Diuretika

Apoteker.Net – Diuretika golongan tiazid digunakan untuk mengurangi edema akibat gagal jantung dan dengan dosis yang lebih rendah, untuk menurunkan tekanan darah.

Diuretika kuat digunakan untuk edema paru akibat gagal jantung ventrikel kiri dan pada pasien dengan gagal jantung kronik.

Kombinasi diuretika dapat efektif untuk edema yang resisten terhadap pengobatan dengan diuretika tunggal . Misalnya, diuretika kuat dapat dikombinasi dengan diuretika hemat kalium. Diuresis yang hebat terutama oleh diuretika kuat dapat menyebabkan hipotensi akut; oleh karena itu, harus dihindari berkurangnya volume plasma yang terlalu cepat.

Pasien lanjut usia. Diuretika sering kali diresepkan secara berlebihan. Sebaiknya digunakan dosis awal yang rendah pada pasien lansia karena rentan terhadap efek samping golongan obat ini. Dosis harus disesuaikan menurut fungsi ginjal. Diuretika sebaiknya tidak digunakan terus-menerus dalam jangka panjang untuk mengobati edema kaki yang ringan (yang biasanya akan memberikan respon terhadap bertambahnya gerakan, mengangkat kaki atau dengan memakai kaos kaki pendukung).

Kehilangan kalium. Hipokalemia dapat terjadi pada penggunaan diuretika golongan tiazid maupun diuretika kuat. Risiko hipokalemia lebih bergantung pada lamanya kerja juga potensinya sehingga efek hipokalemia tiazid lebih besar daripada diuretika kuat dengan potensi yang sama. Hipokalemia akan berbahaya pada penyakit arteri koroner yang berat dan pada pasien yang juga sedang diobati dengan glikosida jantung. Seringkali penggunaan diuretika hemat kalium tidak boleh disertai suplemen kalium.

Pada gagal hati, hipokalemia yang disebabkan oleh diuretika dapat mencetuskan ensefalopati, terutama pada sirosis alkoholik. Diuretika mungkin juga meningkatkan risiko hipomagnesemia pada sirosis alkoholik, dan menimbulkan aritmia.

Spironolakton, diuretika hemat kalium, dipilih untuk edema yang timbul akibat sirosis hati. Suplemen kalium atau diuretika hemat kalium jarang diperlukan bila tiazid digunakan pada pengobatan rutin hipertensi. Suplemen kalium terutama diperlukan pada kondisi-kondisi berikut:

  1. Jika pasien termasuk usia lanjut, karena pasien semacam ini sering kekurangan kalium dalam dietnya.
  2. Pasien yang menggunakan digoksin atau obat anti aritmia, dimana deplesi kalium dapat menimbulkan aritmia jantung.
  3. Pasien yang mungkin mengalami hiperaldosteronisme, misalnya pada stenosis arteri ginjal, sirosis hati, sindroma nefrotik, dan gagal jantung yang berat.
  4. Pasien dengan kehilangan kalium yang berlebihan, seperti pada diare kronis yang terkait dengan malabsorpsi usus atau penyalahgunaan pencahar.
  5. Pasien yang menerima dosis tinggi tiazid atau diuretika kuat.

2.5.1 Tiazid

Tiazid dan senyawa-senyawa terkait merupakan diuretika dengan potensi sedang, yang bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi natrium pada bagian awal tubulus distal. Mula kerja diuretika golongan ini setelah pemberian per oral antara 1-2 jam, sedangkan masa kerjanya 12-24 jam. Lazimnya tiazid diberikan pada pagi hari agar diuresis tidak mengganggu tidur pasien.

Dalam tatalaksana hipertensi, tiazid dengan dosis rendah misalnya bendroflumetiazid (bendrofluazid) 2,5 mg sehari, menimbulkan efek penurunan tekanan darah yang maksimal atau hampir maksimal, dengan gangguan biokimia yang sangat kecil. Dosis yang lebih tinggi menyebabkan perubahan yang tajam atas kadar kalium, natrium, asam urat, glukosa, dan lipid plasma, tanpa meningkatkan pengendalian tekanan darah.

