Mual dan Vertigo

Apoteker.Net – Antiemetik hanya diresepkan bila penyebab muntah yang sebenarnya telah diketahui karena bila tidak pemberian antiemetik dapat menunda diagnosis, terutama pada anak. Pemberian antiemetik tidak diperlukan dan bahkan kadang berbahaya bila penyebab utama kasus tersebut dapat diatasi, seperti ketoasidosis diabetik atau pada keracunan digoksin atau antiepileptik.

Bila pemberian antiemetik diindikasikan maka pemilihan antiemetik dilakukan berdasarkan etiologi muntah.

Antihistamin efektif untuk mual dan muntah yang disebabkan oleh banyak kondisi. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa antihistamin yang satu lebih bagus dari yang lainnya, namun yang membedakan adalah durasi kerja dan insiden efek samping (rasa kantuk dan efek anti muskarinik).

Fenotiazin adalah antagonis dopamin dan bekerja sentral dengan cara menghambat chemoreseptor trigger zone. Obat ini dipakai untuk profilaksis dan terapi mual dan muntah akibat penyakit neoplasia, pasca radiasi, dan muntah pasca penggunaan obat opioid, anestesia umum, dan sitotoksik. Efek sedasi proklorperazin, ferfenazin, dan trifluoperazin lebih rendah dibanding klorpromazin. Reaksi distonia berat kadang-kadang muncul pada pemakaian fenotiazin, terutama pada anak-anak. Obat antipsikotik lainnya, termasuk haloperidol dan levomepromazin (metotrimeperazin) (bagian 4.2.1) juga digunakan untuk meringankan gejala mual.
Beberapa fenotiazin tersedia dalam bentuk suposituria yang dapat bermanfaat bagi pasien yang mengalami muntah terus menerus atau mual berat. Proklorperazin juga tersedia dalam bentuk tablet bukal yang diletakkan diantara bibir atas dan gusi.

Metoklopramid adalah antiemetik yang efektif dan aktifitasnya menyerupai fenotiazin. Metoklopramid juga bekerja langsung pada saluran cerna dan lebih baik daripada fenotiazin untuk kasus-kasus muntah akibat penyakit gastroduodenal, penyakit hati dan empedu. Penggunaan injeksi metoklopramid 10 mg pada kasus mual dan muntah pasca bedah amatlah terbatas. Injeksi metoklopramid dosis tinggi untuk mengatasi mual dan muntah akibat sitotoksik telah jarang digunakan.

Sama dengan fenotiazin, metoklopramid juga menyebabkan reaksi distonia akut yang meliputi spasme otot fasial dan skeletal serta krisis okulogirik. Efek ini lebih lazim terjadi pada usia muda (wanita muda dan remaja putri) serta lansia, efek ini muncul segera setelah menggunakan terapi metoklopramid dan menghilang dalam 24 jam setelah obat dihentikan. Injeksi antiparkinson seperti prosiklidin (bagian 4.9.2) akan menghilangkan serangan distonia.

Domperidon bekerja pada chemoreseptor trigger zone, obat ini digunkanan untuk menghilangkan mual dan muntah, terutama yang disebabkan terapi sitotoksik. Kelebihan obat ini dibandingkan metoklopramid dan fenotiazin adalah sedikit menyebabkan efek sedasi karena tidak menembus sawar darah-otak. Pada penyakit Parkinson obat ini digunakan untuk mencegah mual dan muntah selama terapi menggunakan apomorfin dan juga untuk mengatasi mual akibat obat dopaminergik lainnya (bagian 4.9.1). Domperidon juga digunakan untuk mengobati muntah akibat kontrasepsi hormonal darurat.

Dolasetron, granisetron, odansetron dan tropisetron adalah antagonis spesifik 5HT3 yang menghambat reseptor 5HT3 di saluran cerna dan sistem saraf pusat. Obat ini bermanfaat dalam penanganan mual dan muntah pada pasien yang menerima terapi sitotoksik serta mual dan muntah pasca bedah. Palosetron digunakan untuk pencegahan mual dan muntah akibat kemoterapi sitotoksik yang bersifat emetogenik menengah dan tinggi.

Deksametason (bagian 6.3.2) memiliki efek antiemesis dan obat ini digunakan pada muntah akibat kemoterapi kanker. Obat ini dapat digunakan secara tunggal namun dapat pula dikombinasikan dengan metoklopramid, proklorperazin, lorazepam, atau antagonis 5HT3 (lihat juga bagian 8.1).

Aprepitan merupakan antagonis reseptor neurokinin 1, obat ini digunakan untuk pencegahan mual dan muntah akut maupun yang tertunda akibat kemoterapi sitotoksik yang mengandung sisplatin; obat ini diberikan bersama dengan deksametason dan antagonis 5HT3.

Nabilon adalah kanabinoid sintetik yang memiliki efek antiemetik. Obat ini dapat digunakan untuk mual dan muntah yang disebabkan kemoterapi sitotoksik, yang tidak responsif dengan antiemetik konvensional. Efek samping meliputi rasa kantuk dan pusing yang sering muncul pada dosis lazim.

Muntah pada kehamilan
Gejala mual pada trimester pertama kehamilan biasanya ringan dan tidak membutuhkan terapi obat. Pada kasus yang sangat jarang dapat terjadi muntah yang berat, hal ini mungkin membutuhkan terapi singkat dengan menggunakan antihistamin, seperti prometazin. Proklorperazin atau metoklopramid dapat dipertimbangkan sebagai terapi lini ke dua. Bila gejala tidak berkurang dalam 24 hingga 48 jam maka sebaiknya didapatkan saran dari dokter spesialis. Hiperemesis gravidarum adalah suatu kondisi yang lebih serius, keadaan ini membutuhkan cairan infus dan penggantian elektrolit serta suport nutrisi. Pemberian suplemen tiamin harus dipertimbangkan untuk mengurangi risiko ensefalopati Wernicke.

Mual dan muntah pasca bedah
Insiden mual dan muntah pasca bedah tergantung pada banyak faktor termasuk anestesia yang digunakan, jenis dan lama operasi, dan jenis kelamin pasien. Tujuan pemberian obat adalah mencegah munculnya mual dan muntah pasca bedah. Obat yang digunakan termasuk beberapa fenotiazin (contoh proklorperazin), metoklopramid (namun dosis 10 mg memiliki efikasi yang terbatas dan dosis parenteral yang lebih tinggi menyebabkan efek samping yang lebih besar), antagonis 5HT3, antihistamin (seperti siklizin) dan deksametason. Kombinasi dua antiemetik dengan cara kerja yang berbeda mungkin dibutuhkan pada kasus mual dan muntah pasca bedah yang resisten.

Motion sickness (Mabuk Perjalanan) Antiemetik sebaiknya diberikan sebelum terjadi mabuk perjalanan bukan setelah mual atau muntah telah mulai terjadi. Obat yang paling efektif mencegah mabuk perjalanan adalah hiosin. Beberapa antihistamin sedatif kurang efektif terhadap mabuk perjalanan, namun biasanya lebih dapat ditoleransi daripada hiosin. Bila efek sedasi lebih diinginkan, maka prometazin dapat digunakan, namun antihistamin dengan efek sedasi lebih kecil seperti siklizin atau sinarizin lebih disukai. Antagonis 5HT3, domperidon, metoklopramid, dan fenotiazin (kecuali antihistamin fenotiazin prometazin) tidak efektif untuk mengatasi mabuk perjalanan.

Gangguan vestibular lainnya
Penanganan penyakit vestibular ditujukan pada penyebab yang mendasari termasuk mengatasi gejala gangguan keseimbangan serta mual dan muntah. Vertigo dan mual yang terkait dengan penyakit Meniere dan operasi telinga tengah dapat sulit diobati.

Betahistin adalah suatu analog histamin dan di klaim mengurangi tekanan endolimfatik dengan cara memperbaiki mikrosirkulasi. Betahistin digunakan untuk terapi vertigo, tinitus dan hilang pendengaran/tuli akibat penyakit Meniere.

Diuretik, baik tunggal maupun dikombinasikan dengan upaya diet/restriksi garam dapat bermanfaat pada vertigo yang terkait dengan penyakit Meniere. Antihistamin (seperti sinarizin) dan fenotiazin (seperti proklorperazin) efektif baik untuk profilaksis maupun terapi vertigo.
Untuk saran bagaimana menghindari peresepan obat yang tidak tepat (terutama fenotiazin) untuk pusing pada lansia, lihat Penggunaan obat pada lansia (Bagian Pedoman Umum).

Kemoterapi sitotoksik
Untuk penanganan mual dan muntah yang diinduksi oleh pemberian kemoterapi.

Perawatan paliatif
Lihat penanganan mual dan muntah pada perawatan paliatif.

Migren
Lihat penanganan mual dan muntah yang berhubungan dengan migren.

Obat lain untuk penyakit Meniere Betahistin telah digunakan sebagai terapi khusus penyakit Meniere

Motion sickness (Mabuk Perjalanan) Antiemetik sebaiknya diberikan sebelum terjadi mabuk perjalanan bukan setelah mual atau muntah telah mulai terjadi. Obat yang paling efektif mencegah mabuk perjalanan adalah hiosin. Beberapa antihistamin sedatif kurang efektif terhadap mabuk perjalanan, namun biasanya lebih dapat ditoleransi daripada hiosin. Bila efek sedasi lebih diinginkan, maka prometazin dapat digunakan, namun antihistamin dengan efek sedasi lebih kecil seperti siklizin atau sinarizin lebih disukai. Antagonis 5HT3, domperidon, metoklopramid, dan fenotiazin (kecuali antihistamin fenotiazin prometazin) tidak efektif untuk mengatasi mabuk perjalanan.

Gangguan vestibular lainnya
Penanganan penyakit vestibular ditujukan pada penyebab yang mendasari termasuk mengatasi gejala gangguan keseimbangan serta mual dan muntah. Vertigo dan mual yang terkait dengan penyakit Meniere dan operasi telinga tengah dapat sulit diobati.

Betahistin adalah suatu analog histamin dan di klaim mengurangi tekanan endolimfatik dengan cara memperbaiki mikrosirkulasi. Betahistin digunakan untuk terapi vertigo, tinitus dan hilang pendengaran/tuli akibat penyakit Meniere.

Diuretik, baik tunggal maupun dikombinasikan dengan upaya diet/restriksi garam dapat bermanfaat pada vertigo yang terkait dengan penyakit Meniere. Antihistamin (seperti sinarizin) dan fenotiazin (seperti proklorperazin) efektif baik untuk profilaksis maupun terapi vertigo.

Untuk saran bagaimana menghindari peresepan obat yang tidak tepat (terutama fenotiazin) untuk pusing pada lansia, lihat Penggunaan obat pada lansia (Bagian Pedoman Umum).

Kemoterapi sitotoksik
Untuk penanganan mual dan muntah yang diinduksi oleh pemberian kemoterapi.

Perawatan paliatif
Lihat penanganan mual dan muntah pada perawatan paliatif.

Migren
Lihat penanganan mual dan muntah yang berhubungan dengan migren.

Obat lain untuk penyakit Meniere Betahistin telah digunakan sebagai terapi khusus penyakit Meniere.


Antihistamin

Monografi:

DIMENHIDRINAT

Indikasi:
mual, muntah, vertigo, mabuk perjalanan, kelainan labirin.

Peringatan:
hamil, glaukoma sudut sempit, retensi urin, hipertrofi prostat, epilepsi.

Interaksi:
lihat lampiran 1 (dimenhidrinat).

Kontraindikasi:
porfiria akut, serangan asma akut, bayi prematur, gagal jantung berat.

Efek Samping:
mengantuk, gangguan psikomotor, sakit kepala efek antimuskarinik (retensi urin, mulut kering, penglihatan kabur dan gangguan saluran cerna), ruam, reaksi fotosensitivitas, palpitasi, aritmia, reaksi hipersensitifitas, bronkospasme, angiodema, anafilaksis.

Dosis:
50-100 mg, 2-3 kali sehari. ANAK: 1-6 tahun, 12,5-25 mg, 7-12 tahun: 25-50 mg. Motion sickness: dosis pertama: 30 menit sebelum perjalanan.

PROMETAZIN TEOKLAT

Indikasi:
mual, vertigo, gangguan labirin, penyakit Meniere’s.

Peringatan:
lihat Dimenhidrinat.

Interaksi:
lihat lampiran 1 (prometazin).

Kontraindikasi:
lihat Dimenhidrinat.

Efek Samping:
lihat Dimenhidrinat, lebih mengantuk.

Dosis:
25-75 mg, maksimal 100 mg/hari; ANAK 5-10 tahun 12,5-37,5 mg/hari. Untuk muntah berat pada kehamilan, 25 mg menjelang tidur, naikkan bila perlu maksimal 100 mg/hari.

SINARIZIN

Indikasi:
kelainan vestibular, seperti vertigo, tinnitus, mual dan muntah pada penyakit Meniere’s. Juga penyakit vaskular.

Peringatan:
hamil, hipotensi (dosis tinggi), menyusui, glaukoma sudut sempit, retensi urin, hipertrofi prostat, dalam terapi penghambat MAO.

Kontraindikasi:
porfiria, serangan asma akut.

Efek Samping:
lihat Dimenhidrinat; gejala ekstra piramidal (penggunaan pada lansia), reaksi kulit alergi, lesu.

Dosis:
kelainan vestibular: 25 mg, 3 kali sehari; ANAK 5-12 tahun setengah dosis dewasa. Kelainan sirkulasi perifer : 50 mg, 3 kali sehari.

Fenotiazin dan Obat Sejenis

Monografi:

KLORPROMAZIN HIDROKLORIDA

Indikasi:
mual dan muntah pada sakit terminal (setelah gagal dengan obat lain atau tak ada obat lain).

Peringatan:
lihat obat antipsikotik (4.2.1).

Interaksi:
lihat obat antipsikotik (4.2.1).

Kontraindikasi:
lihat obat antipsikotik (4.2.1).

Efek Samping:
lihat obat antipsikotik (4.2.1).

Dosis:
oral : 10-25 mg, tiap 4-6 jam. ANAK 500 mcg/kg bb tiap 4-6 jam; 15 tahun maksimal 40 mg/hari, 6-12 tahun maksimal 75 mg/hari.Injeksi intramuskular dalam: dosis awal 25 mg, kemudian 25-50 mg tiap 3-4 jam sampai muntah berhenti. ANAK: 500 mcg/kg bb tiap 6-8 jam (15 tahun maksimal 40 mg/hari, 6-12 tahun maksimal 75 mg/hari).

Keterangan:
Lihat 4.2.1.

PERFENAZIN

Indikasi:
mual, muntah berat.

Peringatan:
lihat obat antipsikotik.

Interaksi:
lihat obat antipsikotik. Gejala ekstrapiramidal dapat terjadi, terutama pada dewasa muda, lansia dan debil.

Kontraindikasi:
lihat obat antipsikotik.

Efek Samping:
lihat obat antipsikotik.

Dosis:
4 mg, 3 kali/hari, sesuaikan dengan respons. maksimal 24 mg/hari. LANSIA: seperempat sampai setengah dosis dewasa. ANAK di bawah 14 tahun tidak dianjurkan.

Keterangan:
Lihat 4.2.1.

PROKLORPERAZIN

Indikasi:
Mual, muntah berat, gangguan labirin.

Peringatan:
lihat klorpromazin hidroklorida.

Kontraindikasi:
lihat klorpromazin hidroklorida.

Efek Samping:
lihat klorpromazin hidroklorida, gejala ekstrapiramidal dapat terjadi, terutama pada anak, lansia dan debil.

Dosis:
DEWASA: 3 mg, 3 kali sehari. ANAK 6-12 tahun: 1,5-3 mg, 2-3 kali sehari; 2-5 tahun: 1,5 mg, 2 kali sehari. Hindari pada anak dengan berat badan kurang dari 10 kg.

Keterangan:
Lihat 4.2.1.

TRIFLUOPERAZIN

Indikasi:
mual dan muntah berat.

Peringatan:
lihat obat antipsikotik.

Kontraindikasi:
lihat obat antipsikotik.

Efek Samping:
lihat obat antipsikotik. Gejala ekstrapiramidal dapat terjadi terutama pada anak, lansia dan debil.

Dosis:
oral: 2-4 mg/hari , dosis terbagi. Maksimal 6 mg/hari.ANAK: 3-5 tahun sampai 1 mg/hari, 6-12 tahun sampai 4 mg/hari.

Keterangan:
Lihat 4.2.1.

Domperidon dan Metoklopramid

Monografi:

DOMPERIDON

Indikasi:
lihat dosis. ANAK: Penggunaan pada anak terbatas pada mual dan muntah akibat sitotoksik atau radioterapi.

Peringatan:
gangguan ginjal, hamil dan menyusui. Tidak dianjurkan untuk profilaksis rutin pada muntah pasca bedah atau untuk pemberian kronik.

Interaksi:
lihat lampiran 1 (domperidon).

Efek Samping:
kadar prolaktin naik (kemungkinan galaktore dan ginekomasti), penurunan libido, ruam dan reaksi alergi lain, reaksi distonia akut.

Dosis:
Oral: mual dan muntah akut (termasuk mual dan muntah karena levodopa dan bromokriptin) 10-20 mg, tiap 4-8 jam, periode pengobatan maksimal 12 minggu. ANAK: hanya pada mual dan muntah akibat sitotoksik atau radioterapi: 200-400 mcg/kg bb tiap 48 jam. Dispepsia fungsional: 10-20 mg, 3 kali sehari, sebelum makan, dan 10-20 mg malam hari. Periode pengobatan maksimal 12 minggu. ANAK tidak dianjurkan.

METOKLOPRAMID HIDROKLORIDA

Indikasi:
dewasa: mual dan muntah pada gangguan saluran cerna dan pada pengobatan dengan sitotoksik atau radioterapi; untuk kontrol muntah karena operasi abdominal dan prosedur diagnostik; migrain. Pasien di bawah 20 tahun, batasi pada kasus muntah berat dengan sebab yang jelas, muntah karena obat sitotoksik dan radioterapi; bantuan pada intubasi saluran cerna, pramedikasi; dosis sebaiknya ditentukan menurut berat badan.

Peringatan:
gangguan hati, gangguan ginjal (lihat Lampiran 3); lansia, dewasa muda, dan anak (hitung dosis secara akurat, lebih baik menggunakan pipet); dapat menutupi penyakit utama seperti iritasi serebral; epilepsi; kehamilan (lihat Lampiran 2); porfiria.

Interaksi:
lihat lampiran 1 (metoklopramid).

Kontraindikasi:
obstruksi gastrointestinal, perforasi atau perdarahan; 3-4 hari setelah operasi gastrointestinal; feokromositoma; epileptik, gejala ekstrapiramidal dari tipe parkinson, menyusui (lihat Lampiran 4).

Efek Samping:
efek ekstrapiramidal (terutama pada anak-anak dan dewasa muda- lihat keterangan di atas), hiperprolaktinemia, tardive dyskinesia pada pemakaian lama; juga dilaporkan mengantuk, gelisah, diare, depresi, sindrom neuroleptik malignan, ruam kulit, pruritus, udem; abnormalitas konduksi jantung dilaporkan terjadi pada pemberian intravena; jarang terjadi methemoglobinemia (lebih berat terjadi pada penderita dengan defisiensi G6PD).

Dosis:
oral, atau injeksi intramuskular atau intravena lebih dari 1-2 menit, 10 mg (5 mg pada dewasa muda berusia 15-19 tahun dengan berat di bawah 60 kg) 3 kali sehari; ANAK sampai dengan 1 tahun (berat sampai 10 kg) 1 mg 2 kali sehari, 1-3 tahun (10-14 kg) 1 mg 2-3 kali sehari, 3-5 tahun (15-19 kg) 2 mg 2-3 kali sehari, 5-9 tahun (20-29 kg) 2,5 mg 3 kali sehari, 9-14 tahun (30 kg dan lebih) 5 mg 3 kali sehariLarutan rektal: DEWASA: 10 mg/2,5 mL larutan rektal 3 kali sehari, ANAK dan DEWASA MUDA: 10 mg/2,5 mLDosis harian metoklopramid tidak boleh melebihi 500 mcg/kg bb, umumnya pada anak dan dewasa muda (lihat keterangan di atas, pembatasan penggunaan)Untuk prosedur diagnostik, sebagai dosis tunggal 5-10 menit sebelum pemeriksaan, 10-20 mg (10 mg pada dewasa muda ber usia 15-19 tahun); ANAK: di bawah 3 tahun 1 mg, 3-5 tahun 2 mg, 5-9 tahun 2,5 mg, 9-14 tahun 5 mg.

Antagonis 5-HT3

Monografi:

DOLASETRON MESILAT

Indikasi:
pencegahan mual dan muntah pasca kemoterapi sitotoksik, pencegahan mual dan muntah pada siklus kemoterapi, pencegahan mual dan muntah pasca bedah, terapi mual dan muntah pasca bedah.

Peringatan:
interval QT memanjang, gangguan konduksi jantung, pemakaian bersama dengan obat-obatan yang memperpanjang interval QT, gagal jantung kongestif, hamil dan menyusui.

Efek Samping:
diare, konstipasi, dispepsia, nyeri abdomen, flatulens, gangguan rasa, takikardia, bradikardia. Perubahan pada EKG, flushing; demam, menggigil; sakit kepala, gangguan tidur, kelelahan, pusing, mengantuk, anoreksia; reaksi hipersensitivitas termasuk ruam, gatal, urtikaria, angioedema, dan anafilaksis; obstruksi usus jarang, pankreatitis, kuning, kejang, aritmia jantung, reaksi lokasi penyuntikan, hipotensi berat dan bradikardia pasca penyuntikan intravena sangat jarang.

Dosis:
pencegahan mual dan muntah pasca kemoterapi, oral 200 mg 1 jam sebelum tindakan atau injeksi intravena (diberikan dalam 30 detik) atau drip 100 mg 30 menit sebelum tindakan. Pencegahan mual dan muntah, yang tertunda, pada siklus kemoterapi, oral 200 mg satu kali sehari. Catatan: berhubungan dengan siklus kemoterapi Dolasetron dapat digunakan maksimal 4 hari berturut-turut. Pencegahan mual dan muntah pasca bedah, oral, 50 mg sebelum induksi anestesi atau injeksi intravena (diberikan dalam 30 detik) atau drip 12,5 mg setelah penghentian anestesi. Terapi mual dan muntah pasca bedah injeksi intravena (diberikan dalam 30 detik) atau drip 12,5 mg.

GRANISETRON

Indikasi:
Pencegahan dan pengobatan (pengendalian) mual dan muntah akut dan delayed yang menyertai kemoterapi dan radioterapi; mual dan muntah pasca bedah.

Peringatan:
kehamilan (lihat Lampiran 4) dan menyusui (lihat Lampiran 5), obstruksi intestinal subakut.

Interaksi:
Granisetron aman digunakan bersama benzodiazepin, anti tukak dan neuroleptik. Juga tidak memperlihatkan interaksi dengan kemoterapi yang menyebabkan muntah. Tidak ada studi interaksi spesifik pada pasien yang dianestesi, tetapi granisetron aman digunakan bersama anestesi dan analgesik. Aktivitas sitokrom P450 subfamili 3A4 (metabolisme analgesik narkotik) tidak dipengaruhi oleh granisetron.

Kontraindikasi:
pasien yang hipersensitif terhadap granisetron.

Efek Samping:
konstipasi, sakit kepala, ruam kulit, kenaikan sementara enzim hati, reaksi hipersensitifitas.

Dosis:
mual dan muntah akibat pemberian kemoterapi sitotoksik atau radioterapi, oral 1-2 mg dalam waktu 1 jam sebelum kemoterapi atau radioterapi, kemudian 2 mg per hari dalam dosis terbagi 1-2 selama kemoterapi atau radioterapi; jika infus intravena juga diberikan, kombinasi maksimal total 9 mg dalam 24 jam; ANAK 20 mcg/kg bb (maksimal 1 mg) dalam waktu 1 jam sebelum terapi sitotoksik atau radioterapi, kemudian 20 mcg/kg bb (maksimal 1 mg) dua kali sehari sampai dengan 5 hari selama kemoterapi atau radioterapi. Injeksi intravena (encerkan dalam 15 ml natrium klorida 0,9% dan diberikan tidak lebih dari 30 detik) atau dengan infus intravena (lebih dari 5 menit); pencegahan, 3 mg sebelum dimulai terapi sitotoksik (sampai dengan 2 dosis tambahan 3 mg dapat diberikan dalam waktu 24 jam); penggunaan sebagai pencegahan (2 dosis tambahan tidak boleh diberikan kurang dari 10 menit jaraknya); maksimal 9 mg dalam 24 jam. ANAK: infus intravena (lebih dari 5 menit). Pencegahan, 40 mcg/kg bb (maks. 3 mg) sebelum mulai terapi sitotoksik. Pengobatan: seperti pada pencegahan, satu dosis tambahan 40 mcg/kg bb (maks. 3 mg) dapat diberikan dalam 24 jam (tidak kurang dari 10 menit setelah dosis awal).Mual dan muntah pasca bedah, dengan injeksi intravena. (diencerkan hingga 5 ml dan diberikan lebih dari 30 detik). Pencegahan 1 mg sebelum induksi anestesi; Pengobatan, 1 mg, seperti pada pencegahan; maksimal 2 mg sehari; ANAK: tidak dianjurkan.

HIOSIN HIDROBROMIDA (SKOPOLAMIN HIDROBROMIDA)

Indikasi:
premedikasi.

Peringatan:
lansia: retensi urin, penyakit kardiovaskular obstruksi saluran cerna, gangguan hati atau ginjal, porfiria, hamil dan menyusui.

Interaksi:
lihat lampiran 1 (antimuskarinik).

Kontraindikasi:
miastenia gravis, megakolon, glaukoma sudut sempit, hipertropi prostat dengan retensi urin, stenosis mekanik.

Efek Samping:
mengantuk, mulut kering, pusing, penglihatan kabur, kesulitan buang air kecil.

Dosis:
Hiosin-N-butilbromid: 1-2 tablet (10 mg) 3-5 kali sehari; ampul: 1 ampul (20 mg), intramuskular atau intravena diulang setelah setengah jam bila perlu. Skopolamin metilbromid: DEWASA: 1-2 tablet (1 mg) atau 15-30 tetes (1 mg/ml). ANAK 6 bulan-1 tahun: 4-8 tetes; 3-6 bulan 3-6 tetes; lebih dari 3 bulan 1-3 tetes. Diberikan 3 kali sehari.

ONDANSETRON

Indikasi:
mual dan muntah akibat kemoterapi dan radioterapi, pencegahan mual dan muntah pasca operasi.

Peringatan:
hipersensitivitas terhadap antagonis 5HT3 lainnya, kepekaan terhadap perpanjangan interval QT, obstruksi intestinal subakut, operasi adenotonsillar, kehamilan, menyusui, gangguan hati sedang dan berat (maksimal 8 mg/hari).

Interaksi:
fenitoin, karbamazepin dan rifampisin: meningkatkan metabolisme ondansetron, tramadol: ondansetron menurunkan efek tramadol, rifampisin: meningkatkan metabolisme ondansetron.

Kontraindikasi:
hipersensitivitas, sindroma perpanjangan interval QT bawaan.

Efek Samping:
sangat umum: sakit kepala; umum: sensasi hangat atau kemerahan, konstipasi, reaksi lokasi injeksi, tidak umum: kejang, gangguan gerakan (termasuk reaksi ekstrap iramidal seperti reaksi distoni, oculogyric crisis, diskinesia), aritmia, nyeri dada dengan atau tanpa depresi segmen ST, bradikardi, cegukan, peningkatan uji fungsi hati tanpa gejala; jarang: reaksi hipersensitivitas yang terjadi segera dan kadang berat termasuk anafilaksis, pusing saat pemberian intravena secara cepat, gangguan penglihatan sepintas (pandangan kabur) setelah mendapat obat intravena; sangat jarang: kebutaan sementara selama pemberian intravena.

Dosis:
dewasa, kemoterapi dan radioterapi yang menyebabkan muntah tingkat sedang: oral: 8 mg, 1-2 jam sebelum terapi atau injeksi intravena lambat, 8 mg sesaat sebelum terapi, dilannjutkan dengan 8 mg oral tiap 12 jam sampai dengan 5 hari, muntah berat karena kemoterapi: oral: 24 mg, 1-2 jam sebelum terapi atau injeksi intravena lambat, 8 mg sebelum terapi, diikuti dengan 8 mg dengan interval 4 jam untuk 2 dosis berikutnya (atau diikuti dengan infus intravena 1 mg/jam sampai 24 jam) kemudian diikuti 8 mg oral tiap 12 jam sampai 5 hari. Sebagai alternatif, infus intravena lebih dari 15 menit, 16 mg sesaat menjelang terapi, diikuti dengan 8 mg dengan interval 4 jam untuk 2 dosis berikutnya, kemudian diikuti 8 mg oral tiap 12 jam sampai 5 hari, pencegahan mual dan muntah setelah pembedahan: oral: 8 mg 1 jam sebelum anestesi diikuti dengan 8 mg interval 4 jam untuk 2 dosis berikutnya atau injeksi injeksi intravena lambat atau intramuskular 4 mg induksi pada anestesi, pengobatan mual dan muntah setelah pembedahan: injeksi intramuskular atau intravena lambat: 4 mg dosis tunggal sewaktu induksi anestesi; anak: pencegahan dan pengobatan mual dan muntah kemoterapi dan radioterapi: (6 bulan-18 tahun) infus intravena lebih dari 15 menit, 5 mg/m 2 segera menjelang terapi atau oral 150 mcg/kg bb seg era menjelang terapi (maksimal dosis 8 mg) diulang setiap 4 jam untuk 2 dosis berikutnya, kemudian dilanjutkan oral untuk berat badan ? 10 kg, 2 mg setiap 4 jam sampai 5 hari, untuk berat badan > 10 kg 4 mg setiap 4 jam sampai 5 hari (maksimal dosis per hari maksimal 32 mg), pengobatan mual dan muntah setelah pembedahan: (1 bulan-18 tahun) injeksi intravena lambat, 100 mcg/kg bb (maksimal 4 mg) sebelum, selama dan setelah induksi anestesi.

PALONOSETRON

Indikasi:
pencegahan mual dan muntah akibat kemoterapi yang bersifat emetogenik sedang hingga berat.

Peringatan:
riwayat konstipasi; obstruksi intestin, pemberian bersamaan dengan obat yang menyebabkan perpanjangan interval QT; kehamilan (lampiran 4); menyusui (lampiran 5). Mengendarai: pusing atau mengantuk dapat mempengaruhi kemampuan mengendarai.

Efek Samping:
diare, konstipasi; sakit kepala, pusing; kurang umum terjadi, dispepsia, nyeri abdomen, mulut kering, flatulen, perubahan tekanan darah, takikardi, bradikardi, aritmia, iskemia miokard, tersedak, mengantuk, astenia, insomnia, ansietas, euforia, paraestesia, neuropati perifer, anoreksia, motion sickness, gejala mirip influenza, retensi urin, glikosuria, hiperglikemia, gangguan keseimbangan elektrolit, artralgia, iritasi mata, amblyopia, tinitus, ruam kulit, pruritus.

Dosis:
injeksi intravena (selama 30 detik) 250 mikrogram sebagai dosis tunggal diberikan 30 menit sebelum kemoterapi; jangan mengulangi dosis dalam 7 hari; ANAK dan REMAJA di bawah 18 tahun, tidak direkomendasikan.

RAMOSETRON HIDROKLORIDA

Indikasi:
tablet: pencegahan gejala gastrointestinal (mual dan muntah) akibat karsinostatik (seperti cisplatin). Injeksi: terapi pencegahan gejala gastrointestinal (mual dan muntah) akibat karsinostatik (seperti cisplatin).

Peringatan:
hanya diberikan untuk pengobatan mual dan muntah yang parah akibat karsinostatik seperti cisplatin; pasien lansia; kehamilan dan menyusui, keamanan pada anak belum ditetapkan.

Interaksi:
untuk injeksi ramosetron, penggunaannya tidak boleh dengan injeksi lainnya seperti injeksi D-manitol, injeksi lunetoron dan injeksi furosemid.

Efek Samping:
syok, syok anafilaksis dan gejala anafilaktoid (seperti perasaan sakit, dispnea, mengi, hot flushes pada wajah, kemerahan, gatal-gatal, sianosis dan hipotensi, serangan epileptiform, reaksi hipersensitivitas (ruam kulit, gatal-gatal); sakit kepala; diare, konstipasi; peningkatan BUN dan kreatinin darah; peningkatan GOT, GPT dan ?-GPT.

Dosis:
oral, dewasa 0,1 mg sekali sehari, dosis disesuaikan dengan umur pasien dan gejalanya. Injeksi intravena, dewasa 0,3 mg sekali sehari, dosis disesuaikan bergantung pada umur pasien dan gejala, bila respons yang diharapkan tidak tercapai, tambahan dosis 0,3 mg dapat diberikan (dosis maksimal 0,6 mg per hari).

TROPISETRON

Indikasi:
mual dan muntah akibat kemoterapi sitotoksik.

Peringatan:
hipertensi yang tak terkendali, hamil dan menyusui. Pusing dan mengantuk dapat mempengaruhi ketrampilan (misalnya mengemudi).

Efek Samping:
konstipasi, diare, nyeri abdomen, nyeri kepala, pusing, lesu, reaksi hipersensitivitas.

Dosis:
injeksi intravena lambat atau infus intravena 5 mg sesaat menjelang kemoterapi, kemudian 5 mg oral tiap pagi sedikitnya 1 jam sebelum makan selama 5 hari; ANAK: tidak dianjurkan.

Obat lain untuk penyakit Meniere

Monografi:

BETAHISTIN DIHIDROKLORIDA

Indikasi:
vertigo, tinnitus dan kehilangan pendengaran terkait dengan penyakit Meniere.

Peringatan:
Asma, riwayat tukak peptik.

Interaksi:
lihat lampiran 1.

Kontraindikasi:
paeokromositoma, hipersensitivitas komponen obat, kehamilan (lampiran 4), dan menyusui (lampiran 5).

Efek Samping:
gangguan saluran cerna, sakit kepala, ruam kulit, dan pruritus.

Dosis:
Dosis awal 16 mg tiga kali sehari, lebih baik bersama makanan; Dosis untuk dewasa 24-48 mg per hari dalam 3 dosis terbagi. Dosis sebaiknya disesuaikan berdasarkan respon. Peningkatan penyembuhan terkadang dapat dilihat setelah beberapa bulan. Ada indikasi bahwa pengobatan yang dilakukan dari baru mulai timbulnya penyakit dapat mencegah terjadinya kehilangan pendengaran pada fase selanjutnya dari penyakit tersebut; Anak-anak tidak direkomendasikan.

Hanya seorang Apoteker biasa; Tidak pintar; Tidak bodoh; -Berbagi tidak Pernah Rugi- :)
Lihat semua tulisan 📑.

error: