Psikosis dan Gangguan Sejenis

4.2.1 Antipsikosis

Apoteker.Net – Obat antipsikosis juga dikenal sebagai `neuroleptik` dan secara salah diartikan sebagai trankuiliser mayor. Obat antipsikosis pada umumnya membuat tenang tanpa mempengaruhi kesadaran dan tanpa menyebabkan efek kegembiraan paradoksikal (paradoxical excitement) namun tidak dapat dianggap hanya sebagai trankuiliser saja. Untuk kondisi seperti skizofrenia, efek penenangnya merupakan hal penting nomor dua.

Pada penggunaan jangka pendek, digunakan untuk menenangkan pasien yang mengganggu apapun psikopatologi yang mendasarinya, bisa karena skizofrenia, kerusakan otak, mania, delirium toksik, atau depresi teragitasi. Obat antipsikotik digunakan untuk meredakan ansietas berat tetapi ini juga hanya untuk penggunaan jangka pendek. Hanya ada sedikit informasi tentang khasiat dan keamanan obat–obat antipsikotik pada anak–anak dan remaja, dan kebanyakan informasi yang tersedia merupakan ekstrapolasi data orang dewasa. Tidak mungkin membuat rekomendasi pengobatan untuk mengatasi gangguan psikosis, sindrom Gilles de Tourette dan autisme. Pengobatan pada kondisi seperti itu harus dilakukan hanya oleh dokter spesialis yang tepat.

Skizofrenia
Obat antipsikotik meringankan gejala psikotik florid (florid psychotic symptoms) seperti gangguan berpikir, halusinasi, dan delusi serta mencegah kekambuhan. Walaupun seringkali efektifitasnya lebih kecil pada pasien putus obat yang apatis, tetapi terkadang bermanfaat dalam memicu efeknya. Pasien dengan skizofrenia akut memberikan respon yang lebih baik daripada pasien dengan gejala kronik.

Pasien dengan diagnosis pasti skizofrenia, mungkin memerlukan pengobatan jangka panjang dengan tujuan untuk mencegah perubahan manifestasi penyakit menjadi kronik setelah episode pertama penyakit. Penghentian pengobatan membutuhkan pengawasan karena pasien yang menampakkan hasil yang baik terhadap pengobatan dapat mengalami kekambuhan yang lebih parah jika pengobatan dihentikan dengan tidak tepat. Kebutuhan untuk melanjutkan terapi tidak dapat terlihat dengan segera karena seringkali kekambuhan tertunda selama beberapa minggu setelah penghentian pengobatan.

Obat antipsikotik bekerja dengan menginterferensi transmisi dopaminergik pada otak dengan menghambat reseptor dopamin D2, yang dapat meningkatkan efek ekstrapiramidal seperti dijelaskan di bawah, serta efek hiperprolaktinemia. Obat antipsikosis dapat mempengaruhi reseptor kolinergik, alfa adrenergik, histaminergik, serta serotonergik. Pemilihan obat dipengaruhi oleh potensi efek samping dan sering dipandu berdasarkan kondisi perseorangan misalnya efek psikologis dari potensi penambahan berat badan. Obat yang sering digunakan pada anak adalah haloperidol, risperidon dan olanzapin.

Peringatan dan Kontraindikasi
Antipsikosis sebaiknya digunakan dengan hati–hati pada pasien dengan gangguan hati (lampiran 2), gangguan ginjal (lampiran 3), penyakit kardiovaskular, penyakit parkinson (dapat diperburuk oleh antipsikotik), epilepsi (dan kondisi yang mengarah ke epilepsi), depresi, miastenia gravis, hipertrofi prostat, atau riwayat keluarga atau individu glaukoma sudut sempit (hindari klorpromazin, perisiazin, dan proklorperazin pada kondisi ini). Perhatian juga diperlukan pada penyakit saluran napas yang berat dan pada pasien dengan riwayat jaundice atau yang memiliki riwayat diskrasia darah (Lakukan hitung darah jika timbul infeksi atau demam yang tidak diketahui penyebabnya).

Antipsikotik sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada pasien lansia, terutama yang rentan terhadap hipotensi postural serta hipertermi atau hipotermi pada kondisi cuaca yang sangat panas atau dingin. Pertimbangan serius sebaiknya diberikan sebelum meresepkan obat ini pada pasien lansia. Fotosensitisasi dapat timbul pada dosis yang lebih tinggi, pasien sebaiknya menghindari paparan sinar matahari langsung.

Obat antipsikotik mungkin dikontraindikasikan pada keadaan tidak sadar (koma), depresi susunan saraf pusat, dan paeokromositoma. Sebagian besar antipsikotik lebih baik dihindari selama kehamilan, kecualli jika sangat diperlukan dan disarankan untuk berhenti menyusui selama menjalani pengobatan (lampiran 5) dan interaksi (lampiran 1).

Mengemudi
Mengantuk dapat mempengaruhi kemampuan dalam mengoperasikan sesuatu (misal mengemudi atau menjalankan mesin), terutama pada awal terapi, dapat meningkatkan efek alkohol.

Penghentian Obat
Penghentian obat antipsikotik setelah terapi jangka panjang sebaiknya dilakukan secara bertahap dan diawasi secara ketat untuk menghindari risiko sindroma putus obat yang akut atau kekambuhan yang cepat.

Efek samping
Gejala ekstrapiramidal adalah masalah yang paling mengganggu. Gejala ini paling sering muncul pada penggunaan piperazin, fenotiazin (flufenazin, perfenazin, proklorperazin, dan trifluoperazin), butiropenon (benperidol dan haloperidol) serta sediaan bentuk depot. Gejala ini mudah dikenali tetapi tidak dapat diperkirakan secara akurat karena bergantung pada dosis, jenis obat, dan kondisi individual pasien. Gejala ekstrapiramidal termasuk di antaranya:

  • Gejala parkinson (termasuk tremor) yang akan timbul lebih sering pada orang dewasa atau lansia dan dapat muncul secara bertahap.
  • Distonia (pergerakan wajah dan tubuh yang tidak normal) dan diskinesia, yang lebih sering terjadi pada anak atau dewasa muda dan muncul setelah pemberian hanya beberapa dosis.
  • Akatisia (restlessness) yang secara karakteristik muncul setelah pemberian dosis awal yang besar dan mungkin memperburuk kondisi yang sedang diobati.
  • Tardive dyskinesia (ritmik, pergerakan lidah, wajah, rahang yang tidak disadari [invuntary movements of tongue, face and jaw]) yang biasanya terjadi pada terapi jangka panjang atau dengan pemberian dosis yang tinggi, tetapi dapat juga terjadi pada terapi jangka pendek dengan dosis rendah. Tardive dyskinesia sementara dapat timbul setelah pemutusan obat.

Gejala parkinson tidak akan muncul jika obat dihentikan dan kemunculannya juga dapat ditekan dengan pemberian obat antimuskarinik (bab 4.9.2). Bagaimanapun, pemberian secara rutin dari obat tersebut tidak dibenarkan karena tidak semua pasien memberikan efek dan karena obat–obat tersebut dapat memperburuk tardive dyskinesia.

Tardivedyskinesia sebaiknya menjadi perhatian utama karena mungkin dapat bersifat permanen walau obat sudah dihentikan dan upaya pengobatan seringkali tidak efektif. Namun demikian, penghentian obat pada tanda–tanda awal terjadinya tardive dyskinesia (gerakan motorik otot lidah yang halus [fine vermicular movements of the tongue]) dapat menghentikan terjadinya tardive dyskinesia secara penuh. Tardive dyskinesia muncul hampir sering, terutama pada lansia, dan pengobatan harus hati–hati dan ditinjau ulang secara rutin.

Hipotensi dan gangguan pada pengaturan temperatur adalah efek samping terkait dosis dan dapat menyebabkan jatuh yang berbahaya (dangerous falls) dan hipotermia atau hipertermia pada lansia.

Sindrom keganasan neuroleptik (hipertermia, fluktuasi tingkat kesadaran, kekauan otot, disfungsi otonom dengan palort, takikardi, tekanan darah yang labil, berkeringat dan inkontinensia urin) jarang terjadi tetapi merupakan efek samping dengan potensi yang fatal dari beberapa obat. Penghentian pemberian antipsikotik merupakan hal yang penting karena tidak ada pengobatan yang terbukti efektif, tetapi pendinginan/cooling, bromokriptin, dan dantrolen telah digunakan. Sindrom ini yang biasanya terjadi selama 5–7 hari setelah penghentian pengobatan, mungkin terjadi setelah penggunaan sediaan depot. Efek samping lainnya termasuk: mengantuk, agitasi, insomnia dan kegembiraan, konvulsi, pusing, sakit kepala, bingung, gangguan gastro-intestinal, kongesti nasal, gejala anti muskarinik (seperti mulut kering, konstipasi, micturition difficulty, dan pandangan kabur); gejala kardiovaskular (seperti hipotensi, takikardi, dan aritmia); perubahan EKG (kasus kematian mendadak pernah terjadi); efek endrokin seperti gangguan menstruasi, galaktorea, ginekomastia, impotensi, dan peningkatan berat badan; diskrasia darah (seperti agranulositosis dan lekopenia), fotosensitisasi, sensitisasi kontak, dan ruam kulit serta jaundice (termasuk kolestatik); kekeruhan kornea dan lensa mata, dan pigmentasi keunguan pada kulit, kornea konjungtiva dan retina.

Dosis berlebihan: untuk keracunan fenotiazin dan senyawa sejenis lihat pada Penanganan Darurat pada Keracunan.

KLASIFIKASI ANTIPSIKOSIS
Derivat fenotiazin dapat dibagi menjadi 3 kelompok besar:

  1. Kelompok 1: klorpromazin, levopromazin (metotrimeprazin), dan promazin, secara umum ditandai dengan efek sedatif yang kuat, dan efek samping antimuskarinik sedang serta efek samping ekstrapiramidal.
  2. Kelompok 2: perisiazin dan pipotiazin, secara umum ditandai dengan sifat sedatif yang sedang, tetapi efek samping efek esktrapiramidal yang lebih kecil dibanding kelompok 1 dan 3.
  3. Kelompok 3: flufenazin, perfenazin, proklorperazin, dan trifluoperazin, ditandai secara umum oleh efek sedatif yang lebih sedikit, efek antimuskarinik yang kecil, tetapi efek ekstrapiramidal yang lebih besar dibanding kelompok 1 dan 2.

Obat dari kelompok kimia yang lain cenderung menyerupai fenotiazin pada kelompok 3. Termasuk di dalamnya butirofenon (benperidol dan haloperidol); difenilbutilpiperidin (pimozid), tioksantin (flupentiksol dan zuklopentiksol) serta benzamid tersubtitusi (suliprid) Untuk rincian dari obat antipsikotik terbaru amisulprid, klozapin, olanzapin, kuetiapin, risperidon, sertindol, dan zotepin, lihat pada Antipsikosis atiptikal.

PEMILIHAN
Seperti diindikasikan di atas, berbagai obat berbeda pada efek utama dan efek sampingnya. Pemilihan obat dipengaruhi oleh tingkat sedasi yang diinginkan, dan kerentanan pasien terhadap efek samping ekstrapiramidal. Bagaimanapun, perbedaan antara obat antispikotik merupakan hal yang tidak begitu penting dibanding variasi respon pasien terhadap obat; lebih lagi, toleransi terhadap efek sekunder seperti sedasi biasa terjadi. Antipsikosis atipikal mungkin tepat jika efek samping ekstrapiramidal menjadi pertimbangan utama yang diperhatikan (lihat pada Antipsikosis di bawah). Klozapin digunakan pada skizofrenia jika antipiskosis lain tidak efektif atau tidak dapat ditoleransi. Peresepan lebih dari satu antipsikosis pada waktu yang bersamaan tidak direkomendasikan; karena dapat menimbulkan bahaya dan tidak ada bukti nyata yang menyatakan efek samping dapat diminimalkan. Klorpromazin masih digunakan secara luas meskipun efek samping yang luas terkait dengan penggunaan obat ini. Obat ini memiliki efek sedasi dan berguna untuk mengendalikan pasien beringas (violent) tanpa menyebabkan pasien kehilangan kesadaran. Keadaan agitasi pada lansia dapat dikendalikan tanpa menimbulkan kebingungan, satu dosis 10 hingga 25 mg sekali atau dua kali sehari biasanya sudah memadai.

Flupentiksol dan pimozid efek sedatifnya lebih sedikit dibanding klorpromazin. Sulpirid pada dosis tinggi dapat mengendalikan gejala positip florid, tetapi pada dosis yang lebih rendah memiliki efek jaga pada pasien skizofrenia putus obat yang apatis. Flufenazin, haloperidol, dan trifluoperazin juga bermanfaat namun penggunaannya dibatasi oleh tingginya kejadian gejala ekstrapiramidal. Haloperidol lebih disukai karena mengendalikan psikosis hiperaktif dengan cepat. Obat ini menyebabkan hipotensi yang lebih kecil dibanding klorpromazin dan oleh karena itu obat ini umum digunakan untuk agitasi dan kegelisahan pada lansia, walaupun risiko terjadinya efek samping ekstrapiramidal tinggi.

Promazin tidak cukup aktif melalui oral untuk digunakan sebagai obat antipsikotik; obat ini telah digunakan untuk mengatasi agitasi dan kegelisahan pada lansia (lihat kegunaan lainnya di bawah ini).

KEGUNAAN LAIN
Mual dan muntah (bab 4.6), khorea, tiks (bab 4.9.3), dan cegukan yang sulit diatasi (lihat pada Klorpromazin HCl dan Haloperidol). Benperidol digunakan pada orang yang memiliki perilaku seksual yang menyimpang tetapi efeknya ini belum diketahui dengan pasti; lihat juga pada bab 6.4.2 untuk penggunaan siproteron asetat.

Agitasi psikomotor, agitasi dan kegelisahan pada lansia, sebaiknya diselidiki penyebab utamanya; keadaan ini dapat diatasi dengan dosis rendah klorpromazin atau haloperidol jangka pendek. Penggunaan promazin untuk agitasi dan kegelisahan pada lansia telah jarang dilakukan. Olanzapin dapat efektif untuk agitasi dan kegelisahan pada lansia.

Kesetaraan dosis antipsikosis oral
Kesetaraan ini hanya dimaksudkan sebagai panduan umum; instruksi dosis individual juga sebaiknya diperiksa; pasien sebaiknya dimonitor secara hati–hati terhadap setiap perubahan selama pengobatan.

AntipsikosisDosis per hari
Klorpromazin100 mg
Klozapin50 mg
Haloperidol2–3 mg
Pimozid2 mg
Risperidon0.5–1 mg
Sulpirid200 mg
Trifluoperazin5 mg

Penting. Kesetaraan ini tidak boleh diekstrapolasikan melebihi dosis maksimum obat. Dosis yang lebih tinggi membutuhkan titrasi yang sangat hati-hati oleh dokter spesialis dan kesetaraan dosis di atas ini mungkin saja tidaklah sesuai

Dosis. Setelah periode awal stabilisasi, padakebanyakan pasien, dosis oral total selama satu hari diberikan sebagai dosis tunggal.

Monografi

ASENAPIN MALEAT

Indikasi:
pengobatan episode manik pada gangguan bipolar I.

Peringatan:
lansia dengan psikosis terkait demensia, neuroleptic malignant syndrome, kejang, pikiran atau tindakan untuk bunuh diri, hipotensi ortostatik, tardive dyskinesia, hiperprolaktinemia, penyakit kardiovaskular atau riwayat perpanjangan interval QT, hiperglikemia dan diabetes melitus, disfagia, gangguan pengaturan suhu badan, demensia dengan Lewy Bodies, hati-hati pada gangguan fungsi hati sedang, hati-hati pada gangguan fungsi ginjal dengan eGFR kurang dari 15 mL/min/1,73 m2, kehamilan, disarankan tidak menyusui ketika meminum obat ini.

Interaksi:
hati-hati penggunaan bersama obat lainnya yang bekerja pada SSP, hindari konsumsi alkohol. Dapat meningkatkan efek antihipertensi tertentu, dapat memberikan efek antagonis terhadap levodopa dan memberikan efek agonis terhadap dopamin. Jika kombinasi ini diperlukan, gunakan dosis efektif terendah dari masing-masing obat.

Kontraindikasi:
hipersensitivitas, anak di bawah 18 tahun, gangguan fungsi hati berat.

Efek Samping:
ansietas, mengantuk, peningkatan berat badan, peningkatan nafsu makan, distonia, akatisia, diskinesia, parkinsonisme, sedasi, pusing, disgeusia, peningkatan alanin aminotransferase, kaku otot, kelelahan.

Dosis:
monoterapi, dewasa di atas 18 tahun, dosis awal 10 mg dua kali sehari, dosis dapat dikurangi hingga 5 mg dua kali sehari, sesuai respons klinis; terapi kombinasi, dewasa di atas 18 tahun, dosis awal 5 mg dua kali sehari. Jika diperlukan dosis dapat ditingkatkan hingga 10 mg dua kali sehari, tergantung respons klinis dan toleransi masing-masing pasien. Penggunaan tidak boleh ditelan langsung, namun diletakkan di bawah lidah.

FLUFENAZIN HIDROKLORIDA

Indikasi:
lihat pada dosis.

Peringatan:
lihat Klorpromazin Hidroklorida.

Kontraindikasi:
lihat Klorpromazin Hidroklorida.

Efek Samping:
lihat Klorpromazin Hidroklorida, akan tetapi kurang sedatif dan efek antimuskarinik atau hipotensif lebih ringan. Efek ekstrapiramidal terutama distonia dan akatisia lebih sering. Hindari pada depresi.

Dosis:
skizofrenia dan psikosis lain, mania, dosis awal 2,5-10 mg/hari dalam 23 dosis bagi. Sesuaikan dengan respons, sampai 20 mg/hari. Dosis di atas 20 mg/hari (LANSIA 10 mg) dengan perhatian khusus. ANAK: tidak dianjurkan.Terapi tambahan jangka pendek pada ansietas berat, agitasi psikomotor, eksitasi, dan perilaku kekerasan atau impulsif yang berbahaya: dosis awal 1 mg, 2 kali sehari, naikkan bila perlu sampai 2 mg, 2 kali sehari. ANAK: tidak dianjurkan.

HALOPERIDOL

Indikasi:
lihat pada dosis.

Peringatan:
lihat Klorpromazin hidroklorida; hindari pada penyakit ganglia basalis.

Kontraindikasi:
lihat Klorpromazin hidroklorida.

Efek Samping:
lihat Klorpromazin hidroklorida. Kurang sedatif, gejala antimuskarinik dan hipotensif lebih ringan. Jarang terjadi fotosensitisasi dan pigmentasi. Gejala ekstrapiramidal terutama distonia dan akatisia lebih sering, terutama pada pasien tirotoksik.

Dosis:
oral: Skizofrenia dan psikosis lain, mania, terapi tambahan jangka pendek untuk agitasi psikomotor, eksitasi, perilaku kekerasan atau impulsif yang berbahaya: dosis awal 1,5-3 mg, 2-3 kali sehari atau 3-5 mg, 2-3 kali sehari pada kasus berat atau resisten. Pada skizofrenia resisten sampai 100 mg (jarang sampai 120 mg) per hari mungkin diperlukan. Sesuaikan dengan respons, dosis pemeliharaan efektif serendah mungkin (sampai serendah 5-10 mg/hari). LANSIA (atau debil) dosis awal setengah dosis dewasa. ANAK: dosis awal 25-50 mcg/kg bb/hari dalam 2 dosis terbagi, maksimal 10 mg. Remaja sampai 30 mg/sehari. Terapi tambahan jangka pendek pada ansietas berat, DEWASA: 500 mcg, 2 kali sehari. ANAK: tidak dianjurkan. Pada kasus cegukan yang sulit diobati: 1,5 mg, 3 kali sehari. Sesuaikan dengan respons. ANAK tidak dianjurkan.Injeksi intramuskular 2-10 mg diberi tiap 4-8 jam sesuai respons (bila perlu tiap jam) sampai total maksimum 60 mg. Kasus yang berat mungkin memerlukan dosis awal sampai 30 mg. ANAK: tidak dianjurkan. Mual dan muntah: 0,5-2 mg.

KLORPROMAZIN HIDROKLORIDA

Indikasi:
lihat pada dosis; antiemetik, penggunaan prabedah.

Peringatan:
penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular, penyakit pernapasan, parkinsonisme, epilepsi, infeksi akut, hamil, menyusui, gangguan ginjal dan hati, riwayat sakit kuning, leukopenia, hipotiroidisme, miastenia gravis, hipertrofi prostat, glaukoma sudut sempit, hati-hati pada lansia, hindari pemutusan obat tiba-tiba, setelah injeksi intra muskular pasien sebaiknya tetap tiduran selama 30 menit. (Catatan: obat ini dapat menyebabkan sensitisasi kontak. Hindari kontak langsung).

Interaksi:
lihat Lampiran 1 (antipsikotik).

Kontraindikasi:
koma karena depresan SSP, depresi sumsum tulang, hindari pada feokromositoma, gangguan hati dan ginjal berat.

Efek Samping:
gejala ekstra piramidal, tardive dyskinesia, hipotermia (kadang-kadang panas), mengantuk, apatis, pucat, mimpi buruk, insomnia, depresi, agitasi, perubahan pola EEG, kejang, gejala anti muskarinik yang terdiri atas: mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi, kesulitan buang air kecil, dan pandangan kabur; gejala kardiovaskular meliputi: hipotensi, takikardi dan aritmia. Terjadi perubahan EKG, pengaruh endokrin seperti: gangguan menstruasi, galaktore, ginekomastia, impotensia, dan perubahan berat badan. Terjadi reaksi sensitivitas seperti: agranulositosis, leukopenia, leukositosis dan anemia hemolitik, fotosensitisasi, sensitisasi kontak dan ruam, sakit kuning dan perubahan fungsi hati, sindrom neuroleptik maligna; sindrom menyerupai lupus eritematosus juga dilaporkan. Perubahan pada lensa dan kornea, pigmentasi kulit, kornea, konjungtiva dan retina. Pigmentasi keunguan pada kulit, kornea, konjungtiva dan retina. Injeksi intramuskular mungkin nyeri, menyebabkan hipotensi dan takikardi.

Dosis:
oral: skizofrenia dan psikosis lain, mania, tetapi tambahan jangka pendek pada ansietas berat, agitasi psikomotor, eksitasi dan perilaku kekerasan dan impulsif yang berbahaya, dosis awal 25 mg 3 kali sehari atau 75 mg malam hari yang disesuaikan dengan responsnya. Dosis penunjang biasanya 75-300 mg/hari (akan tetapi sampai dosis 1 g/hari mungkin diperlukan pada kasus psikosis). LANSIA atau debil sepertiga sampai setengah dosis dewasa. ANAK (skizoprenia dan autisme) 15 tahun 500 mcg/kg bb setiap 4-6 jam (maksimal 40 mg/hari; 6-12 tahun sepertiga sampai setengah dosis dewasa (maksimal 75 mg/hari). Cegukan yang sulit diobati: 25-50 mg 3-4 kali sehariInjeksi intramuskular yang dalam (untuk pengobatan gejala akut) 25-50 mg setiap 6-8 jam. ANAK: 15 tahun 500 mcg/kg bb tiap 6-8 jam (maksimal 40 mg sehari; 6-12 tahun 500 mcg/kg bb tiap 6-8 jam (maksimal 75 mg/hari).Rektal sebagai supositoria: 100 mg tiap 6-8 jam.

LEVOMEPROMAZIN (METOTRIMEPRAZIN)

Indikasi:
lihat keterangan pada dosis.

Peringatan:
lihat keterangan di atas; pasien yang mendapatkan dosis besar, sebaiknya dalam kondisi berbaring. Lansia, risiko hipotensi postural, tidak direkomendasikan untuk pasien rawat jalan dengan usia di atas 50 tahun kecuali risiko hipotensi dapat diatasi.

Kontraindikasi:
lihat keterangan di atas.

Efek Samping:
lihat keterangan di atas; jarang, peningkatan laju endap darah.

Dosis:
Skizofrenia, oral, dosis awal 25-50 mg per hari dalam dosis terbagi yang dapat ditingkatkan jika perlu; pasien rawat inap, dosis awal, 100-200 mg per hari dalam tiga dosis terbagi, dapat ditingkatkan hingga 1 gram,jika diperlukan; LANSIA, lihat peringatan.Terapi tambahan pada terapi paliatif (termasuk penanganan nyeri dan rasa gelisah yang diakibatkannya, atau muntah), oral, 12,5-50 mg setiap 4-8 jam. Lihat keterangan pada Terapi Paliatif. Injeksi intramuskular atau injeksi intravena (injeksi intravena setelah diencerkan dengan volume yang sama menggunakan larutan natrium klorida 0,9%) 12,5-25 mg (agitasi berat hingga 50 mg) setiap 6-8 jam jika diperlukan. Melalui infus subkutan (menggunakan jarum suntik khusus), diencerkan dengan volume yang sama menggunakan natrium klorida 0,9%. Lihat keterangan pada Terapi paliatif; Anak, 0,35 – 3 mg/kg bb/hari. (penggunaan masih jarang).

PALIPERIDON

Indikasi:
Skizofrenia.

Peringatan:
penggunaan dihentikan jika terjadi sindrom neuroleptik malignan (hipertermia, otot kaku, instabilitas otonomik, kesadaran yang berkurang, dan kenaikan kadar fosfokinase kreatin serum, rabdomiolisis, dan gagal ginjal akut), jika terjadi tardive dyskinesia (gerakan tanpa sadar dan ritmik, terutama pada lidah dan/atau wajah), risiko meningkat pada pasien dengan riwayat penyakit parkinson dan demensia dengan Lewy Bodies (DLB), gejala yang dapat dialami umumnya rasa bingung, obtundation, sering jatuh karena ketidakstabilan postur fisik selain gejala ekstrapiramidal, menyebabkan hiperglikemia, monitor kadar gula darah, menyebabkan hipotensi ortostatik, hati-hati penggunaan pada pasien dengan riwayat penyakit kardiovaskular (misal: gagal jantung, infark miokard atau iskemia, abnormalitas konduksi), penyakit serebrovaskular, atau kondisi yang menyebabkan pasien mengalami hipotensi (misal: dehidrasi, hipovolemia dan pengobatan dengan obat antihipertensi), hati-hati penggunaan pada pasien dengan riwayat kejang atau kondisi lain yang berpotensi menurunkan ambang kejang, pada lansia dengan demensia, penggunaan paliperidon oral dapat menyebabkan priapism, hati-hati pada kondisi yang menyebabkan peningkatan suhu tubuh, seperti menjalani aktivitas atau mengalami panas berlebih, penggunaan bersamaan dengan antikolinergik, atau mengalami dehidrasi, menyebabkan efek antiemesis, sehingga dapat menutupi gejala muntah pada kondisi overdosis akibat obat tertentu atau dari kondisi seperti obstruksi intestinal, sindrom Reye, dan tumor otak, riwayat penyakit kardiovaskular atau riwayat keluarga dengan perpanjangan QT, dan jika diberikan bersamaan dengan obat lain yang dapat memperpanjang interval QT, gangguan fungsi ginjal diperlukan penyesuaian dosis, palperidon palmitat tidak boleh diberikan untuk mengendalikan gelisah atau psikotik parah, peningkatan resiko pada serebrovaskular ±3 kali lipat pada penderita demensia yang diberikan antipsikotik, risiko tromboemboli vena, kehamilan, menyusui.

Interaksi:
memberikan efek antagonis pada efek levodopa dan agonis dopamin lain, kombinasi dengan obat yang bekerja secara sentral dan alkohol dapat meningkatkan efek paliperidon pada sistem saraf pusat, meningkatkan efek hipotensi ortostatik pada penggunaan bersamaan dengan obat lain yang memiliki potensi tersebut, paliperidon merupakan metabolit aktif risperidon, hati-hati pada penggunaan bersamaan keduanya.

Kontraindikasi:
Hipersensitif.

Efek Samping:
umum: infeksi saluran pernapasan atas, agitasi, insomnia, mimpi buruk, akatisia, pusing, gangguan ekstrapiramidal, sakit kepala, somnolens/sedasi, hipertensi, nyeri abdomen atas, konstipasi, diare, mulut kering, mual, muntah, sakit gigi, nyeri, astenia, letih, nyeri pada tempat injeksi, peningkatan berat badan, hiperprolaktinemia, penurunan/peningkatan nafsu makan, gelisah, bingung, dizzines postural, drooling, disartria, diskinesia, distonia, sindrom malignan neuroleptik, letargi, hipertonia, distoniaoromandibular, parkinson, hiperaktif psikomotor, pingsan, oculogyric crisis, mata berputar, penglihatan kabur, vertigo, bradikardi, bundle branch block, postural orthostatic tachycardia syndrome, takikardi, hipotensi ortostatik, rasa tidak nyaman pada perut, hipersekresi saliva, pruritus, ruam, amenore, disfungsi ereksi, galaktorea, ginekomastia, menstruasi tidak teratur, disfungsi seksual, peningkatan kolesterol, peningkatan gula darah; telah dilaporkan: reaksi anafilaktik, konvulsi grand mal, tremor, atrioventricular block first degree, palpitasi, aritmia sinus, takikardi sinus, hipotensi, iskemia, muscle rigidity, priapism, breast discharge, edema, EKG abnormal.

Dosis:
injeksi intramuskular deltoid: dosis awal 150 mg hari pertama dan 100 mg dosis kedua pada hari ke-8, dosis dapat ditingkatkan atau diturunkan dengan rentang 25 sampai 150 mg tergantung tolerabilitas individu, dosis pemeliharaan yang direkomendasikan 75 mg, setelah dosis kedua, obat dapat diberikan melalui otot deltoid maupun gluteal. Jika dosis terlewat (1 bulan – 6 minggu) dosis sebelumnya harus diberikan sesegera mungkin, dilanjutkan dengan injeksi tiap bulan. Jika dosis terlewat (> 6 minggu– 6 bulan) lanjutkan dengan dosis yangsama dimana pasien stabil dengan aturan 1) injeksi intramuskular deltoid, dilanjutkan dengan 2) dosis yang sama intramuskular deltoid satu minggu setelahnya, dan 3) dilanjutkan dengan dosis bulanan melalui deltoid maupun gluteal, jika dosis terlewat (> 6 bulan) pemberian dimulai kembali dengan dosis awal, lanjut usia dengan fungsi ginjal normal (? 80 mL/menit) sama dengan dosis orang dewasa dengan fungsi ginjal normal (lihat diatas), khasiat dan keamanan pada anak dan remaja (< 18 tahun) belum diketahui pasti.

Gangguan fungsi ginjal: gangguan fungsi ginjal ringan (bersihan kreatinin ? 50 hingga < 80mL/menit): dosis awal 100 mg pada hari pertama dan 75 mg seminggu setelahnya melalui intramuskular deltoid, dilanjutkan dengan dosis 50 mg tiap bulan dapat melalui intramuskular deltoid maupun gluteal, paliperidon palmitat tidak dianjurkan untuk pasien gangguan fungsi ginjal sedang hingga parah (bersihan kreatinin < 50mL/menit).

PERFENAZIN

Indikasi:
lihat pada dosis; antiemetik.

Peringatan:
lihat pada Klorpromazin; Tidak dianjurkan pada agitasi dan gelisah pada lansia.

Kontraindikasi:
lihat pada Klorpromazin.

Efek Samping:
lihat pada Klorpromazin. Koma, diskrasia darah, depresi sumsum tulang, kerusakan hati berat. Dibanding dengan klorpromazin, efek sedasi kurang, gejala ekstrapiramidal terutama distonia lebih sering, terutama pada dosis tinggi.

Dosis:
Skizofrenia dan psikosis lain, mania, penggunaan jangka pendek sebagai terapi tambahan untuk ansietas berat, agitasi psikomotor, eksitasi dan perilaku kekerasan atau impulsif berbahaya, dosis awal 4 mg, 3 kali sehari, dosis sesuaikan dengan respons. Maksimal 24 mg/hari. LANSIA seperempat sampai setengah dosis dewasa. ANAK di bawah 14 tahun tidak dianjurkan.

PIMOZID

Indikasi:
lihat pada Dosis.

Peringatan:
lihat keterangan di atas. Dianjurkan untuk pemeriksaan EKG sebelum pengobatan. Direkomendasikan pula, pasien yang menggunakan obat ini sebaiknya memiliki EKG tahunan (jika interval QT mengalami perpanjangan, pengobatan harus ditinjau kembali dan pemutusan atau pengurangan dosis di bawah pengawasan ketat). Pimozid tidak boleh diberikan dengan antipsikotik lainnya (termasuk sediaan depot), antidepresan trisiklik atau obat lain yang memperpanjang interval QT, seperti anti malaria tertentu, obat anti aritmia dan antihistamin tertentu dan jangan diberikan dengan obat yang menyebabkan gangguan elektrolit (terutama diuretik); hati-hati penggunaannya pada pasien dengan gangguan fungsi hati ; penghentian obat secara bertahap; kehamilan (lihat Lampiran 4); pada pasien yang mengendarai motor atau menjalankan mesin.

Interaksi:
Pimozid dapat mengganggu efek anti parkinson pada levodopa. Pimozid dimetabolisme terutama melalui sistem enzim sitokrom P450 sub tipe 3A4 (CYP 3A4) dan lebih melalui sub tipe CYP 2D6. In vitro data menunjukkan bahwa khususnya sistem enzim penghambat CYP3A4 yang kuat seperti antimikotik azole, antiviral penghambat protease, antibiotik makrolid dan nefazodon dapat menghambat metabolisme pimozid. Data in vitro menunjukkan bahwa kuinidin mengurangi ketergantungan CYP2D6 pada metabolisme pimozid. Penyimpangan kadar pimozid dapat meningkatkan resiko perpanjangan QT. Obat-obat yang diketahui memperpanjang interval QT juga dikontraindikasikan. Contoh yang termasuk anti aritmia tertentu; kelas I-A (kuinidin, disopiramid dan prokainamid) dan kelas III (amitriptilin), tetrasiklik tertentu antidepresan (maprotilin), obat antipsikotik tertentu lainnya (fenotiazin dan sertindol), antihistamin tertentu (astemizol dan terfenadin), cisaprid, bepridil, halofantrin dan sparfloksasin. Minuman jus buah anggur dengan pimozid juga dihindari.

Kontraindikasi:
lihat keterangan di atas; riwayat menderita aritmia atau perpanjangan QT bawaan.

Efek Samping:
lihat keterangan di atas; mengantuk; dilaporkan aritmia serius; glikosuria dan hiponatremia (jarang).

Dosis:
skizofrenia, dosis awal 2 mg per hari, dinaikkan sesuai dengan respons, bertahap 2-4 mg dengan interval tidak kurang dari 1 minggu; dosis lazim 2-20 mg sehari; LANSIA: setengah dosis lazim awal. ANAK: tidak dianjurkan.Psikosis hipokondria monosimtomatik, psikosis paranoid, dosis awal 4 mg per hari, dinaikkan sesuai dengan respons, bertahap 2-4 mg dengan interval tidak kurang dari 1 minggu. Maksimal 16 mg per hari. LANSIA: setengah dosis awal lazim. ANAK: tidak dianjurkan Mania, hipomania, terapi tambahan jangka pendek untuk eksitasi dan agitasi psikomotor, dosis awal 10 mg/hari sesuaikan dosis dengan respons, dinaikan 24 mg dengan interval tidak kurang dari 1 minggu, maksimal 20 mg/hari. LANSIA : setengah dosis awal dewasa. ANAK: tidak dianjurkan.

PROKLORPERAZIN

Indikasi:
psikosis, psikoneurosis, tegang, agitasi. Lihat pada Dosis.

Peringatan:
lihat Klorpromazin; hindari pada anak (lihat antiemetik).

Kontraindikasi:
lihat Klorpromazin.

Efek Samping:
lihat Klorpromazin, kurang sedatif, efek ekstrapiramidal terutama distonia lebih sering.

Dosis:
oral: skizofrenia dan psikosis lain, mania, proklorperazin maleat atau mesilat 12,5 mg, 2 kali sehari untuk 7 hari, sesuaikan dosis dengan interval mingguan sampai dosis lazim 75-100 mg/hari sesuai respons. ANAK: tidak dianjurkan. Terapi tambahan jangka pendek untuk ansietas berat, 15-20 mg/hari dosis terbagi, maksimal 40 mg/hari. ANAK: tidak dianjurkan.

SULPIRID

Indikasi:
skizofrenia.

Peringatan:
lihat Klorpromazin hidroklorida.

Kontraindikasi:
lihat Klorpromazin hidroklorida.

Efek Samping:
lihat Klorpromazin hidroklorida, tapi kurang sedatif, tidak terkait dengan sakit kuning atau reaksi kulit; porfiria, hindari pada menyusui, kurangi dosis (lebih baik hindari) pada gangguan faal ginjal.

Dosis:
skizofrenia: 200-400 mg, 2 kali sehari, maksimal 800 mg/hari pada pasien dengan predominan simtom negatif, 2,4 g/hari pada pasien dengan predominan simtom positif. LANSIA dosis awal seperempat sampai setengah dosis dewasa. ANAK di bawah 14 tahun tidak dianjurkan.

TIORIDAZIN

Indikasi:
lihat pada dosis.

Peringatan:
lihat Klorpromazin hidroklorida.

Kontraindikasi:
lihat Klorpromazin hidroklorida.

Efek Samping:
lihat Klorpromazin hidroklorida, kurang sedatif. Gejala ekstrapiramidal dan hipotermi jarang terjadi, lebih sering menyebabkan hipotensi dan mungkin meningkatkan risiko kardiotoksisitas dan perpanjangan interval QT. Retinopati dengan pigmentasi jarang terjadi pada dosis tinggi. Dapat terjadi disfungsi seksual, terutama ejakulasi retrograd; porfiria.

Dosis:
skizofrenia dan psikosis lain, mania: 150-600 mg/hari (dosis awal dalam dosis terbagi) maksimal 800 mg/hari (hanya pasien rawat inap) sampai 4 minggu. Terapi tambahan jangka pendek pada kasus agitasi psikomotor, eksitasi, perilaku kekerasan atau impulsif berbahaya, 75-200 mg/hari. Terapi tambahan jangka pendek pada ansietas berat, agitasi dan gelisah pada LANSIA : 30-100 mg/hari. ANAK (hanya pada problem perilaku dan mental berat) 1-5 tahun: 1 mg/kg bb/hari, 5-12 tahun : 75-150 mg/hari (pada kasus berat sampai 300 mg/hari).

TRIFLUOPERAZIN

Indikasi:
lihat pada dosis; antiemetik.

Peringatan:
lihat Klorpromazin hidroklorida; Hati-hati pada anak.

Interaksi:
Lampiran 1 (trifluoperazin).

Kontraindikasi:
lihat Klorpromazin hidroklorida.

Efek Samping:
lihat Klorpromazin hidroklorida, kurang sedatif. Lebih jarang terjadi hipotensi, hipotermia, dan efek antimuskarinik. Gejala ekstrapiramidal, terutama reaksi distonia dan akatisia lebih sering terjadi.

Dosis:
Oral: kurangi dosis awal pada LANSIA sampai setengahnya. Skizofrenia dan psikosis lain, terapi tambahan jangka pendek pada agitasi psikomotor, eksitasi, perilaku kekerasan atau impulsif berbahaya, dosis awal 5 mg 2 kali sehari, naikkan 5 mg setelah 1 minggu, kemudian pada interval 3 hari, sesuai respons. ANAK sampai 12 tahun, dosis awal sampai 5 mg/hari, dalam dosis terbagi, sesuaikan dengan respons, umur dan berat badan. Terapi tambahan jangka pendek pada ansietas berat 2-4 mg/hari, dalam dosis terbagi, naikkan bila perlu sampai 6 mg/hari. ANAK 3-5 tahun sampai 1mg/hari, 6-12 tahun sampai 4 mg/hari.

ZIPRASIDON

Indikasi:
Untuk pengobatan skizofrenia, terkait psikosis, pencegahan kambuhan (relaps) dan untuk perawatan (maintenance) peningkatan efek klinik selama terapi (continuation therapy).

Peringatan:
Kehamilan, gangguan fertilitas, hati?ati digunakan pada pasien dengan tumor pituitari, menyusui (lampiran 5), tidak direkomendasikan untuk anak-anak di bawah 18 tahun.

Interaksi:
Ketokonazol, meningkatkan kadar ziprasidon sebesar 35-40%. Karbamazepin, menurunkan Cmax dari ziprasidon. Hati-hati penggunaan bersamaan dengan obat yang bekerja secara sentral.

Efek Samping:
mengantuk (somnolence), waspada dalam mengendarai dan mengoperasikan mesin.

Dosis:
Dosis yang direkomendasikan adalah 40 mg, dua kali sehari dikonsumsi bersamaan dengan makanan. Dosis total sehari dapat disesuaikan berdasarkan status klinik individu, hingga maksimum 80 mg, dua kali sehari. Penyesuaian dosis jika dibutuhkan, tidak boleh kurang dari dari 2 hari. Dosis maksimum yang direkomendasikan 80 mg, dua kali sehari, respons dapat diperoleh paling cepat pada hari ke-3 pengobatan.

Antipsikotik Atipikal

Antipsikotik atipikal seperti amisulprid, aripiprazol, klozapin, olanzapin, kuetiapin, risperidon dan zotepin dapat ditoleransi lebih baik dan frekuensi gejala ekstrapiramidal lebih sedikit dibandingkan antipsikotik generasi sebelumnya.

Aripiprazol, klozapin, kuetiapin, dan sertindol tidak menyebabkan peningkatan kadar prolaktin atau hanya sedikit; jika menggantikan antipsikotik lain, pengurangan kadar prolaktin dapat meningkatkan fertilitas. Klozapin digunakan untuk pengobatan skizofrenia hanya pada pasien yang tidak memberi respon, atau intoleransi pada obat antipsikotik konvensional. Obat ini dapat menyebabkan agranulositosis sehingga penggunaannya terbatas hanya pada pasien yang dipantau khusus (lihat keterangan pada sediaan klozapin).

Sertindol digunakan kembali setelah terkait kejadian aritmia; obat ini digunakan terbatas pada pasien dalam studi klinik dan pasien yang intoleransi minimal pada satu macam antipsikotik lain.

Rekomendasi untuk antipsikotik atipikal pada pasien skizofrenia:

Penggunaan antipsikotik atipikal (amisulprid, olanzapin, kuetiapin, risperidon, dan zotepin) dapat dipertimbangkan sebagai obat lini pertama untuk pasien yang baru didiagnosa skizofrenia.
Antipsikotik atipikal dipertimbangkan sebagai terapi pilihan untuk mana- ngani episoda skizofrenia akut bila pasien tidak memungkinkan untuk diajak berdiskusi.
Antipsikotik atipikal dapat dipertimbangkan untuk pasien yang tidak tahan pada efek samping antipsikotik konvensional.
Antipsikotik atipikal dapat dipertimbangkan untuk pasien kambuhan di mana gejala-gejala sebelumnya tidak cukup terkontrol.
Penggunaan antipsikotik atipikal tidak diperlukan jika antipsikotik konvensional dapat mengontrol gejala dan pasien dapat mentoleransi efek samping yang tidak diinginkan.
Klozapin dapat diberikan jika skizofrenia tidak cukup terkontrol. Walau sudah digunakan dua atau lebih antipsikotik secara berselang (dimana salah satunya adalah antipsikotik atipik) masing-masing digunakan paling tidak selama 6-8 minggu.
Peringatan dan Kontraindikasi.
Bila antipsikotik atipikal secara umum tidak menyebabkan pada perpanjangan interval QT, obat ini tetap sebaiknya digunakan secara hati-hati bila diresepkan bersama obat lain yang dapat meningkatkan interval QT. Antipsikotik atipikal sebaiknya digunakan secara hati-hati pada pasien penyakit kardiovaskular atau pasien dengan riwayat epilepsi, serta pada pasien lansia; interaksi Lampiran 1 (antipsikotik).

Antipsikotik atipikal dan stroke
Olanzapin dan risperidon dikaitkan dengan peningkatan risiko stroke pada pasien lansia yang menderita demensia. Disarankan:

Risperidon dan olanzapin tidak boleh digunakan untuk mengatasi gangguan tingkah laku pada demensia;
Digunakan pada pasien lansia yang menderita demensia dengan kondisi psikotik akut; risperidon hanya diberikan untuk penggunaan jangka pendek dan di bawah pengawasan dokter spesialis; olanzapin tidak digunakan pada psikosis akut;
Sebelum memberikan pengobatan pada pasien dengan riwayat stroke atau transient ischaemic attack sebaiknya dipertimbangkan dengan hati-hati kemungkinan mengalami serangan serebrovaskular;sebaiknya dipertimbangkan juga faktor risiko penyakit serebrovaskular (misal hipertensi, diabetes melitus, merokok dan atrial fibrillation)
Mengemudi
Antipsikotik atipikal dapat mempengaruhi kemampuan melakukan tugas yang membutuhkan keahlian dan konsentrasi (misal mengemudi); alkohol dapat meningkatkan pengaruh antipsikotik atipikal.

Penghentian obat
Penghentian penggunaan obat antipsikotik setelah pengobatan jangka panjang sebaiknya dilakukan secara bertahap dengan pemantauan yang ketat untuk mencegah risiko sindrom putus obat akut atau gejala kambuh yang terjadi secara cepat.

Efek samping
Efek samping antipsikotik atipikal adalah bertambahnya berat badan, pusing, hipotensi postural (terutama selama titrasi dosis awal) yang dapat menyebabkan syncope atau refleks takikardi pada beberapa pasien, gejala ekstrapiramidal (biasanya ringan, dan dapat diatasi dengan pengurangan dosis atau obat antimuskarinik), dan kadang-kadang tardive dyskinesia pada pemberian jangka panjang (hentikan pemakaian obat bila terlihat gejala awal). Dapat terjadi hiperglikemia dan kadang-kadang diabetes melitus, terutama pada penggunaan klozapin dan olanzapin; pemantauan berat badan dan kadar glukosa dalam plasma dapat mengidentifikasi perkembangan hiperglikemia. Kadang- kadang dilaporkan terjadi sindrom keganasan neuroleptik.

Monografi:
AMISULPRID
Indikasi:
skizofrenia akut dan kronis (dengan gejala positif dan/atau negatif).

Peringatan:
penyesuaian dosis pada insufisiensi ginjal, riwayat kejang, lansia; pada pasien penyakit parkinson, hanya diberikan jika sangat diperlukan.

Interaksi:
tidak boleh dikombinasi dengan obat agonis dopaminergik (amantadin, apomorfin, bromokriptin, kabergolin, entakapon, lisurid, pergolid, priribedil, pramipeksol, kuinagolid, ropinirol) kecuali pada pasien penyakit Parkinson. Pada kondisi harus mengatasi gejala ekstrapiramidal akibat neuroleptik, jangan diatasi dengan agonis dopaminergik tapi gunakan antikolinergik. Kombinasi dengan sultoprid, meningkatkan risiko aritmia ventrikel, terutama torsades de pointes.

Kontraindikasi:
hipersensitif pada amilsuprid atau komponen obat, feokromositoma yang sedang menggunakan obat antidopaminergik; kehamilan, menyusui; anak usia di bawah 15 tahun.

Efek Samping:
peningkatan kadar prolaktin serum sehingga menyebabkan galaktorea, amenorea, ginekomastia, payudara membengkak, impotensi, frigiditas; berat badan meningkat, gejala ekstrapiramidal (tremor, hipertonia, hipersalivasi, akatisia, hipokinesia); mengantuk, gangguan saluran cerna seperti konstipasi, mual, muntah, mulut kering.

Dosis:
Oral, 50-300 mg/hari, Dosis disesuaikan dengan kebutuhan individual, dosis optimum 100 mg/hari. Untuk gejala campuran (gejala positif dan negatif), awal terapi 400-800 mg/hari. Dosis maksimal 1200 mg. Jika dosis harian kurang dari 400 mg, diberikan sebagai dosis tunggal. Dan dosis dua kali sehari jika lebih dari 400 mg.

ARIPIPRAZOL
Indikasi:
skizofrenia, gangguan bipolar (terapi tunggal atau terapi tambahan terhadap litium atau valproat untuk episode mania akut akibat gangguan bipolar), terapi tambahan pada gangguan depresi mayor, iritabilitas akibat gangguan autisme, agitasi akibat skizofrenia atau gangguan bipolar.

Peringatan:
lihat catatan di atas, riwayat kejang, geriatri (kurangi dosis awal), gangguan fungsi hati, kehamilan.

Interaksi:
Hati-hati jika diberikan dalam kombinasi dengan obat yang bekerja sentral dan alkohol. Dapat meningkatkan efek antihipertensi tertentu karena sifatnya sebagai antagonis reseptor adrenergik alfa 1.

Kontraindikasi:
lihat catatan di atas, menyusui.

Efek Samping:
umum pada pasien dewasa: mual, muntah, konstipasi, sakit kepala, pusing, akatisia, ansietas, insomnia, gelisah, penglihatan kabur, dispepsia, mulut kering, sakit gigi, rasa tidak nyampan pada perut, letih, nyeri, kekakuan pada muskuloskeletal, nyeri ekstremitas, mialgia, spasme otot, sedasi, gangguan ekstrapiramidal, tremor, somnolens, agitasi, insomnia, ansietas, gelisah, nyeri faringolaringeal, batuk; umum pada anak dan remaja: somnolen, sakit kepala, muntah, gangguan ekstrapiramidal, letih, peningkatan nafsu makan, insomnia, mual, nasofaringitis dan peningkatan berat badan; jarang: takikardia, kejang; sangat jarang: salivasi meningkat, pankreatitis, nyeri dada, agitasi, gangguan bicara, kekakuan, rhabdomiolisis.

Dosis:
skizofrenia: dewasa, oral 10 atau 15 mg/hari, peningkatan dosis tidak boleh dilakukan sebelum 2 minggu, dosis lebih tinggi tidak lebih efektif, remaja: 10 mg/hari, gangguan bipolar: dewasa 30 mg/hari, anak dan remaja 10 mg/hari, gangguan depresi mayor: dewasa 2-15 mg/hari, pada anak dan remaja belum ada data, agitasi terkait skizofrenia atau mania bipolar: injeksi intramuskular 9,75 mg.

KLOZAPIN
Indikasi:
skizofrenia (termasuk psikosis pada penyakit Parkinson) pada pasien yang tidak respon atau intoleran dengan obat antipsikotik konvensional.

Peringatan:
lihat catatan di atas; monitor jumlah leukosit dan hitung jenis (lihat agranulositosis, di bawah); hentikan bertahap neuroleptik konvensional sebelum memulai terapi; kelainan hati; kelainan ginjal; hipertrofi prostat, glaukoma sudut tertutup.
PENGHENTIAN. Penghentian yang direncanakan kurangi dosis dalam 1-2 minggu untuk menghindari risiko psikosis rebound. Jika penghentian tiba-tiba dibutuhkan, observasi pasien dengan seksama.
AGRANULOSITOSIS. Dilaporkan neutropenia dan agranulositosis berpotensi fatal. Jumlah leukosit dan hitung jenis harus normal sebelum memulai terapi, monitor leukosit dan hitung jenis selama 18 minggu setelah itu minimal tiap 2 minggu, dan jika klozapin tetap diberikan dan hasil hitung darah stabil selama 1 tahun maka pemeriksaan minimal tiap 4 minggu (dan 4 minggu setelah dihentikan); jika jumlah leukosit <3000/mm3 atau jika hitung neutrofil absolute <1500/ mm3 hentikan sementara dan rujuk ke hematolog. Hindari pemberian obat-obatan yang menekan leukopoesis; pasien harus segera melaporkan gejala infeksi, terutama penyakit mirip influenza. MIOKARDITIS DAN KARDIOMIOPATI Dilaporkan miokarditis fatal (sering pada 2 bulan pertama) dan kardiomiopati. Disarankan: Pemeriksaan fisik dan riwayat medis sebelum mulai menggunakan klozapin. Jika dari pemeriksaan oleh spesialis ditemukan adanya abnormalitas jantung atau riwayat penyakit jantung-pemberian klozapin hanya bila tidak ada penyakit jantung berat dan bila manfaat yang diperoleh lebih besar daripada risikonya. Takikardi menetap terutama 2 bulan pertama membutuhkan observasi seksama untuk miokarditis atau kardiomiopati lainnya. Jika dicurigai ada miokarditis atau kardiomiopati, pemberian klozapin harus dihentikan dan pasien segera dievaluasi oleh dokter ahli jantung. Penghentian menetap bila terjadi miokarditis atau kardiomiopati yang diinduksi oleh pemberian klozapin. OBSTRUKSI GASTROINTESTINAL. Dilaporkan reaksi yang menggambarkan obstruksi gastrointestinal. Hati-hati bila memberikan klozapin bersamaan dengan obat-obatan yang menyebabkan konstipasi (contoh: obat antimuskarinik) atau riwayat penyakit kolon atau operasi usus besar. Monitor untuk konstipasi dan berikan laksan bila perlu. Kontraindikasi: kelainan jantung berat (contoh: miokarditis; lihat Miokarditis dan Kardiomiopati, di atas); penyakit hati aktif, kerusakan ginjal berat,; riwayat neutropenia atau agranulositosis; kelainan sumsum tulang; ileus paralitik (lihat obstruksi gastrointestinal, di atas); psikosis alkoholik dan psikosis toksik; riwayat kolaps sirkulasi; keracunan obat; koma atau depresi SSP berat; epilepsi tidak terkontrol; kehamilan dan menyusui. Efek Samping: lihat catatan di atas; konstipasi (lihat obstruksi gastrointestinal, di atas), hipersalivasi, mual, muntah; takikardia, perubahan pada EKG, hipertensi; mengantuk, pandangan kabur, sakit kepala, tremor, rigiditas, gejala ekstrapiramidal, kejang, fatigue, gangguan pengaturan suhu, demam; hepatitis, jaundice kolestatik, pankreatitis; inkontinensia urin dan retensi urin; agranulositosis (penting: lihat Agranulositosis, di atas), leukopenia, eosinofilia, leukositosis; jarang: disfagia, kopars sirkulasi, aritmia, miokarditis (penting: lihat Miokarditis dan Kardiomiopati, di atas), perikarditis, tromboemboli, bingung, delirium, gelisah, agitasi, diabetes melitus; juga dilaporkan, obstruksi usus halus, ileus paralitik (lihat obstruksi gastrointestinal, di atas), pembesaran kelenjar parotis, nekrosis heptatis fulminan, trombositopenia, trombositemia hipertrigliseridemia, hiperkolesterolemia, kardiomiopati, henti jantung, henti nafas, nefritis interstisial, priapismus, reaksi kulit. Dosis: skizofrenia, DEWASA > 16 tahun (pengawasan medis ketat saat inisiasi/awal-risiko kolaps sehubungan dengan hipotensi) 12,5 mg 1 atau 2 kali pada hari pertama lalu 25-50 mg pada hari ke 2 dan dinaikkan bertahap (jika ditoleransi dengan baik) pada 25-50 mg sehari selama 14-21 hari hingga 300 mg sehari dengan dosis terbagi (dosis malam lebih besar, hingga 200 mg sehari dapat dikonsumsi sebagai dosis tunggal menjelang tidur); jika perlu dapat ditingkatkan hingga 50-100 mg sekali (dianjurkan)-dua kali seminggu; dosis lazim 200-450 mg sehari (maksimal 900 mg sehari). CATATAN: memulai setelah interval lebih dari 2 hari, 12,5 mg 1-2 kali sehari pada hari pertama (namun dosis dapat ditingkatkan lebih cepat daripada saat inisasi)- perhatian ekstrim jika sebelumnya terjadi henti nafas atau henti jantung dengan pemberian dosis awal. GERIATRI DAN KELOMPOK RISIKO KHUSUS. Pada geriatri, 12,5 mg sekali pada hari pertama- penyesuaian berikutnya terbatas hingga 25 mg sehari.Psikosis pada penyakit Parkinson, dewasa >16 tahun, 12,5 mg sebelum tidur malam ditingkatkan menjadi 12,5 mg hingga 2 kali seminggu hingga 50 mg sebelum tidur malam; rentang dosis lazim 25-37,5 mg sebelum tidur malam; pengecualian, dosis mungkin ditingkatkan hingga 12,5 mg tiap minggu sampai maksimal 100 mg sehari dalam 1-2 dosis terbagi.

OLANZAPIN
Indikasi:
lihat pada Dosis.

Peringatan:
Lihat keterangan di atas (termasuk anjuran pada antipsikotik atipik dan stroke); hipertrofi prostat, ileus paralitik, diabetes melitus (risiko eksaserbasi atau ketoasidosis), angka leukosit dan neutrofil rendah, depresi sumsum tulang, kelainan hipereosinofil, myeloproliferatif, penyakit parkinson, gangguan fungsi hati; gangguan fungsi ginjal (Lampiran 3); kehamilan (Lampiran 4).

Interaksi:
Lampiran 1 ( Antipsikotik). Depresi pernapasan dan sistem saraf pusat. Tekanan darah, kecepatan pernapasan dan denyut nadi harus dimonitor selama paling tidak 4 jam setelah injeksi intramuskular, terutama yang juga mendapat antipsikotik lain atau benzodiazepin.

Kontraindikasi:
glaukoma sudut sempit; wanita menyusui (Lampiran 5); untuk infeksi, infark miokardiak akut, angina tak stabil; hipotensi atau bradikardi berat; sick sinus syndrome; pasca bedah jantung.

Efek Samping:
lihat keterangan di atas; efek antimuskarinik ringan dan sementara; mengantuk, kesulitan bicara; memburuknya penyakit parkinson; gaya berjalan abnormal, halusinasi, akathisia, asthenia, nafsu makan meningkat, sutu tubuh meningkat, konsentrasi trigleserida meningkat, udem, hiperprolaktin (tetapi manifestasi klinik jarang); inkontinensia urin; eosinofilia; hipotensi, bradikardi, fotosensitif; kadang tromboembolisme, kejang, retensi urin, priapismus, leukopenia, neutropenia, trombositoenia, rhabdomiolisis, ruam kulit, hepatitis, pankreatitis; dengan injeksi, reaksi lokasi injeksi: sinus pause, hipoventilasi.

Dosis:
skizofrenia, kombinasi terapi mania, mencegah kambuhnya kelainan bipolar, oral, DEWASA : lebih dari 18 tahun, 10 mg sehari disesuaikan dengan dosis umumnya 5-20 mg per hari; dosis lebih dari 10 mg sehari hanya setelah penilaian kembali; maksimal 20 mg sehari.Monoterapi untuk mania, oral, DEWASA: lebih dari 18 tahun, 15 mg sehari disesuaikan dengan dosis umumnya 5-20 mg sehari; dosis lebih besar dari 15 mg hanya setelah penilaian kembali; maksimal 20 mg sehari. Kontrol agitasi dan gangguan perilaku pada skizofrenia atau mania, dengan injeksi intramuskular, DEWASA : lebih dari 18 tahun, dosis awal 5-10 mg (dosis biasa 10 mg) sebagai dosis tunggal diikuti 5-10 mg setelah 2 jam apabila diperlukan; LANSIA: dosis awal 2,5 -5 mg sebagai dosis tunggal diikuti 2,5-5 mg setelah 2 jam apabila diperlukan; maksimal 3 kali pemberian injeksi setiap hari untuk 3 hari; dosis maksimal kombinasi sediaan oral dan parenteral 20 mg Catatan: Jika ada satu atau lebih faktor yang dapat memperlambat metabolisme (seperti jenis kelamin wanita, lansia dan bukan perokok) pertimbangkan dosis awal yang lebih rendah dan peningkatan dosis sedikit demi sedikit.

QUETIAPIN
Indikasi:
skizofrenia; pengobatan episode mania yang disertai gangguan bipolar.

Peringatan:
lihat keterangan di atas; kehamilan (lihat Lampiran 4), gangguan hati, gangguan ginjal (lihat Lampiran 3), penyakit serebrovaskuler, kardiovaskuler dan yang mengarah pada hipotensi, obat-obatan yang diketahui dapat memperpanjang interval QT, terutama pada lansia.

Interaksi:
penggunaan quetiapin dengan kombinasi obat yang mempengaruhi sistem saraf pusat dan alkohol harus hati-hati.; farmakokinetik litium tidak berubah apabila digunakan bersama quetiapin; farmakokinetik quetiapin tidak diubah secara signifikan jika diberikan bersama anti depresan impiramin (inhibitor CYP2D6) atau fluoksetin (inhibitor CYP3A4 dan CYP2D6); Penggunaan bersama dengan inhibitor CYP3A4 seperti antijamur azol dan antibiotik golongan makrolid harus hati-hati.

Kontraindikasi:
menyusui (lihat Lampiran 5).

Efek Samping:
lihat keterangan di atas; mengantuk, dispepsia, konstipasi, mulut kering, asthenia ringan, rhinitis, takikardi; leukopenia, neutropenia dan kadang-kadang dilaporkan eosinofilia; peningkatan plasma trigliserida; dan kadar kolesterol, penurunan kadar plasma hormon tiroid; kemungkinan perpanjangan interval QT; udem (jarang); priapismus (sangat jarang).

Dosis:
skizoprenia 25 mg 2 kali sehari pada hari ke-1, 50 mg 2 kali sehari pada hari ke-2, 100 mg 2 kali sehari pada hari ke-3, 150 mg 2 kali sehari pada hari ke-4, kemudian disesuaikan dengan respon, dosis lazim 300-450 mg per hari dalam dosis terbagi 2; maksimal 750 mg sehari; LANSIA: dosis awal 25 mg per hari sebagai dosis tunggal, dinaikkan 25-50 mg per hari dalam dosis terbagi 2; ANAK dan REMAJA : tidak dianjurkanMania, 50 mg 2 kali sehari pada hari ke-1, 100 mg 2 kali sehari pada hari ke-2, 150 mg 2 kali sehari pada hari ke-3, 200 mg 2 kali sehari pada hari ke-4, kemudian disesuaikan dengan respons, secara bertahap hingga 200 mg per hari sampai maksimal 800 mg per hari; dosis lazim 400-800 mg per hari dalam dosis terbagi 2; LANSIA: dosis awal 25 mg per hari sebagai dosis tunggal, dinaikkan bertahap 25-50 mg per hari dalam dosis terbagi 2; ANAK dan REMAJA tidak dianjurkanUntuk pasien yang menderita gangguan hati dan ginjal, dosis awal 25 mg sehari. Dosis dapat ditingkatkan perhari dengan kenaikan 25-50 mg sampai dosis efektif.

RISPERIDON
Indikasi:
psikosis akut dan kronik, mania.

Peringatan:
Lihat keterangan di atas (termasuk saran pada antipsikotik atipikal, dan stroke); penyakit parkinson, kehamilan (lampiran 4), gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal (lampiran 3).

Interaksi:
lihat lampiran 1.

Kontraindikasi:
Menyusui (Lampiran 5).

Efek Samping:
Lihat keterangan di atas; insomnia, agitasi, ansietas, sakit kepala. Kurang umum terjadi: Mengantuk, gangguan konsentrasi, lelah, pandangan kabur, konstipasi, mual dan muntah, dispepsia, nyeri abdominal, hiperprolaktinemia (dengan galaktorea, gangguan menstruasi, ginekomastia), disfungsi seksual, priapisme, inkontinensia urin, takikardi, hipertensi, udem, ruam kulit, rhinitis, trauma serebrovaskular, dilaporkan juga terjadinya neutropenia dan trombositopenia. Jarang terjadi: kejang, hiponatremia, pengaturan temperatur yang abnormal, serta epitaksis.

Dosis:
Psikosis, 2 mg dalam 1-2 dosis terbagi pada hari pertama, kemudian 4 mg dalam 1-2 dosis terbagi pada hari kedua (titrasi dosis yang lebih lambat dibutuhkan dibutuhkan pada beberapa pasien). Dosis lazim 4-6 mg per hari. Dosis di atas 10 mg per hari hanya jika manfaatnya lebih besar daripada risikonya (maksimum 16 mg per hari). Lansia (atau pada gangguan fungsi hati atau ginjal) dosis awal 500 mcg dua kali sehari dan naikkan bertahap sebesar 500 mcg hingga mencapai 1-2 mg, dua kali sehari. Anak-anak di bawah 15 tahun tidak direkomendasikan. Mania, Dosis awal 2 mg, satu kali sehari, naikkan dosis jika perlu secara bertahap sebanyak 1 mg per hari. Dosis lazim 1-6 mg per hari; lansia (atau pada gangguan fungsi hati atau ginjal) dosis awal 50 mcg dua kali sehari, naikkan dosis bertahap sebesar 500 mcg dua kali sehari hingga mencapai 1-2 mg dua kali sehari.

ZOTEPIN
Indikasi:
Skizofrenia.

Peringatan:
Lihat keterangan di atas; riwayat epilepsi pada pasien atau keluarganya; penghentian obat depresan SSP yang diberikan secara bersamaan, QT interval prolongation- diperlukan pemeriksaan EKG (pada awal terapi dan setiap peningkatan dosis) pada pasien memiliki risiko aritmia; monitor kadar elektrolit, terutama pada awal terapi dan setiap peningkatan dosis; gangguan fungsi hati (lampiran 2); gangguan fungsi ginjal (lampiran 3); hipertrofi prostat, retensi urin, cenderung untuk mengalami glaukoma sudut sempit, ileus paralisis, kehamilan (lampiran 4).

Kontraindikasi:
Intoksikasi akut dengan depresan SSP, penggunaan bersamaan antipsikosis dosis tinggi; gout akut (hindari selama 3 minggu setelah serangan membaik); riwayat nefrolitiasis; menyusui (lampiran 5).

Efek Samping:
lihat keterangan di atas, konstipasi, dispepsia, mulut kering, takikardia, QT interval prolongation, rinitis, agitasi, ansietas, depresi, astenia, sakit kepala, abnormalitas EEG, insomnia, mengantuk, hipertermia atau hipotermia, salivasi meningkat, diskrasia darah (termasuk leukositosis, leukopenia), peningkatan laju endap darah, penglihatan kabur, berkeringat; kurang sering, anoreksia, diare, mual dan muntah, nyeri abdomen, hipertensi, sindrom mirip influenza, batuk, dispnea, rasa bingung, kejang, penurunan libido, gangguan berbicara, vertigo, hiperprolaktinemia, anemia, trombositemia, edema, rasa haus, impotensi, inkontinensia urin, artralgia, mialgia, konjungtivitis, akne, kulit kering, ruam kulit; jarang, bradikardi, epistaksis, pembesaran abdomen, amnesia, ataksia, koma, delirium, hipaestesia, mioklonik, trombositopenia, ejakulasi abnormal, retensi urin, menstruasi yang tidak teratur, miastenia, alopesia, fotosensitivitas; sangat jarang, glaukoma sudut sempit.

Dosis:
Awal, 25 mg, tiga kali sehari, dapat ditingkatkan berdasarkan respons, dengan interval waktu 4 hari hingga maksimal 100 mg tiga kali sehari; LANSIA, dosis awal 25 mg dua kali sehari ditingkatkan berdasarkan respons, hingga maksimal 75 mg dua kali sehari; ANAK dan REMAJA di bawah 18 tahun, tidak direkomendasikan.

Injeksi Depo Antipsikosis

Injeksi depo kerja panjang digunakan untuk terapi pemeliharaan terutama ketika kepatuhan pengobatan melalui oral tidak tercapai. Bagaimanapun, injeksi depo dari antipsikosis konvensional dapat meningkatkan risiko terjadinya reaksi ekstrapiramidal dibandingkan dengan sediaan oral. Reaksi ekstrapiramidal lebih jarang terjadi pada antipsikosis atipikal seperti risperidon. Informasi penggunaan injeksi depo antipsikotik pada anak masih terbatas dan penggunaannya hanya boleh dilaksanakan di unit-unit khusus

Cara pemberian. Pemberian depo antipsikosis dilakukan melalui injeksi intramuskular dalam dengan interval 1 hingga 4 minggu. Jika memulai terapi dengan sediaan lepas lambat dari antipsikosis konvensional, pasien mula–mula sebaiknya diberi dosis uji yang kecil (small test-dose) karena timbulnya efek samping yang tidak diinginkan dapat diperpanjang.
Umumnya, tidak lebih dari 2–3 ml dari injeksi berbasis minyak sebaiknya diberikan pada satu tempat penyuntikan. Teknik injeksi yang benar (termasuk teknik penggunaan z-track) dan rotasi tempat penyuntikan merupakan hal penting. Jika dosis perlu diturunkan untuk meringankan efek samping, penting untuk mengetahui bahwa kadar obat dalam plasma tidak boleh turun selama beberapa waktu setelah penurunan dosis. Oleh karena itu mungkin butuh waktu sebulan atau lebih sebelum efek samping hilang.

Dosis. Respon individual terhadap obat neuroleptik sangat bervariasi dan untuk mendapatkan efek optimum, dosis dan interval dosis harus dititrasi tergantung respon pasien.

Dosis ekuivalen dari depot antipsikosis. Kesetaraan ini dimaksudkan hanya sebagai panduan umum; instruksi dosis individual juga sebaiknya diperhatikan; pasien sebaiknya berhati–hati dan dimonitor terhadap setiap perubahan selama pengobatan.

AntipsikosisDosis (mg)Interval
Flupentiksol dekanoat402 minggu
Flufenazin dekanoat252 minggu
Haloperidol

(sebagai dekanoat)

1004 minggu
Pipotiazin palmitat504 minggu
Zuklopentiksol dekanoat2002 minggu

Penting. Kesetaraan ini tidak boleh diekstrapolasikan melebihi dosis maksimum obat. Dosis yang lebih tinggi membutuhkan titrasi yang sangat hati-hati oleh dokter spesialis dan kesetaraan dosis di atas ini mungkin saja tidak sesuai.

Pemilihan. Tidak ada batas yang jelas pada penggunaan antipsikosis konvensional, tetapi zuklopentiksol mungkin dapat digunakan untuk pengobatan agitasi atau pasien yang agresif di mana flupentiksol dapat menjadi penyebab dari kegembiraan yang berlebihan pada pasien ini. Kejadian reaksi ekstrapiramidal hampir sama dengan antipsikosis konvensional.

Perhatian. Lihat bab 4.2.1. Pengobatan membutuhkan pengawasan yang hati–hati untuk efek yang optimum. Ketika melakukan perubahan dari terapi oral ke terapi depo, dosis oral sebaiknya dikurangi secara bertahap.

Kontraindikasi. Lihat bab 4.2.1 Jangan digunakan pada anak–anak.

Efek samping. Lihat bab 4.2.1 Nyeri dapat timbul pada tempat penyuntikan dan terkadang muncul eritema, pembengkakan dan nodul. Untuk efek samping antipsikosis spesifik lihat pada monografi masing-masing obat.

Monografi

FLUFENAZIN DEKANOAT

Indikasi:
terapi pemeliharaan pada skizofrenia dan psikosis lain.

Peringatan:
lihat klorpromazin hidroklorida.

Kontraindikasi:
lihat klorpromazin hidroklorida; pada kasus depresi berat.

Efek Samping:
lihat klorpromazin hidroklorida.

Dosis:
injeksi intramuskular dalam, pada otot gluteus. Dosis uji 12,5 mg (LANSIA 6,25 mg), kemudian setelah 4-7 hari 12,5-100 mg diulang dengan interval 14-35 hari, disesuaikan dengan respons. ANAK: tidak dianjurkan.

HALOPERIDOL DEKANOAT

Indikasi:
terapi pemeliharaan pada skizofrenia dan psikosis lain.

Peringatan:
lihat haloperidol dengan keterangan di atas.

Kontraindikasi:
lihat haloperidol dengan keterangan di atas.

Efek Samping:
lihat haloperidol dengan keterangan di atas.

Dosis:
injeksi intramuskular, pada otot gluteus: dosis awal 50 mg tiap 4 minggu, bila perlu dinaikkan tiap 2 minggu 50 mg, sampai 300 mg tiap 4 minggu. Dosis yang lebih tinggi mungkin diperlukan pada sejumlah pasien. LANSIA: dosis awal 12,5-25 mg tiap 4 minggu. ANAK: tidak dianjurkan.

PIPOTIAZIN

Indikasi:
terapi pemeliharaan pada skizofrenia dan penyakit jiwa lainnya.

Peringatan:
lihat keterangan di atas dan 4.2.1.

Kontraindikasi:
lihat keterangan di atas dan 4.2.1.

Efek Samping:
lihat keterangan di atas dan 4.2.1.

Dosis:
Injeksi intramuskular secara dalam hingga ke otot gluteal, dosis uji 25 mg, dilanjutkan 25-50 mg setelah 4-7 hari, kemudian disesuaikan menurut respons, setiap 4 minggu; dosis lazim pada interval 50-100 mg (maksimal 200 mg) setiap 4 minggu; LANSIA, dosis awal 5-10 mg; ANAK. Tidak direkomendasikan.

4.2.2 Antimanik

Obat yang digunakan pada mania untuk mengontrol serangan akut dan untuk mencegah kekambuhan.

Obat antipsikosis
Pada serangan mania akut, biasanya dibutuhkan pengobatan dengan antipsikosis (bab 4.2.1), karena diperlukan waktu beberapa hari hingga litium memberikan efek antimanik. Litium dapat diberikan secara bersamaan dengan obat antipsikosis dan antipsikosis dihentikan secara bertahap bersamaan dengan meningkatnya efek litium. Sebagai alternatif, terapi dengan litium dimulai setelah kondisi pasien distabilkan dengan menggunakan antipsikosis. Penggunaan antipsikosis tambahan yaitu antipsikosis atiptikal seperti olanzapin (bab 4.2.1) dengan dengan litium atau asam valproat mungkin dapat bermanfaat.
Dosis tinggi dari haloperidol, flufenazin, atau flupentiksol dapat membahayakan jika digunakan dengan litium. Telah dilaporkan terjadi ensefalopati toksik yang menetap.

Litium

Garam litium digunakan pada pencegahan dan pengobatan mania, pada pencegahan gangguan bipolar (gangguan manik–depresif) dan pada pencegahan depresi kekambuhan (penyakit unipolar atau depresi unipolar). Penggunaan litium pada anak-anak hanya diperbolehkan atas anjuran dokter spesialis.

Keputusan untuk memberikan litium sebagai terapi pencegahan biasanya membutuhkan saran dari dokter spesialis, dan harus berdasarkan pertimbangan yang hati-hati terhadap kemungkinan kambuhan pada pasien individual, serta menimbang rasio manfaat dan risiko pemberian obat. Penggunaan litium jangka panjang, dikaitkan dengan gangguan tiroid dan kognitif ringan serta gangguan ingatan. Oleh karena itu pengobatan jangka panjang hanya boleh dilakukan melalui pertimbangan yang hati-hati terhadap risiko dan manfaat, dan dengan pemantauan fungsi tiroid secara teratur.

Kebutuhan untuk terapi selanjutnya sebaiknya dinilai secara teratur dan setelah 3–5 tahun pasien hanya boleh terus diberikan litium jika manfaat pemberian tetap.

Kadar dalam serum. Garam litium memiliki rasio terapetik/toksik yang sempit dan oleh karena itu tidak boleh diresepkan kecuali tersedia fasilitas monitoring kadar serum litium. Dosis disesuaikan hingga mencapai kadar litium dalam serum 0,4–1 mmol/liter (interval yang lebih kecil untuk dosis pemeliharaan dan pasien lansia) menggunakan sampel yang diambil 12 jam setelah dosis sebelumnya. Penting untuk menentukan interval optimum untuk setiap pasien individual.

Dosis berlebih, biasanya terjadi pada kadar litium dalam serum lebih dari 1,5 mmol/ liter, dapat menjadi fatal dan berefek toksik termasuk tremor, ataksia, disartria, nistagmus, gangguan fungsi ginjal, dan konvulsi. Jika tanda–tanda keracunan seperti ini muncul, pengobatan sebaiknya dihentikan, ukur kembali kadar litium dalam serum, dan langkah lebih lanjut untuk mengembalikan kondisi akibat toksisitas litium. Pada kasus ringan penghentian litium dan pemberian sejumlah garam natrium serta cairan akan menetralkan toksisitas. Kadar litium dalam serum yang lebih dari 2 mmol/liter membutuhkan perawatan segera sebagaimana diuraikan dalam Penanganan Darurat pada Keracunan.

Interaksi. Toksisitas litium dapat diperparah dengan kurangnya kadar natrium, oleh karena itu penggunaan bersama dengan diuretik (terutama tiazid) berbahaya dan sebaiknya dihindari. Untuk interaksi litium lainnya, lihat Lampiran 1.

Penghentian obat. Karena tidak ada bukti yang jelas terhadap gejala putus obat dan rebound psikosis, penghentian yang tiba-tiba dari litium meningkatkan risiko kekambuhan. Jika litium sebaiknya dihentikan, dosis sebaik-nya diturunkan secara bertahap selama periode beberapa minggu dan pasien sebaiknya diperingatkan akan kemungkinan timbulnya kekambuhan jika obat dihentikan secara mendadak.

Monografi

LITIUM KARBONAT

Indikasi:
terapi dan profilaksis kasus mania, depresimania dan depresi kambuhan (lhat keterangan di atas); agresif atau sifat yang merugikan/merusak diri sendiri.

Peringatan:
ukur kadar plasma secara teratur (setiap 3 bulan pada regimen yang distabilkan), monitor fungsi tiroid; pertahankan asupan cairan dan natrium yang memadai; hindari gangguan pada ginjal, penyakit jantung, dan gangguan lain karena ketidak seimbangan natrium seperti penyakit Addison; lakukan pengurangan dosis atau hentikan bila perlu jika terjadi diare, muntah dan infeksi antara (khususnya pada keadaan keringat yang berlebihan). Hati-hati penggunaan pada kehamilan (lihat Lampiran 4), menyusui, LANSIA (dosis dikurangi), terapi diuretik, miastenia gravis; operasi; jika mungkin hindari penghentian obat secara mendadak.

Interaksi:
lihat lampiran 1 (litium).

Efek Samping:
gangguan saluran cerna, tremor halus, poliuria dan polidipsia; bobot badan meningkat dan edema (dapat memberikan respons pada pengurangan dosis). Tanda-tanda terjadinya keracunan litium adalah penglihatan kabur, meningkatnya gangguan cerna (anoreksia, muntah, diare), lemah otot, meningkatnya ganguan pada SSP (rasa kantuk dan ?luggishness?ringan yang kemudian meningkat menjadi pusing/gamang dengan disertai ataksia, tremor kasar, tidak ada koordinasi, disartria). Pada keadaan tersebut pengobatan harus dihentikan. Bila terjadi overdosis berat (kadar plasmalitium di atas 2 mmol/liter), hiperrefleksia dan hiperekstensi dari lengan dan paha, konvulsi, psikosis toksik, sinkop, oliguria, kegagalan sirkulasi, koma dan kadangkadang kematian. Goitre, peningkatan kadar hormon antidiuretik, hipotiroid, hipokalemia, perubahan EKG, psoriasis semakin buruk, dan mungkin terjadi perubahan pada ginjal. Lihat Penanganan Darurat Pada Keracunan. Dosis: pantau kadar plasma lihat keterangan di atas. Dosis disesuaikan untuk mencapai kadar plasma litium 0,4-1,0 mmol/liter 12 jam setelah penggunan satu dosis pada hari keempat dan ketujuh, kemudian setiap minggu pada dosis konstan selama 4 minggu, selanjutnya setiap 3 bulan; pada awalnya dosis terbagi sepanjang hari, tetapi penggunaan perhari lebih disukai yaitu saat kadar plasmalitium distabilkanTerapi dan propilaktik dosis awal 0,4-1,2 gr hari dalam dosis tunggal atau dalam dua dosis bagi (LANSIA dan pasien dengan berat badan kurang dari 50 kg, 400 mg/hari). ANAK: tidak dianjurkan.

Karbamazepin

Karbamazepin (bab 4.8.1) dapat digunakan untuk pencegahan kelainan bipolar (kelainan manik–depresif) pada pasien yang tidak responsif terhadap litium. Obat ini tampaknya efektif pada pasien dengan penyakit manik– depresif siklus cepat (empat atau lebih episode yang berpengaruh setiap tahun).

Indikasi:
profilaksis penyakit manik depresif yang tidak responsif pada litium. Lihat juga bab antiepilepsi.

Peringatan: Interaksi: Kontraindikasi: Efek Samping:
lihat antiepilepsi (4.8).

Dosis:
dosis awal 400 mg/hari, dosis terbagi, dinaikkan sampai gejala terkendali. Dosis lazim: 400-600 mg/hari. Maksimal: 1,6 g/hari.

Keterangan:
Sediaan: Lihat 4.8.1.

Asam Valproat

Asam valproat (sebagai garam seminatrium) digunakan untuk pengobatan episode manik yang menyertai kelainan bipolar pada orang dewasa. Obat ini dapat bermanfaat pada anak- anak yang tidak responsif terhadap litium.

Indikasi:
Pengobatan episode manik terkait kelainan bipolar.

Peringatan:
Lihat natrium valproat (4.8.1). Pemantauan ketat jika dosis lebih besar dari 45 mg/kg bb per hari.

Kontraindikasi: Efek Samping:
Lihat natrium valproat (4.8.1).

Dosis:
Dosis awal 750 mg per hari dalam 2-3 dosis terbagi, naikkan dosis berdasarkan respon, dosis lazim 1-2 g per hari; anak-anak dan remaja di bawah 18 tahun tidak direkomendasikan.

Benzodiazepin

Penggunaan benzodiazepin (bab 4.1.1) mungkin dapat membantu pada fase awal pengobatan sampai litium mencapai efek secara penuh. Obat ini tidak boleh digunakan untuk jangka panjang karena risiko ketergantungan.

Hanya seorang Apoteker biasa; Tidak pintar; Tidak bodoh; -Berbagi tidak Pernah Rugi- :)
Lihat semua tulisan 📑.