Bendrofluazid banyak digunakan untuk gagal jantung ringan atau sedang dan digunakan untuk hipertensi dalam bentuk tunggal untuk pengobatan hipertensi ringan atau dikombinasi dengan obat lain untuk hipertensi yang lebih berat. Digunakan juga untuk anak-anak.

Klortalidon mempunyai masa kerja yang lebih panjang daripada tiazid, dan dapat diberikan dua hari sekali untuk mengendalikan edema. Obat ini juga bermanfaat bila retensi yang akut dapat dicetuskan oleh diuresis yang lebih cepat, atau jika pasien tidak suka pola berkemihnya berubah oleh diuretika.

Tiazid dan diuretika terkait lainnya (termasuk benztiazid, klopamid, siklopentiazid, hidroklorotiazid dan hidroflumetiazid) tidak memberikan manfaat apapun yang melebihi bendrofluazid dan klortalidon. Metolazon terutama efektif bila dikombinasikan dengan suatu diuretika kuat (bahkan pada gagal ginjal) tetapi diuresis hebat dapat terjadi, sehingga pasien harus dipantau dengan seksama. Sipamid dan indapamid strukturnya mirip dengan klortalidon.

Indapamid dapat menurunkan tekanan darah dan sedikit memperburuk diabetes melitus.

Monografi

BENDROFLUAZID (BENDROFLUMETAZID)

Indikasi:
edema, hipertensi (lihat keterangan diatas).

Peringatan:
pada dosis tinggi atau gangguan ginjal perlu pantau elektrolit; memperburuk diabetes mellitus dan pirai; mungkin memperburuk SLE (lupus eritematosus sistemik); usia lanjut (lihat keterangan di atas); kehamilan dan menyusui; gangguan hati dan ginjal.

Interaksi:
lihat lampiran 1 (diuretika).

Kontraindikasi:
hipokalemia yang refraktur, hiponatremia; hiperkalsemia; gangguan ginjal dan hati yang berat; hiperurikemia yang simtomatik; penyakit Addison.

Efek Samping:
hipotensi postural dan gangguan saluran cerna yang ringan; impotensi (reversibel bila obat dihentikan); hipokalemia (lihat juga keterangan di atas), hipomagnesemia, hiponatremia, hiperurisemia, pirai, hiperglikemia, dan peningkatan kadar kolesterol plasma; jarang terjadi ruam kulit, fotosensitivitas; gangguan darah (termasuk neutropenia, bila dirasakan pada masa kehamilan akhir trombositopenia neonatal telah dilaporkan);pankreatitis, kolestatis intrahepatik, dan reaksi hipersensitivitas (termasuk pneumonitis, edema paru, reaksi kulit yang berat) juga dilaporkan.

Dosis:
edema, dosis awal 5-10 mg sehari atau berselang sehari pada pagi hari; dosis penunjang 5-10 mg 1-3 kali seminggu. Hipertensi, 2,5 mg pada pagi hari; dosis yang lebih tinggi jarang diperlukan (lihat keterangan diatas).

HIDROKLOROTIAZID

Indikasi:
edema, hipertensi.

Peringatan:
Pengurangan volume intravaskular: gejala hipotensi khususnya setelah dosis pertama dapat terjadi pada pasien yang kehilangan volume dan/atau garam oleh karena terapi diuretika, pembatasan diet garam, diare atau muntah; Arteri stenosis ginjal; Hipertensi renovaskular; Pasien dengan gangguan ginjal dan transplantasi ginjal; Pasien dengan gangguan hati: tiazid tidak boleh diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati atau penyakit hati progresif sejak alterasi minor dari larutan dan keseimbangan elektrolit dapat mempercepat koma hepatik; Pasien penderita katup jantung stenosis aorta dan mitral, hipertrofi obstruktif kardiomiopati; Pasien dengan aldosterisme primer; Metabolik dan efek endokrin: tiazid dapat mengganggu toleransi glukosa.

Pada pasien diabetes diperlukan penyesuaian dosis insulin atau agent oral hipoglikemik; Kondisi lain yang distimulasi oleh sistem renin-angiotensin-aldosteron; Ketidakseimbangan elektrolit: tiazid dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia, hiponatremia dan hipokloremik alkalosis). Tiazid dapat menurunkan eksresi kalsium urin dan dapat menyebabkan peningkatan serum kalsium sedikit demi sedikit dengan tidak adanya gangguan yang diketahui dari metabolisme kalsium. Hiperkalsemia ditandai dengan adanya hiperparatiroidisme yang tersembunyi.

Penggunaan tiazid harus dihentikan sebelum melakukan test untuk fungsi paratiroid. Tiazid juga menunjukkan peningkatan eksresi magnesium urin yang dapat mengakibatkan hipomagnesemia.

Interaksi:
alkohol, barbiturat atau narkotik; obat-obat antidiabetik (oral dan insulin); kolestiramin dan resin kolestipol; kortikosteroid, ACTH; glikosida digitalis; AINS; pressor amine (seperti noradrenalin); relaksan otot skelet nondepolarizing; garam kalsium; atropin, beperiden, siklofosfamid, metotreksat.

Kontraindikasi:
gangguan hati berat, gangguan ginjal berat (kreatinin klirens < 30 mL/menit), hipokalemia refraktori, hiperkalsemia, hamil dan menyusui (lihat lampiran 4 dan 5).

Efek Samping:
anoreksia, penurunan nafsu makan, iritasi lambung, diare, konstipasi, sialadenitis, pankreatitis, jaundice, xanthopsia, gangguan penglihatan sementara, leukopenia, neutropenia/ agranulositosis, thrombositopenia, anemia aplastik, anaemia hemolitik, depresi sumsum tulang belakang, reaksi fotosensitivitas, ruam, reaksi seperti cutaneous lupus erythematosus, reaktivasi cutaneous lupus erythematosus, urtikaria, vaskulitis, cutaneous vasculitis, reaksi anafilaksis, keracunan epidermal nekrolisis, demam, penekanan saluran pernafasan, gangguan ginjal, nefritis interstisial, kejang otot, lemas, gelisah, kepala terasa ringan, vertigo, paraesthesia, hipotensi postural, kardiak aritmia, gangguan tidur dan depresi.

Dosis:
edema, dosis awal 12,5-25 mg sehari, untuk penunjang jika mungkin dikurangi; edema kuat pada pasien yang tidak mampu untuk mentoleransi diuretika berat, awalnya 75 mg sehari.

Hipertensi, dosis awal 12,5 mg sehari, jika perlu tingkatkan sampai 25 mg sehari (lihat juga keterangan diatas). Usia Lanjut. Pada pasien tertentu (terutama usia lanjut) dosis awal 12,5 mg sehari mungkin cukup.

INDAPAMID

Indikasi:
hipertensi esensial.

Peringatan:
gangguan ginjal (hentikan bila memburuk); pantau kadar kalium dan urat plasma pada usia lanjut, hiperaldosteronisme, pirai, atau pengobatan bersama glikosida jantung; hiperparatiroidisme (hentikan jika hiperkalsemia); kehamilan dan menyusui.

Interaksi:
lihat lampiran 1 (diuretika).

Kontraindikasi:
stroke yang baru saja terjadi, gangguan hati yang berat.

Efek Samping:
hipokalemia, sakit kepala, pusing, konstipasi, dispepsia, ruam kulit (eritema multiforme, nekrolisis epidermal dilaporkan); jarang terjadi hipotensi ortostatik, palpitasi, enzim hati meningkat, gangguan darah (termasuk trombositopenia), hiponatremia, alkalosis metabolik, hiperglikemia, kadar urat plasma meningkat, parestesia meningkat, fotosensitivitas, impotensi, gangguan ginjal, miopia akut yang reversibel; diuresis dengan dosis di atas 2,5 mg sehari.

Dosis:
2,5 mg sehari pada pagi hari.

KLORTALIDON

Indikasi:
asites karena sirosis pada sekelompok pasien (dibawah pengawasan dokter), edema karena sindrom nefrotik, hipertensi (lihat juga keterangan diatas); gagal jantung kronik yang ringan sampai sedang; diabetes insipidus.

Peringatan: Kontraindikasi: Efek Samping:
lihat pada Bendrofluazid.

Dosis:
edema, hingga 50 mg sehari selama periode terbatas.
Hipertensi, 25 mg pada pagi hari, jika perlu tingkatkan sampai 50 mg (lihat juga keterangan di atas)

METOLAZON

Indikasi:
edema, hipertensi (lihat juga keterangan di atas).

Peringatan:
lihat pada Bendrofluazid; juga diuresis berat pada pemberian bersama furosemid (pantau pasien dengan seksama); porfiria.

Kontraindikasi & Efek Samping:
lihat pada Bendrofluazid.

Dosis:
edema, 5-10 mg pada pagi hari; jika perlu tingkatkan sampai 20 mg sehari pada edema resisten, maksimal 80 mg sehari
Hipertensi, dosis awal 5 mg pada pagi hari; dosis penunjang 5 mg selang sehari.

SIPAMID

Indikasi:
edema, hipertensi (lihat juga keterangan di atas).

Peringatan:
lihat pada Bendrofluazid; juga porfiria.

Kontraindikasi:
lihat pada Bendrofluazid.

Efek Samping:
gangguan saluran cerna; pusing ringan; hipokalemia, lebih jarang terjadi gangguan elektrolit lain seperti hiponatremia.

Dosis:
edema, dosis awal 40 mg pada pagi hari; tingkatkan sampai 80 mg pada kasus resisten; dosis penunjang 20 mg pada pagi hari.
Hipertensi, 20 mg pada pagi hari.

2.5.2 Diuretika Kuat

Diuretika kuat digunakan dalam pengobatan edema paru akibat gagal jantung ventrikel kiri. Pemberian intravena mengurangi sesak nafas dan mengurangi preload lebih cepat dari yang diharapkan dari mula kerja diuresis. Diuretika kuat ini juga digunakan pada pasien gagal jantung kronik. Edema yang resisten terhadap diuretika (kecuali edema limfa dan edema akibat stasis vena perifer atau antagonis kalsium) dapat diobati dengan diuretika kuat yang dikombinasikan dengan tiazid atau diuretika sejenis (contoh bendroflumetiazid 5-10 mg sehari atau metolazon 5-20 mg sehari).

Diuretika kuat kadang-kadang digunakan untuk menurunkan tekanan darah terutama pada hipertensi yang resisten terhadap terapi tiazid. Diuretika kuat menghambat resorpsi cairan dari ascending limb of the loop of Henle dalam tubulus ginjal dan merupakan diuretika yang kuat. Hipokalemia dapat terjadi, dan perlu hati-hati untuk menghindari hipotensi. Jika terdapat pembesaran prostat, dapat terjadi retensi urin. Risiko ini kemungkinan terjadinya kecil bila pada awalnya digunakan diuretika dosis kecil dan tidak terlalu poten.

Furosemid dan bumetanid aktivitasnya serupa. Keduanya bekerja dalam waktu 1 jam setelah pemberian oral dan efek diuresis berakhir dalam 6 jam, sehingga jika perlu dapat diberikan 2 kali dalam satu hari tanpa mengganggu tidur. Setelah pemberian intravena kedua obat tersebut menghasilkan efek puncak dalam 30 menit. Diuresis yang dikaitkan dengan kedua obat ini ternyata berhubungan dengan dosis. Pada pasien dengan fungsi ginjal terganggu, kadang-kadang diperlukan dosis yang sangat besar. Pada dosis besar, keduanya dapat menyebabkan ketulian dan bumetamid dapat menyebabkan mialgia.

Furosemid banyak digunakan pada anak-anak. Obat ini digunakan untuk edema paru, gagal jantung kongestif dan hipertensi karena gagal jantung atau ginjal. Furosemid kadang-kadang menyebabkan otoksisitas tapi risiko ini dapat dikurangi dengan memberikan dosis oral yang besar dalam 2 atau lebih dosis terbagi. Penggunaan jangka panjang pada neonatus dapat menimbulkan nefrokalsinosis yang disebabkan meningkatnya kehilangan kalsium melalui urin. Pada kasus ini lebih baik digunakan tiazid.

Torasemid memiliki sifat-sifat yang sama dengan furosemid dan bumetamid, dan digunakan untuk edema dan hipertensi.

Monografi

BUMETAMID

Indikasi:
edema (lihat keterangan di atas); oliguria karena gagal ginjal.

Peringatan:
lihat pada Furosemid; gangguan hati; gangguan ginjal; kehamilan dan menyusui.

Kontraindikasi:
lihat pada furosemid.

Efek Samping:
lihat pada furosemid; juga mialgia.

Dosis:
oral, 1 mg pada pagi hari, jika perlu ulangi setelah 6-8 jam; kasus yang parah tingkatkan sampai 5 mg sehari atau lebih. USIA LANJUT. 0,5 mg sehari mungkin cukup Injeksi intravena, 1-2 mg, ulangi setelah 20 menit;
jika injeksi intramuskuler perlu dipertimbangkan, dosis awal 1 mg kemudian disesuaikan menurut responsnya Infus intravena, 2-5 mg selama 30-60 menit.

FUROSEMID

Indikasi:
udem karena penyakit jantung, hati, dan ginjal. Terapi tambahan pada udem pulmonari akut dan udem otak yang diharapkan mendapat onset diuresis yang kuat dan cepat.

Peringatan:
hipotensi, pasien dengan risiko penurunan tekanan darah, diabetes melitus, gout, sindrom hepatorenal, hipoproteinemia, bayi prematur.

Interaksi:
glukokortikoid, karbenoksolon, atau laksatif: meningkatkan deplesi kalium dengan risiko hipokalemia. Antiinflamasi non-steroid (AINS), probenesid, metotreksat, fenitoin, sukralfat: mengurangi efek dari furosemid. Glikosida jantung: meningkatkan sensitivitas miokardium. Obat yang dapat memperpanjang interval QT: meningkatkan risiko aritmia ventrikular. Salisilat: meningkatkan risiko toksisitas salisilat. Antibiotik aminoglikosida, sefalosporin, dan polimiksin: meningkatkan efek nefrotoksik dan ototoksik. Sisplastin: memungkinkan adanya risiko kerusakan pendengaran. Litium: meningkatkan efek litium pada jantung dan neurotoksik karena furosemid mengurangi eksresi litium. Antihipertensi: berpotensi menurunkan tekanan darah secara drastis dan penurunan fungsi ginjal. Probenesid, metotreksat: menurunkan eliminasi probenesid dan metotreksat. Teofilin: meningkatkan efek teofilin atau agen relaksan otot. Antidiabetik dan antihipertensi simpatomimetik: menurunkan efek obat antidiabetes dan antihipertensi simpatomimetik. Risperidon: hati-hati penggunaan bersamaan. Siklosporin: meningkatkan risiko gout. Media kontras: risiko pemburukan kerusakan ginjal. Kloralhidrat: mungkin timbul panas, berkeringat, gelisah, mual, peningkatan tekanan darah dan takikardia.

Kontraindikasi:
gagal ginjal dengan anuria, prekoma dan koma hepatik, defisiensi elektrolit, hipovolemia, hipersensitivitas.

Efek Samping:
Sangat umum: gangguan elektrolit, dehidrasi, hipovolemia, hipotensi, peningkatan kreatinin darah.
Umum: hemokonsentrasi, hiponatremia, hipokloremia, hipokalemia, peningkatan kolesterol darah, peningkatan asam urat darah, gout, enselopati hepatik pada pasien dengan penurunan fungsi hati, peningkatan volume urin.
Tidak umum: trombositopenia, reaksi alergi pada kulit dan membran mukus, penurunan toleransi glukosa dan hiperglikemia, gangguan pendengaran, mual, pruritus, urtikaria, ruam, dermatitis bulosa, eritema multiformis, pemfigoid, dermatitis eksfoliatif, purpura, fotosensitivitas.
Jarang: eosinofilia, leukositopenia, anafilaksis berat dan reaksi anafilaktoid, parestesia, vakulitis, muntah, diare, nefritis tubulointerstisial, demam.
Sangat jarang: anemia hemolitik, anemia aplastik, agranulositosis, tinnitus, pankreatitis akut, kolestasis intrahepatik, peningkatan transaminase.
Tidak diketahui frekuensinya: hipokalsemia, hipomagnesemia, alkalosis metabolik, trombosis, sindroma Stevens-Johnson, nekrolisis epidermal toksik, pustulosis eksantema generalisata akut (Acute Generalized Exanthematous Pustulosis/AGEP), reaksi obat dengan eosinofilia dan gejala sistemik (Drug Reaction with Eosinophilia and Systemic Symptom/DRESS), peningkatan natrium urin, peningkatan klorida urin, peningkatan urea darah, gejala gangguan fungsi mikturisi, nefrokalsinosis dan/atau nefrolitiasis pada bayi prematur, gagal ginjal, peningkatan risiko persistent ductus arteriosus pada bayi prematur usia seminggu, nyeri lokal pada area injeksi.

Dosis:
Oral: Udem. Dewasa, dosis awal 40 mg pada pagi hari, penunjang 20-40 mg sehari, tingkatkan sampai 80 mg sehari pada udem yang resistensi. Anak, 1-3 mg/kg BB sehari, maksimal 40 mg sehari. Oliguria. Dosis awal 250 mg sehari. Jika diperlukan dosis lebih besar, tingkatkan bertahap dengan 250 mg, dapat diberikan setiap 4-6 jam sampai maksimal dosis tunggal 2 g (jarang digunakan).

Injeksi intravena atau intramuskular: Udem. Dewasa >15 tahun, dosis awal 20-40 mg, dosis dapat ditingkatkan sebesar 20 mg tiap interval 2 jam hingga efek tercapai. Dosis individual diberikan 1-2 kali sehari. Pemberian injeksi intravena harus perlahan dengan kecepatan tidak melebihi 4 mg/menit. Pemberian secara intramuskular hanya dilakukan bila pemberian oral dan intravena tidak memungkinkan. Intramuskular tidak untuk kondisi akut seperti udem pulmonari. Udem pulmonari akut. Dosis awal 40 mg secara intravena. Jika tidak mendapatkan respons yang diharapkan selama 1 jam, dosis dapat ditingkatkan hingga 80 mg secara intravena lambat. Udem otak. Injeksi intravena 20-40 mg 3 kali sehari. Diuresis mendesak.Dosis 20-40 mg diberikan bersama infus cairan elektrolit. Bayi dan anak <15 tahun, pemberian secara parenteral hanya dilakukan bila keadaan mendesak atau mengancam jiwa (1 mg/kg BB hingga maksimum 20 mg/hari).

TORASEMID

Indikasi:
edema (lihat keterangan di atas); hipertensi.

Peringatan:
lihat pada furosemid; gagal hati; gagal ginjal; kehamilan.

Kontraindikasi:
lihat furosemid.

Efek Samping:
lihat furosemid; juga mulut kering; paraestesia anggota badan jarang.

Dosis:
oral, edema, 5 mg sekali sehari, sebaiknya pada pagi hari, jika perlu tingkatkan sampai 20 mg sekali sehari; dosis maksimal 40 mg sehari. Hipertensi, 2,5 mg sehari, bila perlu tingkatkan sampai 5 mg sekali sehari.

2.5.3 Diuretika Hemat Kalium

Amilorid dan triamteren tunggal merupakan diuretika yang lemah. Keduanya menyebabkan retensi kalium dan karenanya digunakan sebagai alternatif yang lebih efektif sebagai suplementasi kalium pada penggunaan tiazid atau diuretika kuat. Suplemen kalium tidak boleh diberikan bersama diuretika hemat kalium. Juga penting untuk diingat bahwa pemberian diuretika hemat kalium pada seorang pasien yang menerima suatu penghambat ACE atau antagonis reseptor angiotensin II dapat menyebabkan hiperkalemia berat.

Monografi

AMILORID HIDROKLORIDA

Indikasi:
edema, konversi kalium dengan tiazid dan diuretika kuat.

Peringatan:
kehamilan dan menyusui; gangguan ginjal; diabetes mellitus; usia lanjut.

Interaksi:
lihat pada lampiran 1 (diuretika).

Kontraindikasi:
Hiperkalemia, gagal ginjal.

Efek Samping:
meliputi gangguan saluran cerna, mulut kering, ruam kulit, bingung, hipotensi postural, hiperkalemia, hiponatremia.

Dosis:
digunakan sendiri, dosis awal 10 mg sehari atau 5 mg 2 kali sehari, sesuaikan menurut respons; maksimal 20 mg sehari. Dengan diuretika lain, gagal jantung kongestif dan hipertensi, dosis awal 5-10 mg sehari; sirosis dengan asites, dosis awal 5 mg sehari.

TRIAMTEREN

Indikasi:
edema, sebagai penahan kalium dalam terapi kombinasi dengan hidroklortiazid dan diuretika kuat.

Peringatan:
lihat keterangan pada amilorid hidroklorida; dapat menyebabkan warna urin berubah menjadi biru fluoresens.

Kontraindikasi:
lihat keterangan pada amilorid hidroklorida.

Efek Samping:
gangguan saluran cerna, mulut kering, ruam kulit; sedikit penurunan tekanan darah, hiperkalemia, hiponatremia; juga dilaporkan fotosensitivitas dan gangguan darah; triamteren ditemukan pada batu ginjal.

Dosis:
Awal, 150-250 mg per hari, dosis dikurangi menjadi setiap dua hari setelah satu minggu; diberikan dalam dosis terbagi setelah sarapan dan makan siang; dosis awal yang lebih rendah jika diberikan bersama diuretika lain.

Antagonis Aldosteron

Spironolakton mempotensiasi tiazid atau diuretika kuat dengan cara melawan kerja aldosteron. Spironolakton bermanfaat dalam pengobatan udem sirosis pada hati. Spironolakton dosis rendah bermanfaat pada gagal jantung berat. Spironolakton juga digunakan untuk hiperaldo-steronisme (sindrom Conn). Spironolakton diberikan sebelum pembedahan. Apabila pembedahan tidak mungkin dilakukan, spironolakton diberikan dengan dosis efektif terendah untuk penunjang.

Spironolakton adalah diuretika hemat kalium yang paling sering digunakan pada anak-anak, obat ini merupakan antagonis aldosteron dan meningkatkan retensi kalium dan ekskresi natrium di tubulus distal. Spironolakton dikombinasikan dengan diuretika lain untuk mengurangi hilangnya kalium melalui urin. Obat ini juga digunakan dalam jangka waktu panjang untuk penatalaksanaan sindrom Bartter dan dosis tinggi dapat mengendalikan asites pada bayi dengan hepatitis neonatal menahun (kronis). Manfaat klinis spironolakton dalam penatalaksanaan udem paru pada awal neonatal prematur dengan penyakit paru kronis belum diketahui dengan pasti.

Eplerenon digunakan sebagai terapi tambahan pada disfungsi ventrikel kiri yang disertai dengan kejadian gagal jantung setelah infark miokard.

Seperti juga diuretika hemat kalium, suplemen kalium tidak boleh diberikan bersama dengan antagonis aldosteron.

Monografi

SPIRONOLAKTON

Indikasi:
edema dan asitas pada sirosis hati, asites malignan, sindroma nefrotik, gagal jantung kongestif; hiperaldosteronism primer.

Peringatan:
produk-produk metabolik berpotensi karsinogenik pada hewan mengerat; usia lanjut; gangguan hati; gangguan ginjal (hindari bila sedang sampai berat); pantau elektrolit (hentikan bila terjadi hiperkalemia, hiponatremia; penyakit Addison).

Efek Samping:
gangguan saluran cerna; impotensi, ginekomastia, menstruasi tidak teratur, letargi, sakit kepala, bingung; ruam kulit; hiperkalemia; hiponatremia; hepatotoksisitas, osteomalasia, dan gangguan darah dilaporkan.

Dosis:
100-200 mg sehari, jika perlu tingkatkan sampai 400 mg; Anak. dosis awal 3 mg/kg bb dalam dosis terbagi.

EPLERENON

Indikasi:
tambahan terapi standar termasuk beta bloker untuk mengurangi risiko mortalitas dan morbiditas kardiovaskuler pada pasien disfungsi ventrikel kiri yang stabil LVEF < 40%, dengan bukti klinis gagal jantung setelah infark miokard.

Peringatan:
periksa kadar kalium plasma sebelum terapi, selama pemberian awal, dan saat perubahan dosis; lansia, gangguan fungsi hati; gangguan fungsi ginjal (lampiran 3); kehamilan (lampiran 4); menyusui (lampiran 5).

Interaksi:
diuretika (lampiran 1).

Kontraindikasi:
hiperkalemia, penggunaan bersamaan dengan diuretika hemat kalium, atau suplemen kalium; hipersensitif terhadap komponen obat, gangguan fungsi ginjal (bersihan kreatinin di bawah 50 mL/menit), gangguan fungsi hati, pasien dengan kadar kalium serum awal di atas di atas 5,0 mmol/L.

Efek Samping:
diare, mual; hipotensi; pusing; hiperkalemia; lebih jarang perut kembung, muntah, atrial fibrillation, hipotensi postural, arterial thrombosis, dislipidemia, faringitis, sakit kepala, insomnia, pyelonefritis, hiponatremia, dehidrasi, eosinofilia, asthenia, malaise, sakit punggung, kram kaki, gangguan fungsi ginjal, azotemia, berkeringat, gatal.

Dosis:
dosis awal 25 mg sehari sekali, ditingkatkan dalam 4 minggu sampai 50 mg sehari sekali dengan mempertimbangkan kadar kalium serum (lihat tabel).

Tabel pengaturan dosis sesudah pemberian awal

Kalium serum (mmol/L)TindakanPenyesuaian dosis
<5,0Ditingkatkan1×25 mg setiap dua hari menjadi 1×25 mg setiap hari

1×25 mg setiap hari menjadi 1×50 mg setiap hari

5,0–5,4TetapTidak ada penyesuaian dosis
5,0–5,9Diturunkan1×50 mg setiap hari menjadi 1×25 mg setiap hari
1×25 mg setiap hari menjadi 1×25 mg setiap dua hari
1x25mg setiap dua hari menjadi dihentikan
>6,0DihentikanTidak ada

Terapi eplerenon biasanya dimulai antara 3-14 hari setelah infark miokard akut; pasien dengan kalium serum di atas 5,0 mmol/L tidak boleh dimulai dengan eplerenon, kalium serum harus diukur sebelum memulai terapi eplerenon selama satu minggu dan satu bulan, sesudah dimulainya terapi atau penyesuaian dosis; kalium serum harus dinilai secara periodik; tidak dianjurkan untuk anak-anak.

Eplerenon dihentikan karena kalium serum > 6,0 mmol/L, eplerenon dapat dimulai kembali dengan dosis 25 mg dua kali sehari jika kadar kalium serum menurun di bawah 5,0 mmol/L.

2.5.4 Diuretika Osmotik

Diuretika golongan ini jarang digunakan pada gagal jantung karena dapat meningkatkan volume darah secara akut. Manitol digunakan pada edema serebral, dengan dosis 1 g/kg sebagai larutan 20% yang diberikan lewat infus intravena dengan kecepatan yang cepat. Manitol juga digunakan untuk mengurangi meningkatnya tekanan intra okuler.

Monografi

MANITOL

Indikasi:
edema serebral.

Peringatan:
gagal jantung kongestif, edema paru.

Efek Samping:
menggigil, demam.

Dosis:
infus intravena, diuresis, 50 – 200 mg selama 24 jam, didahului oleh dosis uji 200 mg/kg bb injeksi intravena yang lambat. Serebral edema, lihat keterangan diatas.

2.5.5 Penghambat Carbonic Anhydrase

Penghambat enzim karbonik anhidrase (asetazolamid) merupakan diuretika yang lemah dan jarang digunakan untuk efek diuretikanya. Asetazolamid dan tetes mata dorzolamid menghambat pembentukan cairan bola mata dan digunakan untuk glaukoma (lihat 11.4). Pada anak-anak, asetazolamid juga digunakan untuk pengobatan epilepsi dan meningkatkan tekanan intrakranial.

2.5.6 Diuretika Kombinasi

Ada pasien yang dalam pengobatan dengan diuretika tidak memerlukan suplementasi kalium. Pada pasien yang memerlukan suplementasi kalium, jumlah kalium pada sediaan kombinasi mungkin tidak mencukupi, karena itu penggunaannya tidak terlalu dianjurkan.

Diuretika dengan suplemen kalium dan diuretika hemat kalium tidak boleh diberikan bersamaan.

Diuretika dan suplemen kalium harus diberikan secara terpisah pada anak-anak.

KONSELING. Tablet kalium dengan formulasi lepas lambat harus ditelan utuh dengan banyak minum, diberikan saat makan dapat sambil duduk atau berdiri.

Hanya seorang Apoteker biasa; Tidak pintar; Tidak bodoh; -Berbagi tidak Pernah Rugi- :)
Lihat semua tulisan 📑.