Depresi – Sistem Saraf Pusat

Apoteker.Net – Antidepresan efektif pada pengobatan depresi major derajat sedang sampai berat yang meliputi depresi major yang terkait penyakit fisik dan setelah melahirkan. Obat kelompok ini juga efektif untuk dysthymia (depresi kronik derajat rendah). Obat antidepresan tidak seluruhnya efektif untuk depresi akut yang ringan namun percobaan dapat dipertimbangkan pada kasus yang refrakter (tidak dapat diatasi) dengan pengobatan/ terapi psikologis.

Keamanan dan khasiat obat antidepresi dalam mengobati depresi pada anak belum diketahui dengan pasti. Informasi keamanan penggunaan jangka panjang obat pada anak juga masih sedikit.

Pemilihan Kelas utama obat antidepresan adalah antidepresan trisiklik dan sejenisnya, SSRI, dan penghambat MAO. Beberapa antidepresan yang tidak dapat diakomodasi dalam kategori di atas dimasukkan kedalam bab 4.3.4.

Pemilihan antidepresan sebaiknya berdasarkan kebutuhan pasien secara individual, termasuk didalamnya kemungkinan penyakit yang diderita pada saat yang bersamaan, pengobatan yang sedang dijalankan, risiko bunuh diri, dan respon terhadap terapi obat antidepresan sebelumnya.

Antidepresan trisiklik lainnya dan sejenisnya dan SSRI umumnya lebih disukai karena penghambat MAO kurang efektif dan menunjukkan interaksi yang membahayakan dengan beberapa jenis obat dan makanan. Antidepresan trisiklik mungkin sesuai untuk kebanyakan pasien depresi. Jika efek samping yang potensial dari antidepresan trisiklik generasi sebelumnya merupakan masalah, maka akan lebih cocok menggunakan SSRI atau antidepresan generasi baru. Walaupun SSRI nampaknya ditoleransi lebih baik dibandingkan obat-obat generasi lama, perbedaannya terlalu kecil untuk bisa menetapkan selalu memilih menjustifikasi SSRI sebagai terapi lini pertama. Dibandingkan dengan trisiklik yang lebih tua (misal: amitriptilin), obat turunan trisiklik (misal: trazodon) memiliki efek samping antimuskarinik (seperti: mulut kering dan konstipasi) yang lebih rendah. Obat turunan trisiklik memiliki risiko kardiotoksik yang lebih rendah apabila terjadi dosis berlebih, tetapi beberapa pasien mengalami efek samping tambahan (keterangan lebih lanjut lihat bab 4.3.1).

Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor (SSRI) memiliki efek samping antimuskarinik yang lebih rendah dibandingkan dengan trisiklik yang lebih tua dan juga memiliki risiko kardiotoksik yang lebih rendah apabila terjadi dosis berlebih. SSRI, walaupun kurang efektif, lebih disukai dalam pengobatan yang memiliki risiko dosis berlebih yang disengaja atau apabila penyakit yang diderita pada saat yang bersamaan tidak memungkinkan penggunaan antidepresan lainnya. SSRI juga lebih disukai dibandingkan antidepresan trisiklik untuk mengatasi depresi pada pasien diabetes melitus. Walaupun begitu, SSRI memiliki efek samping yang khas: efek samping pada gastrointestinal seperti mual dan muntah adalah umum dan dilaporkan juga ada efek samping gangguan perdarahan. Untuk pasien dengan penyakit yang berat dan pada kondisi di mana efikasi yang maksimal tidak diutamakan, antidepresan trisiklik lebih efektif dibandingkan SSRI atau penghambat MAO. Venlafaksin, pada dosis 150 mg atau lebih, juga terbukti lebih efektif dibandingkan SSRI untuk depresi mayor dengan tingkat keparahan yang sedang. Pada penderita depresi berat, penggunaan terapi elektrokonvulsif (ECT) dapat dilakukan.

Penghambat MAO akan lebih efektif dibandingkan trisiklik pada pasien rawat jalan dengan depresi atipikal. Penggunaan penghambat MAO sebaiknya dimulai oleh klinisi yang berpengalaman.

Walaupun gejala ansietas sering muncul pada penyakit depresi (dan mungkin merupakan gejala yang muncul), penggunaan antipsikotik dan ansiolitik dapat menyamarkan penyakit yang sesungguhnya. Penggunaan Ansiolitik (bab 4.1.2) dan antipsikotik (bab 4.2.1) pada penderita depresi sebaiknya dilakukan dengan hati-hati tetapi pengobatan ini adalah tambahan yang berguna pada pasien dengan agitasi. Lihat bab 4.2.2 untuk referensi bagi penanganan kelainan bipolar.

Obat antidepresan tidak boleh digunakan bersama dengan St John’s Wort karena potensi terjadi interaksi.

Hiponatremi dan terapi antidepresan. Hiponatremi (umumnya terjadi pada lansia dan kemungkinan terjadi karena sekresi hormon antidiuretik yang tidak sesuai) telah dikaitkan dengan semua jenis antidepresan,akan tetapi sering dilaporkan pada penggunaan SSRIs dibandingkan antidepresan lainnya. Dianjurkan untuk mempertimbangkan terjadi hiponatremi jika pasien yang menggunakan antidepresan menampakkan gejala mengantuk, bingung, konvulsi.

Penatalaksanaan. Pada awal pengobatan antidepresan, terapi pasien sebaiknya dikaji ulang setiap 1-2 minggu. Pengobatan ini sebaiknya dilanjutkan minimal 4 minggu (6 minggu pada lansia) sebelum mengambil keputusan untuk mengubah jenis antidepresan karena kurangnya efikasi. Pada kasus dengan respons parsial,lanjutkan pengobatan selama 2 minggu (lansia membutuhkan waktu yang lebih lama).

Setelah remisi, pengobatan antidepresan sebaiknya dilanjutkan dengan dosis yang sama selama 4-6 bulan (pada lansia sekitar 12 bulan). Pasien dengan riwayat depresi berulang sebaiknya melanjutkan perawatan minimal 5 tahun sampai seumur hidup). Litium (bab 4.2.2) merupakan alternative lini kedua yang efektif sebagai terapi pemeliharaan. Kombinasi dari dua antidepresan adalah berbahaya dan jarang dibenarkan (kecuali di bawah pengawasan dokter spesialis).

Kegagalan respon. Kegagalan respon pada dosis awal antidepresan,mungkin memerlukan peningkatan dosis, penggantian dengan antidepresan jenis lain,atau menggunakan penghambat MAO pada kasus pasien dengan depresi major atipikal. Kegagalan respon pada antidepresan kedua mungkin membutuhkan obat untuk memperkuat efek seperti litium atau liotirokain (dibawa dokter spesialis), psikoterapi atau ECT. Terapi tambahan dengan litium atau penghambat MAO hanya boleh diawali oleh dokter spesialis dengan pengalaman penggunaan kombinasi di atas.

Penghentian obat. Apabila setelah penggunaan 8 minggu atau lebih, antidepresan (terutama penghambat MAO) dihentikan secara tiba-tiba akan timbul efek gejala-gejala gastrointestinal seperti mual, muntah dan anoreksia, disertai dengan rasa sakit kepala, pusing/mabuk, kedinginan dan insomnia dan kadang-kadang disertai hipomania, rasa cemas dan extreme motor restlessnes’. Dosis pengobatan sebaiknya diturunkan secara bertahap selama 4 minggu, atau lebih jika muncul gejala putus obat (selama 6 bulan pada pasien yang telah mendapatkan perawatan jangka panjang). SSRI telah dikaitkan dengan sindrom putus obat yang khas (bab 4.3.2).

Ansietas. Penanganan ansietas akut umumnya menggunakan benzodiazepin atau buspiron (bab 4.1.2).Untuk ansietas kronik (jangka waktu lebih dari 4 minggu), mungkin lebih cocok menggunakan antidepresan sebelum menggunakan benzodiazepin. Gangguan ansietas umum yang tidak memberikan respon terhadap buspiron atau benzodiazepin diatasi dengan menggunakan antidepresan. Anti-depresan seperti SSRI dan venlafaksin mungkin efektif untuk pengobatan ansietas yang khas. Pregabilin digunakan untuk pengobatan gangguan kecemasan yang bersifat menyeluruh.

Sediaan kombinasi antidepresan dan ansiolitik tidak direkomendasikan karena tidak memungkinkan untuk mengatur dosis masing-masing komponen secara terpisah, karena antidepresan diberikan secara kontinyu selama beberapa bulan sedangkan ansiolitik diresepkan untuk penggunaan jangka pendek.

Panic disorder. Antidepresan umumnya digunakan untuk panic disorder dan fobia. Klomipramin (bab 4.3.1) digunakan untuk obsessional and phobic states, esitalopram dan paroksetin (bab 4.3.3) dan moklobemid (4.3.2) digunakan untuk pengobatan social phobia. Namun pada panic disorder (dengan atau tanpa agorafobia) yang resisten terhadap terapi antidepresan, benzodiazepin dapat diper-timbangkan (bab 4.1.2).

4.3.1 Antidepresan trisiklik dan sejenisnya

Bagian ini mencakup antidepresan trisiklik dan juga obat dengan struktur cincin 1, 2, dan 4 dengan kegunaan yang hampir sama. Obat ini paling efektif untuk mengobati depresi endogen sedang sampai berat yang berkaitan dengan perubahan psikomotor dan fisiologis seperti hilangnya nafsu makan dan gangguan tidur; perbaikan pada pola tidur adalah manfaat pertama pengobatan. Karena obat ini memerlukan interval selama 2 minggu sebelum memberi aksi antidepresan, terapi elektrokonvulsif mungkin diperlukan pada depresi yang berat jika keterlambatan sangat berbahaya atau tidak dapat ditoleransi, Beberapa antidepresan trisiklik juga efektif untuk terapi panic disorder.

Dosis. Kira–kira 10 sampai 20% pasien mengalami kegagalan dalam memberikan respon terhadap antidepresan trisiklik dan sejenisnya dan dosis yang tidak cukup mungkin merupakan penyebab dari beberapa kegagalan ini. Penting untuk menggunakan dosis yang cukup tinggi untuk pengobatanyang efektif, namun tidak terlalu tinggi hingga menimbulkan efek toksik. Dosis rendah sebaiknya digunakan untuk pengobatan awal pada pasien lansia (lihat pada efek samping di bawah). Pada sebagian besar pasien, waktu paruh antidepresan trisiklik yang panjang memungkinkan obat dapat diberikan satu kali sehari, biasanya pada malam hari.

Pilihan. Obat antidepresan trisiklik dan sejenisnya dapat dibagi menjadi kelompok yang memiliki sifat sedatif dan yang kurang sedatif. Pasien dengan agitasi dan kecemasan cenderung memberikan respon terbaik pada senyawa yang sedatif sedangkan pasien apatis dan pasien yang mengalami penghentian obat akan lebih baik diberi terapi obat yang kurang sedatif. Antidepresan dengan efek sedatif meliputi amitriptilin, klomipramin, dosulepin (dotiepin), doksepin, maprotilin, mianserin, trazodon, dan trimipramin. Yang bersifat kurang sedatif seperti amoksapin, imipramin, lofepramin dan nortriptilin. Imipramin merupakan obat yang relatif aman dan efektif, namun imipramin memiliki efek samping antimuskarinik dan efek samping pada jantung yang lebih menonjol dibandingkan dengan obat-obat seperti doksepin, mianserin dan trozadon; hal ini mungkin penting untuk pasien secara individual. Amitriptilin dan dosulepin (dotiepin) efektif, namun obat–obat tersebut berbahaya pada dosis berlebih (lihat dosis berlebih di bawah) dan tidak dianjurkan untuk terapi depresi. Lofepramin mempunyai efek samping antimuskarinik dan efek samping sedatif yang lebih rendah dan tidak terlalu berbahaya pada dosis berlebih; namun, kadang–kadang dikaitkan dengan toksisitas hati. Amoksapin sejenis dengan antipsikotik loksapin dan efek sampingnya meliputi tardive dyskinesia. Untuk perban- dingan antidepresan trisiklik dan sejenisnya dengan SSRI dan antidepresan sejenis dan penghambat MAO, lihat bagian 4.3.

Anak dan Dewasa. Bukti efikasi antidepresan trisiklik untuk pengobatan depresi pada anak-anak belum diketahui dengan pasti. Umumnya penggunaan antidepresan trisiklik sebaiknya dihindari untuk pengobatan depresi pada anak. Pengobatan sebaiknya dilakukan oleh dokter spesialis dan melibatkan ahli terapi psikologis.

Efek samping. Aritmia dan blokade jantung kadang-kadang menyertai penggunaan antidepresan trisiklik khususnya amitriptilin, dan mungkin menjadi salah satu faktor penyebab kematian tiba-tiba pada penderita penyakit jantung. Obat-obat tersebut kadang dikaitkan dengan konvulsi (oleh karena itu sebaiknya diresepkan dengan hati-hati pada epilepsi karena memiliki ambang batas konvulsi yang lebih rendah). Reaksi hematologik dan hepatik mungkin terjadi dan khususnya dikaitkan dengan pemberian mianserin.

Efek samping lain dari antidepresan trisiklik dan sejenisnya meliputi mengantuk, mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, dan retensi urin (semua karena aktivitas antimuskarinik) dan berkeringat. Pasien sebaiknya diyakinkan untuk terus melanjutkan pengobatan meskipun efek samping mungkin muncul. Efek samping tersebut dapat dikurangi jika dosis yang diberikan mula-mula rendah dan kemudian dinaikkan secara bertahap, namun hal ini harus diseimbangkan dengan kebutuhan untuk mencapai efek terapetik secepat mungkin. Pengenalan secara bertahap terhadap pengobatan ini penting khususnya pada pasien lansia, karena efek hipotensif dari obat-obat ini menyebabkan serangan pusing dan bahkan sinkop. Efek samping lain pada pasien lansia adalah hiponatremia. Sindroma keganasan neuroleptik dapat terjadi walau sangat jarang.

Dosis berlebih. Antidepresan trisiklik sebaiknya diresepkan dalam jumlah yang terbatas untuk satu waktu tertentu karena efek obat-terhadap kardiovaskular berbahaya pada dosis berlebih. Khususnya dosis berlebih karena dosulepin (dotiepin) dan amitriptilin dapat berakibat fatal.

Penghentian obat. Jika memungkinkan penghentian antidepresan trisiklik dan sejenisnya sebaiknya dilakukan secara perlahan.

Interaksi. Antidepresan trisiklik dan sejenisnya (atau SSRI atau antidepresan sejenis) baru boleh mulai diberikan 2 minggu setelah pemberian penghambat MAO dihentikan (3 minggu apabila yang akan diberikan adalah klomipramin atau imipramin). Sebaliknya, penghambat MAO baru boleh diberikan setelah antidepresan trisiklik dan sejenisnya dihentikan (kurang lebih 7-14 hari, atau 3 minggu pada kasus dengan klomipramin atau imipramin). Untuk interaksi antidepresan trisiklik lihat Lampiran 1.

Antidepresan Trisiklik

Monografi:

AMITRIPTILIN HIDROKLORIDA

Indikasi: depresi, terutama bila diperlukan sedasi; nocturnal enuresis pada anak.

Peringatan:
penyakit jantung (terutama dengan aritmia), epilepsi, hamil, menyusui, lansia, gangguan faal hati, penyakit tiroid, psikosis, glaukoma sudut sempit, retensi urin, bersamaan dengan terapi elektrokonvulsif, hindari pemutusan obat mendadak, hati-hati pada anestesia, porfiria.

Interaksi: Lampiran 1 (antidepresan trisiklik).

Kontraindikasi: infark miokardial yang baru, aritmia, mania, penyakit hati berat.

Efek Samping:
mulut kering, sedasi, pandangan kabur, konstipasi, mual, sulit buang air kecil, efek pada kardiovaskular (aritmia, hipotensi postural, takikardia, sinkope, terutama pada dosis tinggi), berkeringat, tremor, ruam, gangguan perilaku (terutama anak), hipomania, bingung (terutama lansia), gangguan fungsi seksual, perubahan gula darah, nafsu makan bertambah. Lebih jarang dapat terjadi: lidah hitam, ileus paralitik, kejang, agranulositosis, leukopenia, eosinofilia, purpura, trombositopenia, hiponatremia, sakit kuning.

Dosis:
Oral: depresi: dosis awal 75 mg 1 kali (lansia dan remaja 30-75 mg/hari), dosis terbagi, atau dosis tunggal menjelang tidur. Naikkan bertahap bila perlu, maksimal 150 mg. Dosis pemeliharaan lazim: 50-100 mg/hari. ANAK di bawah 16 tahun, tidak dianjurkan untuk depresi. Nocturnal enuresis, ANAK 7-10 tahun 10-20 mg, 11-16 tahun 25-50 mg, malam hari. Maksimal periode pengobatan (termasuk pemutusan obat secara bertahap) 3 bulan.

AMOKSAPIN

Indikasi: depresi.

Peringatan: lihat Amitriptilin hidroklorida.

Kontraindikasi: lihat Amitriptilin hidroklorida.

Efek Samping: lihat Amitriptilin hidroklorida. Dilaporkan juga terjadi tardive dyskinesia, menstruasi tidak teratur, pembesaran payudara, dan galaktorea pada wanita.

Dosis:
dosis awal 100-150 mg/hari, dosis terbagi, atau dosis tunggal menjelang tidur. Naikkan bila perlu, maksimal 300 mg/hari. Dosis pemeliharaan lazim: 150-250 mg/hari. LANSIA: dosis awal 25 mg, 2 kali sehari, naikkan bila perlu setelah 5-7 hari, maksimal 50 mg, 3 kali sehari. ANAK di bawah 16 tahun tidak dianjurkan.

IMIPRAMIN HIDROKLORIDA

Indikasi: depresi, nocturnal enuresis pada anak.

Peringatan: lihat Amitriptilin hidroklorida.

Kontraindikasi: lihat Amitriptilin hidroklorida.

Efek Samping: lihat Amitriptilin hidroklorida, kurang sedatif.

Dosis:
depresi: dosis awal sampai 75 mg/hari, dalam dosis terbagi, naikkan bertahap sampai 150-200 mg (sampai 300 mg untuk pasien rawat inap). Sampai 150 mg dapat diberikan sebagai dosis tunggal sebelum tidur. Dosis pemeliharaan lazim: 50-100 mg/hari. LANSIA dosis awal 10 mg/hari, naikkan bertahap sampai 30-50 mg/hari. ANAK tidak dianjurkan (pada depresi). Nocturnal enuresis, ANAK 7 tahun, 25 mg, 8-11 th 25-50 mg, lebih dari 11 tahun 50-75 mg, menjelang tidur. Periode pengobatan maksimal (termasuk pemutusan obat bertahap), 3 bulan. Untuk mengulang kembali, periksa pasien lengkap lebih dulu.

KLOMIPRAMIN HIDROKLORIDA

Indikasi:
depresi, fobia dan obsesi. Terapi tambahan untuk katapleksi yang berkaitan dengan narkolepsi; serangan panik.

Peringatan: lihat amitriptilin hidroklorida.

Kontraindikasi: lihat amitriptilin hidroklorida.

Efek Samping: lihat amitriptilin hidroklorida.

Dosis:
oral: dosis awal 10 mg/hari, naikkan bila perlu sampai 30-150 mg sehari (LANSIA 30-50 mg/hari), dalam dosis terbagi atau dosis tunggal menjelang tidur, maksimal 250 mg/hari. Dosis pemeliharaan lazim 30-50 mg/hari (kasus berat 50-100 mg). ANAK tidak dianjurkan. Untuk kasus fobia dan obsesi, dosis awal 25 mg/hari (LANSIA 10 mg) naikkan setelah 2 minggu sampai 100-150 mg/hari. ANAK tidak dianjurkan. Terapi tambahan pada kasus katapleksi yang berkaitan dengan narkolepsi, dosis awal 10 mg/hari bertahap dinaikkan sampai respons yang memuaskan (rentang dosis 10-75 mg/hari).

NORTRIPTILIN

Indikasi: penyakit depresi, nocturnal enuresis pada anak.

Peringatan: lihat pada amitriptilin hidroklorida.

Kontraindikasi: lihat pada amitriptilin hidroklorida.

Efek Samping: lihat pada amitriptilin hidroklorida, kurang sedatif.

Dosis:
depresi, dosis rendah pada awalnya dan ditingkatkan sesuai yang diperlukan hingga 75-100 mg per hari dalam dosis terbagi atau sebagai dosis tunggal; pemantauan kadar plasma di atas 100 mg per hari (maksimum 150 mg per hari, pada pasien rawat inap); REMAJA DAN LANSIA 30-50 mg/hari dalam dosis terbagi; tidak dianjurkan untuk kasus depresi pada ANAKNocturnal enuresis, ANAK 7 tahun 10 mg, 8-11 tahun 10-20 mg, di atas 11 tahun 25-35 mg, pada malam hari; jangka waktu maksimum pengobatan (termasuk penghentian bertahap) 3 bulan perlu pengujian fisik penuh dan EKG sebelum terapi selanjutnya.

TRIMIPRAMIN

Indikasi: penyakit depresi, terutama jika diperlukan efek sedasi.

Peringatan: lihat Amitriptilin hidroklorida.

Kontraindikasi: lihat Amitriptilin hidroklorida.

Efek Samping: lihat Amitriptilin hidroklorida.

Dosis:
Awal, 50-75 mg per hari dalam dosis terbagi atau sebagai dosis tunggal menjelang tidur malam, ditingkatkan jika diperlukan menjadi 150 mg-300 mg per hari; LANSIA, dosis awal, 10-25 mg tiga kali sehari, dosis pemeliharaan, setengah dosis dewasa; ANAK, tidak direkomendasikan.

Antidepresan Sejenis

Monografi:

MAPROTILIN HIDROKLORIDA

Indikasi: depresi, terutama bila diperlukan sedasi.

Peringatan: lihat amitriptilin hidroklorida.

Kontraindikasi: lihat amitriptilin hidroklorida; riwayat epilepsi.

Efek Samping: lihat amitriptilin hidroklorida. Efek antimuskarinik lebih jarang, sering terjadi ruam kulit, pada dosis tinggi risiko kejang meningkat;

Dosis:
dosis awal 25-75 mg (lansia 30 mg)/hari dalam 3 dosis bagi atau dosis tunggal menjelang tidur. Naikkan bertahap bila perlu, maksimal 150 mg/hari. ANAK tidak dianjurkan.

MIANSERIN HIDROKLORIDA

Indikasi: depresi, terutama bila diperlukan sedasi.

Peringatan: lihat Amitriptilin hidroklorida.

Interaksi: lihat Lampiran 1 (mianserin).

Kontraindikasi: lihat Amitriptilin hidroklorida.

Efek Samping:
lihat Amitriptilin hidroklorida; leukopenia, agranulositosis, anemia aplastik (terutama pada lansia); sakit kuning, artritis, artralgia, sindrom mirip influenza, dapat terjadi. Efek antimuskarinik dan kardiovaskular lebih jarang dan ringan.

Dosis:
Dosis awal 30-40 mg (lansia 30 mg)/hari dalam dosis terbagi atau dosis tunggal menjelang tidur. Naikkan bila diperlukan, dosis lazim: 30-90 mg. ANAK tidak dianjurkan.

TRAZODON HIDROKLORIDA

Indikasi: depresi, terutama bila diperlukan sedasi.

Peringatan: lihat Amitriptilin hidroklorida.

Interaksi: lihat Lampiran 1 (trazodon).

Kontraindikasi: lihat Amitriptilin hidroklorida.

Efek Samping: lihat Amitriptilin hidroklorida. Efek antimuskarinik dan kardiovaskular lebih jarang. priapisme. (Jika terjadi, segera hentikan penggunaan).

Dosis:
Dosis awal 150 mg (lansia 100 mg)/hari, dalam dosis terbagi sesudah makan, atau dosis tunggal menjelang tidur. Dapat dinaikkan sampai 300 mg/hari. Pasien rawat inap sampai maksimal 600 mg/hari dalam dosis terbagi. ANAK: Tidak dianjurkan.

4.3.2 SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor) dan sejenisnya

Sitalopram, esitalopram, fluoksetin, fluvoksamin, paroksetin, dan sertralin menghambat ambilan kembali serotonin secara selektif (5-hydroxytryptamine, 5-HT); kelompok obat ini disebut penghambat ambilan kembali serotonin secara selektif (SSRI).

Gangguan depresi pada anak dan remaja

Berdasarkan rasio manfaat dan risiko, penanganan gangguan depresi pada anak dan remaja dengan menggunakan SSRI sitaploram, esitalopram, proksetin, sertralin, dan mirtazapin serta venlafaksin tidak membantu. Uji klinik tidak dapat membuktikan efektifitasnya dan menunjukkan peningkatan risiko. Namun, dokter spesialis dapat menggunakan obat ini tergantung pada kondisi individual pasien; penggunaan pada anak dan remaja sebaiknya dimonitor secara ketat terutama terhadap munculnya keinginan bunuh diri, mencelakai diri sendiri atau keinginan bermusuhan yang terjadi pada awal pengobatan.

Hanya fluoksetin yang menunjukkan efektifitas pada uji klinik, untuk mengatasi gangguan depresi pada anak dan remaja. Namun, seperti halnya SSRI yang lain, fluoksetin juga sedikit menimbulkan pikiran untuk bunuh diri dan mencelakai diri sendiri. Secara umum, dengan mempertimbangkan manfaat dan risiko, penggunaan fluoksetin untuk mengatasi gangguan depresi pada anak dan remaja pada pasien di bawah umur 18 tahun cukup membantu, tetapi harus dipantau penggunaannya secara ketat, sebagaimana obat SSRI lainnya.

Perhatian. SSRI sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada pasien epilepsi (hindari jika kejang tidak terkendali, hentikan jika kejang meningkat), penyakit jantung, diabetes melitus, dicurigai adanya glaukoma sudut sempit, riwayat mania atau gangguan perdarahan (terutama perdarahan pada saluran cerna) dan jika digunakan dengan obat lain yang dapat meningkatkan risiko perdarahan, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, kehamilan dan menyusui.

Obat ini juga harus digunakan dengan hati-hati pada pasien yang menerima electro-convulsive therapy (kejang yang berkepanjangan dilaporkan terjadi pada pemberian fluoksetin).

Risiko tindakan bunuh diri mungkin tinggi pada orang dewasa muda, sehingga diperlukan pengawasan yang ketat terhadap pasien yang menggunakan SSRI karena dapat mempengaruhi kemampuan (seperti mengemudi). Interaksi dapat dilihat di bawah dan pada lampiran.

Penghentian obat. Gangguan saluran cerna, sakit kepala, ansietas, pusing, paraestesia, gangguan tidur, lelah, gejala seperti flu, serta berkeringat merupakan hal yang umum timbul dari penghentian obat SSRI secara tiba-tiba, atau penurunan dosis yang nyata secara tiba-tiba. Dosis sebaiknya diturunkan sedikit demi sedikit selama beberapa minggu untuk menghindari efek–efek tersebut.

Interaksi. SSRI dan antidepresan terkait baru boleh digunakan setelah penggunaan MAO dihentikan 2 minggu. Sebaliknya, MAO baru boleh digunakan setelah SSRI dan antidepresan terkait dihentikan paling tidak 1 minggu (2 minggu pada penggunaan sertralin, paling tidak 5 minggu pada penggunaan fluoksetin). Untuk interaksi antidepresan SSRI lainnya lihat pada lampiran 1.

Kontraindikasi. SSRI tidak boleh digunakan jika pasien memasuki fase manik.

Efek samping. Efek sedasi SSRI lebih ringan dan dibanding antidepresan trisiklik efek muskarinik dan kardiotoksiknya lebih sedikit. Efek samping SSRI termasuk efek pada saluran cerna (dipengaruhi dosis dan sering meliputi, mual, muntah, dispepsia, sakit perut, diare, konstipasi), anoreksia dengan penurunan berat badan (dilaporkan juga terjadi peningkatan nafsu makan dan peningkatan berat badan) serta reaksi hipersensitifitas termasuk gatal, urtikaria, angioudem, anafilaksis, artralgia, mialgia, fotosensitifiti, efek samping lain termasuk mulut kering, gugup, ansietas, halusinasi, mengantuk, kejang (lihat peringatan di atas), galaktorea, gangguan fungsi seksual, retensi urin, berkeringat, hipomania atau mania (lihat peringatan di atas), gangguan pergerakan dan diskinesia, gangguan penglihatan, hiponatremia, dan gangguan perdarahan termasuk ecchymoses dan purpura. Perilaku bunuh diri telah dikaitkan dengan penggunaan antidepresan. Glaukoma sudut sempit sangat jarang memburuk selama terapi dengan SSRI.

Monografi

AMINEPTIN

Indikasi: depresi.

Peringatan: hamil, menyusui

Interaksi: penghambat MAO.

Kontraindikasi: Huntington’s chorea, riwayat hepatitis karena amineptin.

Efek Samping: reaksi kulit, sakit kuning, mudah tersinggung, gugup, insomnia, hipotensi, konstipasi, mulut kering

Dosis: 200 mg/hari dalam dua dosis bagi, pagi dan siang. Pada awal terapi ditambahkan dosis kecil ansiolitik

ESITALOPRAM OKSALAT (MERUPAKAN ISOMER DARI SITALOPRAM)

Indikasi:
Episode depresi mayor, gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia, gangguan ansietas secara umum, gangguan ansietas sosial (fobia sosial), gangguan obsesif konvulsif.

Peringatan:
Anak, remaja <18 tahun, lansia, kehamilan, menyusui, berencana hamil, mengemudi, penurunan fungsi ginjal, penyakit jantung koroner, ansietas paradoksikal, kejang, mania/hipomania, diabetes, keinginan untuk bunuh diri, akatisia/kegelisahanpsikomotor, hiponatremia, perdarahan, terapi elektrokonvulsi, sindroma serotonin.

Interaksi:
Penghambat selektif, reversibel MAO-A (moklobemid), selegilin: risiko sindroma serotonin. Golongan serotonergik (tramadol, sumatriptan, dan derivat triptan): risiko sindroma serotonin. Litium, triptofan: meningkatkan efek esitalopram. Antikoagulan oral: meningkatkan efek antikoagulan. Penghambat CYP2C19 (omeprazol, fluoksetin, fluvoksamin, lansoprazol, tiklopidin) dan dengan simetidin: peningkatan kadar plasma esitalopram. Obat dengan indeks terapi sempit (flekainid, propafenon, metoprolol), antidepresan (desipramin, klomipramin, nortriptilin), antipsikotik (risperidon, tioridazin, haloperidol): peningkatan kadar plasma.

Kontraindikasi:
Hipersensitivitas, penggunaan bersama dengan penghambat MAO (nonselektif dan ireversibel), dan pimozid.

Efek Samping:
Sangat umum: mual. Umum: penurunan dan peningkatan nafsu makan, peningkatan berat badan, ansietas, kegelisahan, penurunan libido, mimpi buruk, anorgasmia, insomnia, somnolen, pusing, paraestesia, tremor, sinusitis, menguap, diare, konstipasi, muntah, mulut kering, peningkatan keringat, artralgia, mialgia, gangguan ejakulasi, impotensi, lelah, demam. Tidak umum: penurunan berat badan, bruksisme, agitasi, gugup, serangan panik, kebingungan, gangguan perasa, gangguan tidur, pingsan, midriasis, gangguan penglihatan, tinitus, takikardi, epistaksis, pendarahan gastrointestinal (termasuk pendarahan rektal), urtikaria, alopesia, ruam, pruritus, metroragia, menoragia, udem. Jarang: reaksi anafilaktis, agresi, depersonalisasi, halusinasi, sindroma serotonin, bradikardi. Frekuensi tidak diketahui: trombositopenia, sekresi ADH tidak sesuai, hiponatremia, anoreksia, mania, keinginan bunuh diri, perilaku bunuh diri, diskinesia, gangguan gerak, kejang, akatisia/kegelisahan psikomotor, perpanjangan QT elektrokardiogram, hipotensi ortostatik, hepatitis, kelainan hasil uji fungsi hati, ekimosis, angioedema, retensi urin, galaktorea, priapisme.

Dosis:
Satu kali sehari, dengan atau tanpa makanan. Episode depresi mayor: 10 mg satu kali sehari, maksimal 20 mg satu kali sehari. Lama terapi 2-4 minggu, dilanjutkan minimal 6 bulan setelah gejala diatasi. Gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia: dosis awal: 5 mg selama 1 minggu dilanjutkan 10 mg satu kali sehari, maksimal 20 mg satu kali sehari. Pengobatan efektif setelah 3 bulan dan dapat berlangsung beberapa bulan. Gangguan ansietas sosial: 10 mg satu kali sehari, maksimal 20 mg satu kali sehari. Lama terapi 2-4 minggu, dilanjutkan selama 3 bulan setelah gejala diatasi. Pengobatan dapat dilanjutkan hingga 6 bulan untuk menghindari relaps. Gangguan ansietas secara umum: 10 mg satu kali sehari, maksimal 20 mg satu kali sehari. Pengobatan efektif setelah 3 bulan dan dapat dilanjutkan hingga 6 bulan untuk menghindari relaps. Gangguan obsesif konvulsif: 10 mg satu kali sehari, maksimal 20 mg satu kali sehari. Pengobatan efektif setelah 16-24 minggu, dan dapat dilanjutkan hingga terbebas dari gejala.

FLUOKSETIN

Indikasi: lihat pada Dosis.

Peringatan:
penyakit jantung, epilepsi (hindari bila sulit dikendalikan), bersama dengan terapi elektro syok, riwayat mania, gangguan hati dan ginjal, hamil dan menyusui, hindari pemutusan mendadak.

Interaksi: lihat Lampiran 1 (antidepresan, SSRI).

Efek Samping:
saluran cerna, reaksi hipersensitivitas, mulut kering, gugup, cemas, nyeri kepala, insomnia, palpitasi, tremor, bingung, pusing, hipotensi, hipomania atau mania, mengantuk, astenia, kejang, demam, disfungsi seksual, berkeringat, gangguan gerak dan diskinesia, sindrom neuroleptik maligna, hiponatremia, gangguan fungsi hati, anemia aplastika, gangguan peredaran darah otak, ekomosis, pneumonia eusinofilik, hiperprolaktinemia, anemia hemolitik, pankreatitis, pansi?openia, kecenderungan bunuh diri, trombositopenia, purpura trombositopenik, perdarahan vagina pada pemutusan obat, perilaku kekerasan, rambut rontok

Dosis:
depresi: 20 mg/hari. ANAK: tidak dianjurkanBulimia nervosa : 60 mg/hari.ANAK: tidak dianjurkan. Gangguan obsesif kompulsif: dosis awal 20 mg/hari, naikkan dosis bila dalam beberapa minggu tak ada respons. Maksimal: 60 mg/hari. ANAK: tidak dianjurkan.

FLUVOKSAMIN MALEAT

Indikasi: depresi.

Peringatan:
lihat Fluoksetin; hindari penghentian mendadak, dapat menyebabkan penurunan denyut jantung.

Kontraindikasi: lihat Fluoksetin.

Efek Samping: lihat Fluoksetin. jarang menaikkan enzim hati, biasanya dengan gejala (hentikan pengobatan), galaktorea.

Dosis:
dosis awal 100 mg/hari. Maksimal: 300 mg/hari, dosis terbagi. ANAK: tidak dianjurkan.

PAROKSETIN

Indikasi: depresi gangguan obsesif konpulsif, gangguan panik.

Peringatan: lihat Fluoksetin.

Kontraindikasi: lihat Fluoksetin.

Efek Samping: lihat Fluoksetin. Reaksi ekstrapiramidal dan sindrom putus obat lebih sering dibanding SSRI lain.

Dosis:
biasanya 20 mg tiap pagi, bila perlu naikkan dosis bertahap dengan 10 mg, sampai maksimal 50 mg/hari (lansia 40 mg/hari). ANAK tidak dianjurkan.

SERTRALIN

Indikasi:
Depresi termasuk depresi yang timbul karena ansietas pada pasien dengan atau tanpa riwayat mania, kelainan obsesif-kompulsif (obsessive-compulsive disorder), kelainan stres post-trauma (post traumatic stress disorder).

Peringatan: Lihat keterangan di atas.

Interaksi: lihat lampiran 1.

Kontraindikasi:
hipersensitivitas komponen obat, penggunaan bersama dengan inhibitor monoamin oksidase (MAOIs) dan penggunaan bersama dengan pimozide.

Efek Samping:
Lihat keterangan di atas, takikardi, hipotensi postural, bingung, amnesia, perilaku agresif, psikosis, pankreatitis, hepatitis, jaundice, kegagalan hati, iregular menstruasi, paraestesia, juga dilaporkan terjadinya trombositopenia (belum ada bukti hubungan sebab akibatnya).

Dosis:
Depresi, dosis awal 50 mg per hari, naikkan dosis jika perlu sebesar 50 mg dalam beberapa minggu hingga maksimum 200 mg per hari; dosis perawatan 50 mg per hari; anak-anak dan remaja di bawah 18 tahun tidak direkomendasikan; kelainan obsesif-kompulsif (obsessive-compulsive disorder), dewasa dan remaja lebih dari 13 tahun, dosis awal 50 mg per hari, naikkan dosis jika perlu secara bertahap sebanyak 50 mg selama beberapa minggu; interval dosis lazim 50-200 mg per hari; anak-anak umur 6-12 tahun dosis awal 25 mg per hari, naikkan dosis hingga 50 mg per hari setelah satu minggu, selanjutnya naikkan dosis kembali jika perlu sebanyak 50 mg dengan interval paling tidak satu minggu (maksimum 200 mg per hari); anak-anak dibawah 6 tahun tidak direkomendasikan; kelainan stres post-trauma (post traumatic stress disorder), dosis awal 25 mg per hari, naikkan setelah satu minggu menjadi 50 mg per hari; jika respon yang terjadi hanya sebagian dan jika obat menjadi ditoleransi, dosis dinaikkan bertahap sebanyak 50 mg selama beberapa minggu hingga maksimum 200 mg per hari. Anak-anak dan remaja di bawah 18 tahun tidak direkomendasikan.

SITALOPRAM

Indikasi: penyakit depresi, gangguan panik.

Peringatan: lihat keterangan di atas.

Kontraindikasi: lihat keterangan di atas.

Efek Samping:
lihat keterangan di atas; juga palpitasi, takikardia, hipotensi postural, batuk, yawning, rasa bingung, gangguan konsentrasi, malaise, amnesia, migrain, paraestesia, mimpi yang abnormal, gangguan pengecapan, peningkatan salivasi, rinitis, tinnitus, poliuria, gangguan mikturisi, euforia; memberikan efek yang berlawanan berupa peningkatan depresi pada saat awal terapi pada gangguan panik (kurangi dosis).

Dosis:
Penyakit depresi, 20 mg satu kali sehari pada pagi hari atau malam, ditingkatkan jika perlu hingga maksimal 60 mg sehari (LANSIA, maksimal 40 mg per hari); ANAK dan REMAJA di bawah 18 tahun, tidak direkomendasikan. Gangguan panik, dosis awal 10 mg sehari ditingkatkan hingga 20 mg setelah 7 hari, dosis lazim 20-30 mg sehari; maksimal 60 mg sehari (LANSIA, maksimal 40 mg per hari); ANAK dan REMAJA di bawah 18 tahun, tidak direkomendasikan.

4.3.3 Penghambat MAO (Monoamin Oksidase)

Golongan penghambat monoamine-oksidase ini lebih jarang digunakan dibanding golongan trisiklik dan antidepresan terkait ataupun SSRI dan anitidepresan terkait karena faktor interaksinya yang besar dengan makanan ataupun dengan obat lain, serta kenyataan bahwa lebih mudah meresepkan penghambat MAO jika antidepresan trisiklik tidak berhasil daripada sebaliknya. Tranilsipromin merupakan penghambat MAO yang paling berbahaya karena efek stimulannya. Obat pilihan adalah fenelzin atau isokarboksazid di mana efek stimulannya lebih kecil dan lebih aman. Pasien fobia dan pasien depresi disertai atiptikal, hipokondriakal atau histeris memberikan respon baik terhadap penghambat MAO. Bagaimanapun, penghambat MAO hanya digunakan pada pasien yang sulit diatasi dengan antidepresan lain karena kadang ada efek yang berlebihan.
Respon terhadap obat mungkin baru muncul setelah 3 minggu atau lebih dan waktu pengobatan dapat ditambah 1 atau 2 minggu untuk memberikan hasil maksimal.

Penghentian obat. Jika memungkinkan, penghambat MAO sebaiknya dihentikan secara bertahap.

Interaksi Penghambat MAO menghambat monoamin-oksidase yang akan menyebabkan akumulasi dari neurotransmiter amin. Metabolisme beberapa obat golongan amin seperti simpatomimetik kerja tidak langsung (terkandung di dalam obat batuk dan dekongestan) juga akan dihambat dan aksi penekannya dapat dipotensiasi.

