memberikan respons terhadap terapi standar atau dikontraindikasikan.

Peringatan:
gagal jantung, lansia, pasien yang menggunakan pacu jantung, sangat hati-hati pada pasien obstruksi pernafasan akibat penggunaan beta bloker (dikontraindikasikan jika berat), gangguan fungsi hati (lampiran 2), gangguan fungsi ginjal (lampiran 3), kehamilan (lampiran 4), menyusui (lampiran 5).

Interaksi:
lampiran 1 (propafenon).

Kontraindikasi:
gagal jantung kongestif yang tidak terkontrol, syok kardiogenik (kecuali jika terinduksi karena aritmia), bradikardia berat, gangguan keseimbangan elektrolit, penyakit obstruksi paru berat, hipotensi berat, miastenia gravis, gangguan konduksi atrium, disfungsi nodus sinus (kecuali yang dapat dihindari dengan pacu jantung), AV block derajat dua atau yang lebih berat, bundle branch block or distal block.

Efek Samping:
efek antimuskarinik termasuk konstipasi, pandangan kabur, dan mulut kering; telah dilaporkan pusing, mual dan muntah, letih, mulut terasa pahit, diare, sakit kepala, dan reaksi alergi kulit; hipotensi postural, terutama pada lansia; bradikardi, sino-atrial, penghambatan atrioventrikel atau intraventrikel, efek aritmogenik (pro-aritmia), jarang terjadi: reaksi hipersensitivitas (kolestasis, gangguan darah, sindrom lupus), kejang; juga dilaporkan mioklonik.

Dosis:
Berat badan lebih dari atau sama dengan 70 kg, dosis awal 150 mg 3 kali sehari sesudah makan, di rumah sakit, yang langsung diikuti dengan monitoring EKG dan tekanan darah (jika perpanjangan interval QRS lebih dari 20%, dosis dikurangi atau dihentikan hingga EKG kembali ke normal); dosis dapat ditingkatkan menjadi 300 mg 2 kali sehari, dengan interval waktu sekurangnya 3 hari dan jika diperlukan, ditingkatkan menjadi maksimal 300 mg 3 kali sehari; Berat badan di bawah 70 kg, dosis dikurangi; Lansia, dapat merespons dosis yang lebih rendah.

Aritmia Ventrikel

Lidokain (lignokain) relatif aman bila diberikan sebagai injeksi intravena yang diberikan dengan lambat dan harus menjadi pilihan utama dalam keadaan darurat. Meskipun efektif dalam mengurangi takikardia ventrikel dan mengurangi risiko terjadinya fibrilasi ventrikel setelah infark miokard, obat ini tidak mengurangi mortalitas bila digunakan sebagai profilaksis dalam kondisi ini. Pada pasien dengan gagal jantung atau hati, dosis perlu dikurangi untuk mencegah terjadinya konvulsi, depresi SSP, atau depresi sistem kardiovaskular.

Meksiletin diberikan sebagai injeksi intravena yang diberikan secara lambat bila lidokain tidak efektif; obat ini mempunyai kerja yang serupa. Efek yang tidak diinginkan pada sistem kardiovaskular dan SSP membatasi dosis yang dapat ditoleransi; mual dan muntah dapat menyebabkan dosis efektif tidak dapat diberikan secara oral.

Morasizin adalah obat baru untuk profilaksis dan pengobatan aritmia ventrikel yang serius dan mengancam jiwa pada pasien yang kondisinya sudah stabil dengan pemberian morasizin.

Obat-obat baik untuk aritmia supraventrikel dan ventrikel meliputi amiodaron, beta bloker, disopiramid, flekainid, prokainamid, propafenon dan kinidin.

Monografi

FENITOIN NATRIUM

Indikasi:
aritmia (lihat keterangan di atas); untuk penggunaan pada epilepsi (lihat 4.8.1).

Peringatan:
lihat 4.8.1

Kontraindikasi:
Bradikardi sinus; blok SA; blok jantung derajat 2 dan 3; sindrom Stokes Adams.

Efek Samping:
lihat 4.8.1.

Dosis:
aritmia, injeksi intravena lewat kateter vena sentral, 3,5-5 mg/kg bb pada kecepatan tidak lebih dari 50 mg/menit, dengan pemantauan tekanan darah dan EKG; ulangi sekali lagi jika perlu (jarang dipakai, lihat keterangan di atas).

LIDOKAIN HIDROKLORIDA (Lignokain hidroklorida)

Indikasi:
aritmia ventrikel, terutama setelah infark miokard.

Peringatan:
dosis lebih rendah pada gagal jantung kongestif, pada gagal hati, gagal ginjal dan setelah bedah jantung; usia lanjut; kehamilan.

Interaksi:
lampiran 1 (Lidokain).

Kontraindikasi:
gangguan nodus SA, semua derajat blok AV, depresi miokard yang berat; porfiria.

Efek Samping:
pusing, kesemutan, atau mengantuk (terutama bila injeksi terlalu cepat); efek SSP lainnya (bingung, depresi pernapasan dan konvulsi); hipotensi dan bradikardia (sampai terjadi henti jantung); hipersensitivitas.

Dosis:
injeksi intravena, pada pasien tanpa gangguan sirkulasi yang berat, 100 mg sebagai bolus selama beberapa menit (50 mg pada pasien dengan BB lebih ringan atau pasien dengan gangguan sirkulasi yang berat), segera diikuti dengan infus 4 mg/menit selama 30 menit, 2 mg/menit selama 2 jam, kemudian 1 mg/menit; kadarnya dikurangi lagi bila infusnya dilanjutkan lebih dari 24 jam (pantauan EKG dan supervisi dokter ahli jantung).

Keterangan:

Penting. setelah injeksi intravena, lidokain masa kerjanya pendek (berakhir dalam 15-20 menit). Bila infus intravena tidak segera tersedia, injeksi intravena awal 50-100 mg dapat diulangi bila perlu 1 kali atau 2 kali dengan interval tidak kurang dari 10 menit).

MEKSILETIN HIDROKLORIDA

Indikasi:
Aritmia ventrikel, terutama setelah infark miokard.

Peringatan:
gangguan hati, pemantauan ketat pada awal terapi (termasuk EKG, tekanan darah); kehamilan.

Interaksi:
lihat lampiran 1 (Meksiletin).

Kontraindikasi:
bradikardi, syok kardiogenik, blok AV derajat tinggi (kecuali bila digunakan pacu jantung).

Efek Samping:
mual, muntah, konstipasi, diare, bradikardi, hipotensi fibrilasi atrium, palpitasi, gangguan konduksi, eksaserbasi aritmia, torsades de pointes; mengantuk, bingung, konvulsi, gangguan kejiwaan, disartria, ataksia, kesemutan, nistagmus, tremor; jaundice, hepatitis, rash, sindrom Stevens-Johnsons, gangguan darah; lihat juga keterangan di atas.

Dosis:

  • Oral, dosis awal 400 mg (mungkin ditingkatkan sampai 600 mg jika analgesik opioid juga diberikan), setelah 2 jam diikuti dengan 200-250 mg 3-4 kali sehari.
  • Injeksi intravena, 100-250 mg dengan kecepatan 25 mg/menit dengan pantauan EKG diikuti dengan infus 250 mg dalam larutan 0,1% selama 1 jam, 125 mg/jam untuk 2 jam, kemudian 500 mcg/menit.

Hanya seorang Apoteker biasa; Tidak pintar; Tidak bodoh; -Berbagi tidak Pernah Rugi- :)
Lihat semua tulisan 📑.

error: