Apoteker.Net – Apoteker mempunyai peranan yang sangat penting di pelayanan farmasi seperti apotek. Tidak melulu harus selalu meracik atau mengerjakan resep obat, apoteker juga memiliki tugas dalam pemantauan dan pencegahan beredarnya obat palsu hingga transaksi obat tanpa melalui resep dokter (terutama golongan obat keras, prekursor, psikotropika dan narkotika).
Seperti dikutip dari situs Viva.co.id, Ketua Pengurus Pusat IAI (Ikatan Apoteker Indonesia) bapak Drs. Nurul Falah Eddy Pariang, Apt., rasio perbandingan jumlah apoteker untuk kebutuhan rumah sakit berkisar antara 8-18 (tergantung tipe rumah sakit). Indonesia saat ini tercatat memiliki apoteker dengan jumlah mendekati 70.000 orang yang sudah teregistrasi. Jumlah ini diperkirakan cukup untuk mengisi kebutuhan akan tenaga apoteker di seluruh Indonesia.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (PERMENKES) Tahun 2016, pada dasarnya segala bentuk layanan kefarmasian bisa dilakukan JIKA apoteker yang bertanggung jawab ada di tempat.
“Kalau apotekernya tidak ada, berarti tempat tersebut tidak bisa melakukan penjualan/transaksi obat atau tutup,” Kata bapak Nurul Falah kepada VIVA.co.id.
Bapak Nurul Falah juga menekankan, KEMENKES (Kementerian Kesehatan) mengkehendaki diberlakukannya law enforcement untuk apoteker yang terbukti melanggar aturan atau kedisiplinan. Atau, jika ternyata ada kasus yang fatal, bukan tidak mungkin Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) yang bersangkutan akan dicabut.
Sehingga, teruntuk pasien atau keluarga pasien yang mau membeli obat di tempat-tempat layanan kefarmasian seperti apotek, sebisa mungkin melakukan cek terlebih dahulu; “apakah apoteker-nya ada/standby?“. Seperti yang tercantum dalam PERMENKES Nomor 9 Tahun 2017, apoteker harus memasang papan nama di mana ia berpraktek. Dan ketika bertugas, Apoteker memakai jas berwarna putih gading atau putih kekuningan dengan tulisan “Apoteker” pada dadanya.
“Tanyakan, apakah ada apotekernya, jika tidak ada, sebaiknya pindah ke apotek lain yang apotekernya ada. Kalau terdapat pelanggaran, apoteker juga bisa dilaporkan ke Pengurus Cabang IAI di mana pelanggaran itu terjadi.”, kata Bapak Nurul Falah.
Selain itu, pendistribusian atau jual-beli obat keras secara bebas di apotek-apotek nakal juga merupakan tanggungjawab dari seorang apoteker. Meskipun, pada umumnya apotek tempat apoteker bekerja adalah milik orang lain (bos/investor), akan tetapi SIA (Surat Izin Apotek) yang diterbitkan menggunakan nama sang apoteker.
Jadi, sudah menjadi kewajiban bahwa seorang apoteker seharusnya bisa mencegah terjadinya transaksi jual-beli obat dengan bebas. Karena, obat adalah “barang” khusus dalam dunia kesehatan, bukan komoditi yang bisa diperjual-belikan secara umum tanpa pengawasan apoteker.