Membangun Kerjasama Dokter-Apoteker Dalam Seleksi Obat

Apoteker.Net – Salah satu aspek yang menjamin keberlangsungan Apotek adalah terciptanya tata kelola apotek yang baik dikenal dengan “good drug managament supply” dari waktu kewaktu. Penghasilan dari bisnis ini sebagian besar diperoleh dari penjualan barang dalam hal ini obat ketimbang jasa.

Semakin banyak pembelian, maka semakin tinggi omset yang didapat dengan tujuan akhir memperoleh laba bersih yang besar pula. Dalam meningkatkan kunjungan Pasien atau masayaarakat memperoleh obat, ada banyak strategi dilakukan. Salah satunya selesi obat. Obat apalagi branded (merek dagang) tertentu dipengaruhi oleh pola peresepan dokter yang ada di ingkungan Faskes atau disekitar Apotek kita. Berikut ini adalah kisah saya ketika melakukan negosiasi dengan dokter dilingkungan faskes sendiri.

Pilihan ini dilakukan ketika kami sering mendapati resep dengan merek dagang tertentu, sedang di apotek tidak tersedia. Kami karyawan apotek mulai urung rembuk.

“Teman-teman pernah mendapatkan resep dokter tapi diapotek ini tidak ada” saya mulai bertanya kepada AA dan karyawan lain.

“Banyak, kadang dokter shitf pagi, lebih dari 5 resep obatnya tidak ada di apotek” salah seorang karyawan menjawab

“Lalu apa yang kalian lakukan”

“Kadang kami menawarkan pada pasien untuk ganti obat dengan merek lain”

“Tapi mereka kadang mau kadang tidak”

“Ada yang bilang sudah cocok dengan merek ***”

“karena tidak ada kami suruh pergi cari di luar”

Beberapa dokter meresepkan obat merek tertentu secara berulang, hal ini sebenarnya lumrah karena beberapa dokter itu telah melakukan kerja sama kepada suplier tertentu untuk menjual obatnya. Dari hasil kerja sama inilah penghasilan lain dari dokter didapat. Tidak ada yang salah disini.

Melihat fenomena ini, sebenarnya adalah peluang bagi apoteker untuk bekerjasama dengan dokter. Dokter punya kewenangan menulis resep, sedang apoteker punya kewenangan menyediakan obat sesuai resep dokter. Hal ini telah ada landasan hukumnya. Kerjasama ini disebut simbiosis mutualisme (saling menguntungakan)

“Sekarang saya meminta kepada karyawan untuk menuliskan obat merek apa dan siapa dokternya”

“Nanti saya akan menegosiasikan dengan dokter yang bersangkutan”

Daftar obat pun didapat, selanjutnya saya merencanakan pertemuan dengan dokter yang bersangkutan.

“Assalamualaikum, permisi dok”

“Silahkan masuk, pak Azan”

“Ada apa gerangan datang kesini” karena sudah akrab jadi suasana dibuat santai

“Begini dok, beberapa resep dari kita ada yang tidak ada di apotek kami” “Kita” kata yg biasa digunakan oleh orang sulawesi untuk menghormati lawan bicara yg berarti “anda”

“Kami berencana mengadakan obat yg sering diresepkan oleh dokter di apotek kami”

“sehingga pasien tidak jauh lagi mencari di luar bila ada di dalam lingkungan ini”

“selain menambahn ongkos pasien mencari obat, juga agar pasien mendapatkan pelayanan yg maksimal”

“Jadi apabila pasien berobat ke dokter, saat keluar dari kawasan ini ia telah mendapatkan pelayanan dokter dan obat yg ia cari” saya menjelaskan

“oke, bagus” dokter merespon

“Jadi kalau bisa kami minta obat merek apa saja yang biasa dokter tulis agar kami adakan di apotek kami”

“Besok kesini lagi ambil daftarnya”

“Siap dok, terima kasih atas kerjasamanya”

Obat-obat merek dagang lain dan dokter yang berbeda juga saya lakukan hal yang sama. Sekarang apotek telah mempunyai daftar obat-obat sesuai peresepan dokter. Jadi kita tidak ragu lagi, bahwa akan ada lagi obat yg stok mati (Expire atau rusak) karena tidak terjual.

Saya biasa dipanggil Azan atau Azam, lulusan dari Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia (UII), dan S2 pada Universitas Gadjah Mada (UGM), Program Studi Kesehatan Masyarakat, Konsentrasi Magister Manajemen Kebijakan Obat. Lihat profil saya lebih lengkap di sini.
Lihat semua tulisan 📑.