Efek penekanan dari tiramin (terdapat dalam beberapa makanan seperti keju matang, ikan baring yang diawetkan, kacang polong, daging-dagingan, ekstrak ragi atau ekstrak kedelai yang difermentasi) dapat juga dipotensiasi sehingga menjadi berbahaya. Interaksi ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah yang berbahaya. Peringatan awal dari gejala dapat berupa sakit kepala yang berdenyut. Pasien sebaiknya dianjurkan untuk hanya menkonsumsi makanan yang segar dan hindari makanan yang dicurigai sudah basi. Terutama daging-dagingan, ikan, dan ayam, sebaiknya dihindari. Bahaya dari interaksi ini dapat bertahan selama 2 minggu setelah pengobatan dengan penghambat MAO dihentikan. Pasien juga sebaiknya menghindari minuman beralkohol ataupun minuman beralkohol rendah.

Antidepresan lain baru boleh digunakan setelah pengobatan dengan penghambat MAO dihentikan selama 2 minggu (3 Minggu jika yang akan diberikan adalah klomipramin atau imipramin). Beberapa dokter menggunakan golongan trisiklik bersama dengan penghambat MAO, tetapi hal ini berbahaya bahkan berpotensi dapat menyebabkan kematian kecuali dilakukan oleh dokter yang berpengalaman. Namun belum ada bukti nyata bahwa penggunaan kombinasi lebih efektif dibanding sediaan tunggal. Kombinasi tranilsypromin dengan klomipramin khususnya berbahaya. Penghambat MAO baru boleh digunakan setelah penggunaan trisiklik atau antidepresan terkait dihentikan sedikitnya 7 – 14 hari (3 minggu jika menggunakan klomipramin atau imipramin).

Sebagai tambahan, suatu penghambat MAO baru boleh digunakan setelah penggunaan penghambat MAO sebelumnya dihentikan paling tidak 2 minggu (kemudian dimulai dengan dosis yang diturunkan lebih dahulu). Interaksi lainnya dengan penghambat MAO termasuk dengan analgesik opioid (petidin) dapat dilihat pada lampiran 1.

Penghambat MAO reversibel Moklobemid diindikasikan untuk depresi major dan fobia sosial; dilaporkan memiliki aksi penghambatan reversibel dari monoamin oksidase tipe A. Obat Ini sebaiknya digunakan sebagai terapi lini ke dua.

Interaksi
Potensiasi terhadap efek penekanan tiramin juga lebih kecil dibanding penghambat MAO (penghambat MAO ireversibel), tetapi pasien tetap sebaiknya menghindari mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung tiramin (seperti keju matang, ekstrak ragi, dan produk kedelai fermentasi) dalam jumlah banyak. Risiko interaksi obat memang dinyatakan lebih kecil, tetapi pasien tetap harus menghindari obat–obat simpatomimetik seperti efedrin dan pseudoefedrin. Sebagai tambahan, moklobemid tidak boleh diberikan dengan antidepresan lainnya.

Karena durasi kerja obat ini pendek, tidak diperlukan waktu jeda setelah penggunaan obat ini dihentikan. Tetapi obat ini baru boleh mulai diberikan setelah antidepresan trisiklik dan sejenisnya serta SSRI dan sejenisnya lainnya dihentikan paling tidak 1 minggu (2 minggu jika menggunakan sentralin, dan paling tidak 5 minggu pada fluoksetin) atau paling tidak 1 minggu setelah penghambat MAO lain dihentikan. Interaksi lainnya dapat dilihat pada lampiran 1.

Monografi

MOKLOBEMID

Indikasi: depresi mayor.

Peringatan:
hindari pada pasien agitasi atau eksitasi (atau beri sedatif sampai 23 minggu), tirotoksikosis, gangguan hati berat, dapat membangkitkan episode manik pada kelainan bipolar, hamil dan menyusui (hindari).

Interaksi: lihat lampiran (moklobemid).

Kontraindikasi: kondisi kebingungan akut, feokromositoma.

Efek Samping:
gangguan tidur, pusing, mual, nyeri kepala, gelisah, agitasi, bingung, kenaikan enzim hati (jarang), kemungkinan hiponatremia. ruam, pruritus, urtikaria, muka pusing.

Dosis:
dosis awal 300 mg/hari, biasanya dalam dosis terbagi, sesudah makan, sesuaikan dengan respons. Rentang dosis: 150-600 mg/hari.ANAK : tidak dianjurkan.

4.3.4 Antidepresan lain

Duloksetin menghambat ambilan kembali serotonin dan noradrenalin dan digunakan untuk mengobati gangguan depresi major. Tioksanten flupentiksol memiliki efek antidepresan, dan dengan dosis rendah (1-3 mg per hari), diberikan secara oral. Flupentiksol juga digunakan untuk mengatasi psikosis. Mirtazapin, suatu ?2-antagonis presinapsis, meningkatkan neurotransmitter noradrenergik dan serotonergik. Memiliki sedikit efek antimuskarinik tetapi menyebabkan sedasi selama awal pengobatan.

Reboksetin, penghambat selektif ambilan kembali noradrenalin digunakan untuk menangani depresi.

Triptofan digunakan sebagai terapi tambahan untuk depresi yang tidak dapat diatasi lagi dengan antidepresan standar. Obat ini dikaitkan dengan sindroma eosinofilia- mialgia. Triptofan sebaiknya diberikan di bawah pengawasan dokter spesialis. Venlafaksin adalah penghambat ambilan kembali serotonin dan noradrenalin; tetapi tidak memiliki efek sedatif dan antimuskarinik seperti antidepresan trisiklik.

Monografi

AGOMELATIN

Indikasi: pengobatan episode depresi mayor pada pasien dewasa.

Peringatan:
Pasien dengan riwayat mania atau hipomania, riwayat percobaan bunuh diri, pasien dengan peningkatan serum trans aminase, intoleransi laktosa. Belum ada data khasiat dan keamanan pada pasien lansia dengan demensia, kehamilan dan menyusui.

Interaksi:
Penghambat CYP1A2 sedang seperti propanolol, grepafloksasin, enoksasin dan estrogen dapat meningkatkan kadar agomelatin.

Kontraindikasi:
hipersensitif, gangguan fungsi hati seperti sirosis atau penyakit hati aktif, penggunaan bersamaan dengan penghambat CYP1A2 seperti fluvoksamin, siprofloksasin.

Efek Samping:
sakit kepala, pusing, lemas, insomnia, migrain, mual, diare, konstipasi, nyeri perut bagian atas, hiperhidrosis, nyeri punggung, kelelahan, peningkatan ALAT/ ASAT pada pemeriksaan fungsi hati, kecemasan.

Dosis:
25 mg 1 kali sehari diminum saat akan tidur malam.
Jika tidak ada perbaikan setelah 2 minggu pengobatan, dosis dapat ditingkatkan menjadi 50 mg sekali sehari. Pasien dengan depresi harus diobati minimal selama 6 bulan untuk memastikan pasien sudah tidak mengalami gejala lagi.
Tidak dianjurkan untuk pasien di bawah 18 tahun.

DULOKSETIN HCL

Indikasi: gangguan depresi mayor.

Peringatan:
interval QT memanjang, gangguan konduksi jantung, pemakaian bersama dengan obat-obatan yang memperpanjang interval QT, gagal jantung kongestif, hamil dan menyusui; aktivasi mania/hipomania.

