Apoteker.Net – Menjadi sebuah pertanyaan besar bagi apoteker yang baru disumpah ataupun bagi apoteker yang belum berpraktik. Di mana apoteker berpraktik? Tentu, dilihat dari namanya saja apotek-er yang berarti seseorang yang berpraktik di apotek. Entah itu di apotek rumah sakit, apotek klinik, apotek puskesmas ataupun apotek yang berdiri sendiri.
Dari beberapa tempat tersebut, mayoritas lowongan pekerjaan praktik apoteker terbuka luas pada apotek yang berdiri sendiri. Sebuah permasalahan akan muncul saat sang apoteker bukan menjadi pemilik sarana apotek atau kita lebih mengenalnya PSA. Saat PSA bukan seorang apoteker maka apoteker harus tetap menjunjung tinggi harkat dan martabat seorang apoteker agar bisa dihormati di mata masyarakat.
Seorang PSA akan memberikan beberapa argumen kepada apoteker baru agar bisa diberikan gaji yang minim padahal jika ditelusuri secara panjang, begitu besar dan banyak perjuangan yang dilalui untuk menjadi seorang apoteker. Bukan hanya biaya, waktu, tenaga, pikiran yang terkuras pada saat menjalani pendidikan hingga apoteker.
Pertama, apotek masih baru. Ini menjadi alasan agar PSA tidak terlalu banyak pengeluaran pada saat mendirikan apotek. Sehingga, dengan argumen tersebut apoteker akan diberikan tawaran untuk digaji di bawah standar. Risiko memulai sebuah usaha, memang harus bisa menghemat pengeluaran tetapi bukan malah profesi apoteker dalam artian dipandang sebelah mata dengan memberikan gaji di bawah standar ketetapan yang ada.
Kedua, apotek belum ada pasien/pelanggan. Alasan kedua ini pun memang dianggap wajar bagi PSA sebab apotek baru maka dari itu masih belum ada pasien yang menjadi pelanggan tetap di apotek. Maka dari itu, sangat dianjurkan agar apotek baru berdiri bersamaan dengan praktik dokter agar menjadi kekuatan sendiri bagi apotek untuk mencari pelanggan atau pasien tetap. Memang kita ketahui bersama, memasukan terbesar dari apotek berada di resep-resep dokter yang diterima di apotek tersebut.
Ketiga, obat yang dipesan tidak banyak. Pemesanan obat bisa melihat dari pola penyakit dan pola konsumsi obat di masyarakat sekitaran apotek yang akan berdiri. Kita akui saat apotek baru maka pemesanan obat pun tidak terlalu banyak agar bisa menghemat pengeluaran pada awalnya.
Faktor-faktor tersebut di atas bermuara pada satu permasalahan yakni modal. Saat PSA ingin menekankan pada modal dan hanya sedikit yang tersedia maka dia akan mencari jalan agar modal yang dia keluarkan bisa minim dengan berbagai cara, salah satunya menekan pengeluaran untuk gaji apoteker.
Banyak apoteker yang menerima tawaran tersebut tetapi ada beberapa pula yang menolak. Dengan berbagai alasan yang dimiliki masing-masing. Namun, seorang apoteker harus bisa menghormati dan menghargai profesinya agar masyarakat pun mampu menghargai dan menghormati apoteker.
Jikalau sang apoteker tidak bisa menghormati dan menghargai profesi yang ada pada dirinya, bagaimanakah orang-orang akan menghargai dan menghormati profesi apoteker?
Sebelum orang lain menghormati dan menghargai apoteker. Apoteker tentu harus terlebih dahulu menghormati dan menghargai profesinya sendiri. Ada beberapa cara yang dilakukan seorang apoteker untuk menghargai dan menghormati profesi apoteker, antara lain:
Pertama, mau berpraktik tanpa mengenal istilah teken kabur. Pada saat mencari lowongan pekerjaan praktik apoteker di apotek, apoteker harus berazzam yang kuat untuk praktik bukan untuk teken kabur. Sebab, tekab masih menjadi tradisi dan PSA pun termindset bahwa mendirikan apotek bisa dengan meminjam nama apoteker saja tanpa harus membuat apotekernya berpraktik. Ini harus ada di dalam diri para apoteker. Apoteker berpraktik di apotek. Dengan apoteker mau berpraktik di apotek menjadikan PSA berpikir untuk menghormati dan menghargai praktik yang dilakukan oleh apoteker. Jika PSA hanya menginginkan meminjam nama apoteker, di sini letak awal mula apoteker tidak bisa menghargai dan menghormati profesinya dengan cara meminjamkan namanya untuk mendirikan apotek tanpa harus berpraktik di apotek tersebut.
Kedua, jujur pada diri sendiri. Apoteker masih banyak yang terlena dengan realita yang ada sehingga dia tidak bisa jujur pada dirinya sendiri. Dia tahu jika teken kabur itu salah, tapi dia tetap “membenarkan” tradisi tersebut. Secara tidak langsung dia tidak jujur pada dirinya sendiri. Jika nilai kejujuran dalam diri sendiri sudah pupus, bagaimanakah nilai kejujuran yang ada di luar diri? Nilai kejujuran ini yang sudah lama terkikis pada tubuh apoteker. Kejujuran untuk mengatakan yang salah adalah salah dan mengatakan yang benar adalah benar. Sudah saatnya apoteker berbenah untuk jujur pada diri sendiri. Agar nilai kejujuran itu pun bisa tertular di masyarakat luas.
Ketiga, tegas pada diri sendiri. Apoteker harus tegas pada diri sendiri. Tegas dalam artian berpendirian teguh pada prinsip dan etika yang ada. Apoteker sendiri memiliki kode etik yang harus dipatuhi dan dilaksanakan. Sebelum menjadi apoteker pun disumpah dengan sumpah apoteker.
Nilai-nilai yang ada pada sumpah apoteker dan kode etik apoteker itulah yang harus dipegang kuat dan tegas oleh apoteker dalam menjalani praktik sehari-hari. Kebanyakan dari kita, setelah selesai di sumpah. Lupa akan isi sumpah tersebut. Hanya sebatas pelafalan dalam prosesi sumpahan tapi tidak diikuti dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang tertuang pada peraturan pemerintah No. 20 Tahun 1962 lafal sumpah apoteker tersebut yakni:
- Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan terutama dalam
bidang kesehatan - Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai apoteker
- Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan kefarmasian saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan
- Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian
- Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik, kepartaian atau kedudukan sosial
- Saya ikrarkan sumpah/janji ini dengan sungguh-sungguh dan dengan penuh keinsyafan
Sudah hilang dari ingatkankah lafal sumpah tersebut? Sehingga hingga saat ini kita belum bisa menghargai dan menghormati profesi apoteker. Jika bukan apoteker sendiri yang mengawali untuk menghormati dan menghargai profesinya sendiri siapakah yang akan mengawali? Lupakah saat mengucapkan sumpah tersebut kita awali dengan menyebutkan nama Tuhan?
Kembali ke pertanyaan awal, sudahkah profesi apoteker dihormati dan dihargai? Kini, kita bisa menelisik diri sendiri untuk menjawab pertanyaan tersebut. Hanya apoteker sendiri yang tahu jawaban tersebut, sebab dialah aktor utama yang tampil saat berada di masyarakat.