Aplikasi Managemen Strategik pada Penentuan Harga Obat di Farmasi Komunitas

Apoteker.Net – Unit Bisnis itu harus terus berdinamika, Ia harus bisa mengenali, menganalisa, dan mengikuti setiap perubahan yang terjadi di luar yang kemudian diikuti dengan penyesuaian yang di dalam tubuh organisasi. Pada titik inilah ilmu managemen strategik berjalan.

Ilmu ini saya peroleh dari guru-guru saya pada mata kuliah managemen strategik dan studi kelayakan. Penghormatan yang setinggi-tingginya kepada Bu Sri Suryawati, Bu Sitti Munawaroh, Bu Suparmi, Pak Sunartono dan Pak Sampurno.

Pertama kali saya memasuki lingkungan kerja, saya menganalisa, berusaha mengenali dan memahami setiap sistem yang berjalan di dalamnya. Orang-orang penting (key person) yang memegang kendali pada organisasi. saya mencoba mencermati, aspek pasar, perilaku konsumen dan perilaku karyawan.

Di tempat saya, masalah terbesar Organisasi adalah penurunan Jumlah Pengunjung, harian, mingguan dan bulanan dari tahun2 sebelumnya. Melihat kondisi demikian, saya mulai menyusun rencana.

“Kepada karyawan shift pagi, sore dan malam, pada hari sabtu pagi, kita berkumpul di apotek, Agenda: Evaluasi kinerja, Peningkatan Kapasistas Karyawan” saya mengirim sms ke semua personel apotek.

Hari itu pun tiba. Setelah mengunggu beberapa saat, akhirnya semua karyawan berkumpul. saya memberi pengantar

“Assalamualaikum.. Terimah kasih, sudah meluangkan waktu untuk hadir…” pengantar sengaja tidak ditulis lengkap, supaya kita bisa langsung ke fokus masalah.

Pada kesempatan ini saya menggunakan teknik Branstorming, yakni suatu cara mencari masalah, dan mengumpulkan berbagai macam gagasan dalam menyelesaikan masalah yang kita temukan. Gagasan yang diperoleh kemudian dipilah sesuai kelompoknya. Dalam hal ini masalah internal dan eksternal organisasi.

“saya pak” salah seorang karyawan mengangkat tangan.

“saya tidak bisa maksimal bekerja karna gaji saya kurang” yang lain kelihatan mengangguk-angguk.

“Bagaimana rincian gaji yang kalian peroleh, apakah sudah termasuk tuslag” saya bertanya

“Apa itu tuslag pak” rupanya mereka selama ini tidak diberikan jasa resep dan hanya mendapat gaji pokok.

“tuslaq singkatnya uang capek yang kalian dapatkan dari menyimpkan resep, biasanya dihitung berdasaran R/, untuk satu R/ biasa diberi nilai sebesar Rp. 600 sedang untuk R/ racikan diberi nilai Rp. 1800. Misalkan dalam resep sebulan total nilai tuslag 2 jt, maka, nilai itu kita bagi bersama sesuai dengan tanggung jawab masing. misalkan 10% dokter, Apoteker 15%, Aping 10% dst. ” saya menerangkan

“Bagaimana dengan jumlah pasien tiap shift” saya bertanya kembali

“Di jaga saya *** pasien ”

“Di jaga sore itu rata-rata *** pasien” karyawan lain berbicara. diskusi itu pun berlangsung serius, jenaka, santai dan penuh kekeluargaan.

“Dari data yang kita punya penentuan harga obat di Apotek ini, menggunakan rumus HJA = (HNA + PPN) x persen Keuntungan + Tuslag dan Embalase (nantinya)” untuk tuslag akan saya perjuangkan ke manajemen.

“Di persen keuntungan, kita terlalu jauh mengambil untung hampir mendekati HET, menurut saya, selain masalah internal, harga obat di kita sangat mahal dibanding dengan apotek, faskes yang lain. Kemungkinan inilah salah satu faktor menurunya pasien datang ke tempat kita” semua karyawan mengaminkan

“Oleh karena Besaran persen keuntungan ini adalah ranah kebijakan manajemen, maka akan saya bawa saat ketemu dengan direktur”

“setujuuuu” semua menyahut bersama-sama

saya kemudian merampungkan pokok-pokok gagasan hasil diskusi diruang Apotek, untuk selanjutnya saya akan bawa ke Manajemen dalam hal ini direktur dan pemilik. Jadwalnya pun dibuat

“Permisi, Assalamualaikum..”

“Silahkan masuk pak” direktur mempersilahkan saya masuk, kami duduk berhadap-hadapan

“Apa yang mau dibicarakan” direktur membuka diskusi

“Ini tentang organisasi kita, dari data yang saya punya rata-2 pasien kita perhari, perminggu dan perbulan *** pasien” saya menyerahkan data itu ke mereka. Di bacalah sejenak

“Dalam tanggung jawab saya sebagai karyawan apotek. Menurut saya besaran keuntungan yang kita ambil dari harga obat sangat besar di banding dengan dengan faskes yang lain. Ini mungkin salah satu yang membuat pasien tidak datang ke tempat kita”.

“Dari yang saya observasi, kemungkinan penetapan persen keuntungan ini, saat dulu Klinik ini belum punya pesaing. Semacam monopoly dalam bisnis. Sehingga pasien tidak ada pilihan mencari layanan kesehatan selain disini, jadi berapapun biaya yang di tagikan, mereka akan membayar, sekarang keadaanya berbeda. Kita sudah banyak pesaing”

Istilah monopoli dikenal dalam dunia bisnis, biasanya untuk organisasi yang hanya satu-satunya menjual produk baik itu jasa maupun barang dalam satu lingkup pelayanan. Ia akan dengan sesuka hati mengatur dan mengambil keuntungan dari produk yang ia tawarkan.

Selain monopoli dalam dunia bisnis dikenal pula istilah Kartel, yakni persekutuan beberapa organisasi dagang untuk menetapkan harga semaunya. Pada ujungnya konsumen yang dirugikan.

“Secara internal kita sudah berada pada posisi yang strategis, berada di tengah kota, dari segala penjuru, bisa dijangkau dengan berbagai moda transportasi. Kita pun sudah lama dikenal oleh masayaarakat. Bila persen keuntungan kita turunkan. Maka perkiraan jumlah pasien yang berobat ke kita akan meningkat” direktur dan pemilik, menganguk-anggukkan kepala.

Kemudian direktur menjawab

“Ide nya sangat bagus, Kita akan coba mengevaluasi kinerja kita, dan kita akan buatkan sistem baru untuk merealisasikan ide tersebut”.

Pada akhirnya organisasi yang cepat tanggap pada perubahan lingkungan lah yang akan meraih perhatian dan memenuhi kepercayaan masayarakat. Timbal-baliknya kita akan memperoleh keuntungan dari bisnis yang kita jalankan.

Saya biasa dipanggil Azan atau Azam, lulusan dari Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia (UII), dan S2 pada Universitas Gadjah Mada (UGM), Program Studi Kesehatan Masyarakat, Konsentrasi Magister Manajemen Kebijakan Obat. Lihat profil saya lebih lengkap di sini.
Lihat semua tulisan 📑.