Interaksi:
tidak boleh digunakan bersamaan dengan MAOI irreversibel non selektif seperti obat SSRI (paroksetin, fluoksetin) karena risiko sindrom serotonin, diberikan 14 hari setelah penghentian MAOI atau MAOI dapat diberikan minimal 5 hari setelah penghentian duloksetin. Tidak boleh digunakan bersamaan dengan fluvoksamin, siprofloksasin atau enoksasin karena dapat meningkatkan kadar duloksetin dalam plasma.

Kontraindikasi:
hipersensitif terhadap duloksetin dan komponen produk; kerusakan ginjal berat, penyakit hati yang menyebabkan kerusakan hati.

Efek Samping:
konstipasi, mulut kering, mual; lebih jarang, diare, muntah, nafsu makan berkurang, berat badan berkurang, lelah, pusing (kecuali vertigo), mengantuk, tremor, keringat berlebih, wajah memerah, pandangan kabur, anorgasmia, insomnia, libido menurun, ejakulasi tertunda, gangguan ejakulasi, disfungsi ereksi.

Dosis:
Dosis awal, 60 mg satu kali sehari (maksimal 120 mg dua kali sehari). Tidak direkomendasikan untuk ANAK dan REMAJA di bawah 16 tahun.

MIRTAZAPIN

Indikasi: depresi mayor.

Peringatan:
gangguan jantung, hipotensi, riwayat retensi urin, sensitif mengalami glaukoma sudut sempit, diabetes melitus, penyakit jiwa (dapat memperburuk gejala gangguan kejiwaan), riwayat seizure atau depresi bipolar; gangguan fungsi hati; gangguan fungsi ginjal; kehamilan (lampiran 4); menyusui (lampiran 5). Gangguan darah: Pasien harus melaporkan setiap gejala demam, nyeri kerongkongan, stomatitis atau gejala lain dari infeksi selama terapi. Obat harus segera dihentikan jika terjadi diskrasia darah. Gejala putus obat : mual, muntah, pusing, agitasi, ansietas dan sakit kepala merupakan gejala yang umum terjadi jika obat dihentikan secara tiba-tiba atau jika dosis obat diturunkan secara bermakna; dosis sebaiknya diturunkan perlahan dalam beberapa minggu.

Interaksi: lihat lampiran 1 (mirtazapin).

Efek Samping:
meningkatkan nafsu makan dan berat badan; edema, sedasi; kurang umum terjadi, pusing, sakit kepala; jarang, hipotensi postural, mimpi yang abnormal, mania, perilaku ingin bunuh diri, seizure, tremor, mioklonik, paraestesia, artralgia, mialgia, akatisia, ruam kulit dan gangguan darah termasuk agranulositosis yang terjadi secara reversibel (lihat peringatan); sangat jarang, glaukoma sudut sempit.

Dosis:
Awal, 15 mg sehari, diminum menjelang tidur pada malam hari, dapat ditingkatkan dalam 2-4 minggu menurut respons; maksimal 45 mg sehari sebagai dosis tunggal pada malam hari menjelang tidur atau dalam dua dosis terbagi; ANAK dan REMAJA di bawah 18 tahun, tidak direkomendasikan.

VENLAFAKSIN

Indikasi: Depresi sedang sampai berat, termasuk depresi yang disebabkan karena ansietas.

Peringatan:
Diperlukan pemeriksaan EKG sebelum pengobatan, lakukan pengukuran tekanan darah sebelum dan secara periodik selama pengobatan; riwayat epilepsi, glukoma sudut sempit, penggunaan bersama obat lain dapat meningkatkan risiko perdarahan, riwayat gangguan perdarahan, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal (lampiran 3), dapat mempengaruhi kewaspadaan (misal: mengemudi).Gejala putus obat : gangguan gastrointestinal, sakit kepala, anxietas, pusing, paraestesia, tremor, gangguan tidur, dan berkeringat. Hal-hal tersebut di atas sering muncul pada gejala putus obat jika pengobatan dihentikan mendadak atau dosis diturunkan secara bermakna; Dosis sebaiknya diturunkan secara bertahap dalam beberapa minggu.

Kontraindikasi:
Penyakit jantung, gangguan elektrolit, hipertensi, gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat, kehamilan (lampiran 4) dan menyusui (lampiran 5), penggunaan bersamaan venlafaksin dengan inhibitor monoamin oksidase.

Efek Samping:
konstipasi, mual, pusing, mulut kering, insomnia, gugup, mengantuk, astenia, sakit kepala, disfungsi seksual, berkeringat. Umum terjadi : anoreksia, perubahan berat badan, diare, dispepsia, muntah, sakit perut, hipertensi, palpitasi, vasodilatasi, perubahan kolesterol dalam serum, rasa dingin, pireksia, dispnoea, yawning, mimpi aneh, agitasi, anxietas, bingung, hipertonia, paraestesia, tremor, sering buang air kecil, gangguan menstruasi, arthralgia, mialgia, gangguan penglihatan, midriasis, tinnitus, pruritus, ruam kulit. Tidak umum terjadi : apathy, bruxism, gangguan mengecap, hipotensi, postural hipotensi, arhitmia, sindroma kurangnya sekresi hormon antidiuretik, halusinasi, myoclonus, retensi urin, gangguan perdarahan (meliputi echymosis dan hemoragik), alopesia, reaksi hipersensitivitas meliputi angioedema, urtikaria, fotosensitivitas, jarang terjadi, perpanjangan interval QT, ataksia, inkoordinasi, gangguan bicara, efek ekstrapiramidal, keinginan bunuh diri, mania dan hipomania, agresi, seizure, sindroma serotonin dan sindroma malignansi neuroleptik, peningkatan kadar prolaktin, diskrasia darah, rabdomiolisis, eritema multiforma, Sindroma Stevens?ohnson, hepatitis, dan dilaporkan terjadinya pankreatitis.

Dosis:
Depresi, dosis awal 75 mg per hari dalam 2 dosis terbagi, naikkan dosis jika perlu setelah 3-4 minggu menjadi 150 mg per hari dalam 2 dosis terbagi; depresi berat atau pasien rawat inap dosis dinaikkan lebih cepat dan bertahap sebanyak 75 mg setiap 2-3 hari hingga maksimum 375 mg per hari, selanjutnya dosis diturunkan secara bertahap. Anak-anak dan dewasa di bawah umur 18 tahun tidak direkomendasikan.Sediaan lepas lambat, 75 mg sekali sehari, jika dalam 2 minggu dibutuhkan peningkatan efek klinik, dosis dapat ditingkatkan hingga 150 mg sekali sehari. Jika diperlukan, dosis dapat ditingkatkan kembali hingga 275 mg sekali sehari. Peningkatan dosis sebaiknya dalam interval waktu 2 minggu atau lebih namun tidak boleh kurang dari 4 hari. Obat sebaiknya diberikan sekali sehari pada waktu yang sama, pagi hari atau sore hari.

Hanya seorang Apoteker biasa; Tidak pintar; Tidak bodoh; -Berbagi tidak Pernah Rugi- :)
Lihat semua tulisan 📑.

error: