Apa Jadinya Jika Seorang Apoteker Malas Membaca?

Apoteker.Net – Jangankan seorang apoteker, orang biasa saja jika dia malas membaca, tentu akan tertinggal informasi terkini. Apalagi seorang apoteker yang dituntut untuk up to date informasi kekinian baik dari bidang kesehatan maupun bidang kefarmasian.

Membaca merupakan sebuah kebutuhan mendasar bagi manusia. Tanpa membaca manusia tidak akan berkembang dan maju. Kemajuan suatu bangsa pun terletak pada minat membaca warganya. Tanpa membaca, manusia tidak akan bisa menguasai dan memahami ilmu pengetahuan dan teknologi. Apoteker pun diharapkan bisa membiasakan diri dalam membaca demi kemajuan dan keberkembangan kemampuan diri seorang apoteker.

Membaca adalah sebuah kebiasaan yang berpola. Jika kebiasaan tersebut sudah terbentuk polanya, maka kita tidak akan melewatkan hari-hari tanpa membaca. Sebaliknya, jika pola tersebut belum terbentuk maka akan susah mengendalikan diri untuk menekuni kebiasaan membaca dalam keseharian.

Apoteker sibuk berpraktik sehingga tak memiliki waktu dan malas untuk membaca. Benarkan alasan tersebut? Kita bukan dikendalikan waktu tetapi kita yang mengendalikan waktu. Kata kunci yang harus kita perhatikan yakni meluangkan waktu untuk membaca setiap hari. Cukup luangkan waktu minimal 15-30 menit dalam membangun kebiasaan membaca. Setelah itu, jika kita sudah ‘kecanduan’ membaca maka waktu 15-30 menit tersebut terasa kurang. Perlahan-lahan kita akan menambah alokasi waktu untuk membaca.

Seorang Rudy, menghabiskan waktunya selama 7,5 jam sehari untuk membaca, wajarlah jika ternyata itu kunci dari kecerdasan yang dimilikinya. Rudy? Siapa lagi kalau bukan Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie,FREng. Lebih dari seperempat hari, dia gunakan waktunya untuk membaca. Bagaimana dengan kita seorang apoteker? Berapa lamakah waktu yang kita gunakan untuk membaca dalam sehari?

Bukan malas yang menjadi faktor utama, seorang apoteker tidak mau membaca. Tapi, tidak meluangkan waktu untuk membaca dalam sehari. Kita diberikan waktu sehari semalam sebanyak 24 jam, tidak bisakah kita luangkan waktu beberapa menit atau beberapa jam hanya untuk membaca?

Ten Stars of Pharmacist (Emilio Aguinaldo College Pharmacy Academe,2016)

  1. Pharmaceutical Care Provider
  2. Decision Maker
  3. Researcher
  4. Leader
  5. Manager
  6. Teacher
  7. Communicator
  8. Entrereneur
  9. Lifelong learner
  10. Agent of Positive Change

Jika kita sudah mampu meluangkan waktu untuk membaca, maka minat membaca pun perlahan-lahan akan meningkat. Minimal minat baca para apoteker. Walaupun di tingkat Internasional diperoleh data minat baca Indonesia masih rendah pada kisaran 0,001% yang artinya setiap seribu orang hanya satu orang yang membaca.

Perkembangan informasi dan ilmu pengetahuan tentang kesehatan dan kefarmasian berjalan begitu pesat setiap hari. Jika tidak diimbangin dengan membaca, maka apoteker akan ketinggalan. Tidak hanya ketinggalan dalam praktik, tetapi juga ketinggalan dalam ilmu pengetahuan dan berbagai hal.

Apoteker harus bisa berbenah dan berubah. Berbenah mengevaluasi diri mengapa hingga sekarang masih belum mampu untuk meluangkan waktu membaca. Berubah menjadi lebih baik lagi dalam meningkatkan kapasitas diri seorang apoteker.

Lewat membaca, apoteker akan meningkatkan kemampuan dalam berpikir dan berpraktik. Dua kemampuan yang harus seimbang yang dimiliki oleh apoteker sebagai bekal dalam menjalankan kewajiban yang diembannya.

Masih ingatkah kita dengan Ten Stars of Pharmacist? Dari sepuluh bintang farmasis tersebut, ada satu bintang yang tidak bisa terlepas dari membaca yakni pembelajar sepanjang masa. Bagaimana kita bisa belajar, jika diri ini masih malas untuk membaca?

Pembelajar sepanjang masa belajar melalui membaca berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi yang senantiasa berkembang tanpa bisa ditahan walau sebentar saja. Pembelajar sepanjang masa tak akan berhenti belajar hingga tutup masa usia. Selama nafas masih berhembus dan jantung masih berdetak dia akan terus dan terus mempelajari berbagai ilmu pengetahuan di bidang kesehatan dan kefarmasian tanpa mengenal lelah.

Membaca merupakan sebuah aktivitas intelektual yang tidak berkesudahan. Apoteker adalah seorang yang profesional sekaligus intelektual sehingga tidak akan bisa lepas dari aktivitas membaca. Jika ada apoteker yang melepaskan diri dari aktivitas membaca maka dia pun akan melepaskan keprofesionalan dan keintelektualan yang dimilikinya.

Membangun kesadaran diri tentang arti penting membaca dan meluangkan waktu untuk membaca merupakan strategi untuk melawan rasa malas dalam diri ini. Jika dalam diri ini masih ada rasa malas untuk membaca maka lawanlah rasa malas tersebut. Ketika rasa malas itu masih dibiarkan bersemayam di dalam diri seseorang maka lama-kelamaan akan menjadi ‘penyakit kronis’ yang perlahan-lahan akan mengerogoti kemampuan diri manusia.

Tidak ada kata malas membaca bagi seorang apoteker. Sebab, sejak dari awal kuliah sudah diberikan amanah untuk menguasai berbagai ilmu kefarmasian hingga ia lulus menjadi seorang apoteker. Jika saat menjadi mahasiswa dulu malas untuk membaca maka tidak akan menjadi seorang yang bergelar apt.

Namun, itu saat kuliah. Sekarang, saat sudah bekerja akan memiliki kesibukan dan tantangan masing-masing. Apakah pekerjaan menjadi faktor pencetus apoteker menjadi malas membaca? Ini perlu menjadi koreksi dan evaluasi diri bersama agar apoteker ke depannya menjadi lebih baik lagi.

Diawali dari diri sendiri minimal untuk membiasakan diri membaca. Membaca apapun itu. Sebab, apapun yang kita baca, suatu saat kelak akan bermanfaat bagi diri kita sendiri. Mungkin, sekarang tidak dirasakan manfaatnya.

Dilanjutkan dari membaca yang ringan-ringan terlebih dahulu, untuk memupuk kesadaran dan kebiasaan diri dalam membaca. Sebab, pada awalnya orang yang belum terbiasa membaca, saat membaca hal-hal yang tidak ringan, dia akan lebih memilih tidak membacanya. Diakhiri dengan memulai membaca dari sekarang. Jika tidak dari sekarang. Kapan lagi akan membaca?

Aulia Rahim M.Farm., Apt., seorang apoteker sekaligus pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Borneo Lestari. Selain itu juga diamanahi sebagai ketua bidang hubungan masyarakat Himpunan Seminat Farmasi Masyarakat (HISFARMA) Ikatan Apoteker Indonesia Pengurus Daerah Kalimantan Selatan periode 2018-2022. Sejak kuliah aktif di berbagai organisasi salah satunya Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi. Menempuh pendidikan S1, profesi dan S2 di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Sempat diberikan kepercayaan dari dekanat untuk menjadi repoter Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan.
Lihat semua tulisan 📑.